Sabtu, 13 Agustus 2011

" Kontradiksi Kitab Kejadian : Banjir Nabi Nuh "


Fasal 6, 7 dan 8 daripada Kitab Kejadian dipergunakan untuk meriwayatkan banjir untuk lebih tepat, saya katakan bahwa ada dua riwayat yang tidak ditulis satu di samping lainnya, akan tetapi terpisah dengan kalimat-kalimat yang memberi kesan seperti adanya kesinambungan antara berbagai-bagai dongeng. Akan tetapi sesungguhnya dalam tiga fasal tersebut terdapat kontradiksi yang menyolok. Kontradiksi tersebut dapat diterangkan dengan adanya dua sumber yang berlainan, yaitu sumber Yahwist dan sumber Sakerdotal.   Kita telah melihat sebelum ini bahwa dua sumber tersebut membentuk suatu campuran yang pincang. Tiap teks asli dipotong-potong dalam paragraf-paragraf dan kalimat-kalimat, dengan unsur daripada satu sumber berseling dengan unsur-unsur dari sumber yang lain, sehingga dalam teks Perancis, orang melompat dari satu sumber ke sumber yang lain tujuh belas kali, sepanjang hanya seratus baris.

Secara keseluruhan, hikayat banjir adalah sebagai berikut :  
Karena maksiat manusia sudah sangat umum, Tuhan memutuskan untuk memusnahkan manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya, Tuhan memberi tahu Nabi Nuh dan memerintahnya untuk membikin perahu, serta membawa muatan yang terdiri dari isterinya, tiga orang anaknya dengan isteri-isteri mereka, serta beberapa makhluk hidup lain. Mengenai makhluk-makhluk hidup ini, dua sumber berbeda. Satu riwayat yang berasal dari sumber Sakerdotal mengatakan Nuh membawa satu pasang dari tiap jenis. Kemudian dalam kata-kata berikutnya (berasal dan sumber Yahwist) dikatakan bahwa Tuhan memerintahkan mengambil 7 dari tiap-tiap jenis jantan dan betina dari jenis yang suci, dan hanya satu pasang dari jenis yang tidak suci.

Akan tetapi lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa Nuh hanya membawa dalam perahu itu satu pasang daripada tiap jenis. Ahli-ahli Perjanjian Lama seperti R.P. de Vaux mengatakan bahwa teks semacam itu merupakan teks Yahwist yang sudah dirubah.   Satu paragraf (dari sumber Yahwist) mengatakan bahwa sebab banjir adalah air hujan, sedang paragraf lain (dari sumber Sakerdotal) mengatakan bahwa sebab banjir adalah dua yaitu air hujan dan sumber-sumber dari tanah.   Seluruh bumi telah tenggelam sampai diatas puncak gunung. Segala kehidupan musnah. Setelah satu tahun, Nabi Nuh keluar dari perahunya yang telah berada diatas puncak gunung Ararat setelah air bah menurun.   Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40 hari sedang sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari.

Sumber Yahwist tidak memastikan pada umur berapa banjir itu dialami oleh Nabi Nuh, tetapi sumber Sakerdotal mengatakan bahwa banjir itu terjadi waktu Nabi Nuh berumur 600 tahun.   Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik dari segi Nabi Adam maupun dari segi Nabi Ibrahim. Oleh karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar Kitab Kejadian, Nabi Nuh dilahirkan 1056 tahun sesudah Nabi Adam (silahkan lihat tabel nenek moyang dari Ibrahim) maka banjir telah terjadi 1656 tahun sesudah lahirnya Nabi Adam. Akan tetapi dilihat dari segi Nabi Ibrahim, Kitab Kejadian menempatkan terjadinya banjir pada 292 tahun sebelum lahirnya Nabi Ibrahim tersebut.

Menurut Kitab Kejadian, banjir mengenai seluruh jenis manusia dengan seluruh makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan telah mati di atas bumi. Kemanusiaan telah dibangun kembali, dimulai dengan tiga orang putra Nuh dan isteri-isteri mereka, sedemikian rupa bahwa tiga abad kemudian lahirlah Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim mendapatkan jenis manusia sudah pulih kembali dalam kelompok-kelompok bangsa. Bagaimana dalam waktu yang singkat, jenis manusia dapat pulih kembali? Soal ini telah menghilangkan kepercayaan kepada riwayat banjir tersebut.   Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan ketidakserasian riwayat tersebut dengan ilmu pengetahuan modern. Sekarang ini ahli sejarah menempatkan Nabi Ibrahim pada tahun 1800-1850 SM.

Jika banjir telah terjadi 3 abad sebelum Nabi Ibrahim seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir telah terjadi pada abad XXI atau XXII SM. Pada waktu itu, menurut ilmu sejarah modern, di beberapa tempat di dunia ini sudah bermunculan bermacam-inacam peradaban yang bekas-bekasnya telah sampai kepada kita. Waktu itu, bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan Pertengahan (tahun 2100 SM), kira-kira zaman peralihan pertama sebelum dinasti ke sebelas. Waktu itu, adalah periode dinasti ketiga di kota Ur atau Babylon. Kita tahu dengan pasti bahwa tak ada keterputusan dalam kebudayaan, jadi tak ada pemusnahan jenis manusia seperti dikehendaki oleh Bibel.

Oleh karena itu maka kita tak dapat memandang tiga riwayat Bibel sebagai menggambarkan kejadian-kejadian yang sesuai dengan kebenaran. Jika kita ingin bersikap obyektif kita harus mengakui bahwa teks-teks yang kita hadapi tidak merupakan pernyataan kebenaran. Mungkinkah Tuhan memberikan sebagai wahyu kecuali hal-hal yang benar? Kita tak dapat menggambarkan Tuhan yang memberi pelajaran kepada manusia dengan perantaraan khayal dan khayal yang kontradiksi. Dengan begitu maka kita terpaksa membentuk hipotesa bahwa Bibel adalah tradisi yang secara lisan diwariskan dari suatu generasi kepada generasi yang lain, atau hipotesa bahwa Bibel adalah suatu teks dari tradisi-tradisi yang sudah tetap. Jika seseorang mengatakan bahwa suatu karya seperti Kitab Kejadian telah dirubah-rubah sedikitnya dua kali selama tiga abad, maka tidak mengherankan jika kita mendapatkan didalamnya kekeliruan-kekeliruan atau riwayat yang tidak sesuai dengan hal-hal yang telah diungkapkan oleh kemajuan pengetahuan manusia, yaitu kemajuan yang jika tidak memberi ilmu tentang segala sesuatu, sedikitnya kemajuan yang memungkinkan seseorang mendapat pengetahuan yang cukup untuk menilai keserasian dengan riwayat-riwayat kuno.

Tidak ada yang lebih logis daripada berpegangan bahwa interpretasi kesalahan teks-teks Bibel itu hanya menyangkut manusia.   Sangat disayangkan, bahwa interpretasi semacam ini tidak diakui oleh kebanyakan ahli tafsir Bibel, baik orang Yahudi maupun orang Kristen. Tetapi walaupun begitu argumentasi mereka perlu kita perhatikan.


Wassalam,


"  EG  "