Senin, 05 November 2012

:::Al-Qaeda & Al-Aqsha:::


Sesungguhnya ketika kita berbicara tentang Palestina, Baitul Maqdis dan Al-Aqsha, maka kita tidak luput untuk mengurai benang-benang sejarah yang telah dirajut masa yang dipenuhi oleh anyaman-
anyaman pertarungan antara Yahudi Salibis bersama antek-anteknya dengan kaum muslimin militan yang berpegang teguh dengan prinsip Islam.

Nasib Palestina tidak dengan sendirinya hadir dalam kondisi terjajah. Penjajahan masuk dengan bertahap dan pastinya “teragendakan” oleh pihak yang mengklaim berhak atas tanah tersebut. Sebagaimana peta ‘penaklukkan’ mereka yang ingin membangun imperium dari sungai Nil hingga Eufrat. Peta ini disebarkan oleh Yahudi di New York pada tahun 1967.

Konspirasi ikut mewarnai corak lukisan sejarah pencaplokan tanah kaum muslimin. Seorang menteri pertahanan Israel, Moshe Dayan, pada 6 Juni 1967 mengeluarkan statmen di hari penjajahan Al-Quds “Kami telah menguasai Orshelem. Dan kami dalam perjalanan mengusai Yatsrib (madinah) dan Babil (Irak)”. Dia juga berkata “sekarang jalan kami terbuka menuju Mekkah dan Madinah”. Mereka juga menguasai daerah Sinai, Mesir, yang mereka anggap sebagai tempat suci. Namun sekarang telah muncul gerakan jihad disana yang diduga berafiliasi ke Al-Qaeda (Salafi Jihadi).

Pada era Daulah Utsmaniyyah, ambisi mereka sudah tercium untuk menguasai negri Syam dan Sinai. Para penguasa Daulah Utsmaniyyah mengetahui hal tersebut. Diantara mereka yang tahu adalah Sulaim I, Sulaiman, Murod III dan Abdul Hamid II.

Mereka mau menguasai Palestina dengan alasan hijrah dan membeli tanah. Tapi para penguasa keluarga Utsmani tidak memberikan tempat bagi alasan mereka dan menekan pegawai administrasi untuk tegas dalam urusan negri Syam, Palestina dan Sinai, yaitu diharamkan untuk ditempati oleh Yahudi.

Pada tahun 924 H, Sulthan Sulaim I mengeluarkan keputusan pelarangan Yahudi hijrah ke Sinai. Karena dari situ mereka bisa bertolak ke Palestina.

Negara-negara Eropa terus menekan pemerintah Utsmaniyah agar memberikan keleluasaan bagi Yahudi untuk bisa mendiami Palestina. Hingga akhirnya Al-Baba Al-‘Ali (Sulthan Abdul Hamid II) mengeluarkan keputusan tahun 1302 H (1884) yang membolehkan Yahudi yang berziarah ke Palestina untuk tinggal selama 30 hari. Namun para diplomat negara-negara Eropa menganggap waktu yang diberikan sangat pendek. Kemudian pada tahun 1305 H beliau mengeluarkan keputusan bahwa Yahudi diizinkan tinggal selama tiga bulan.

Kita tidak bisa mengelak dengan realita sepanjang sejarah tentang pergolakan yang terjadi antara ummat Islam, Yahudi dan Salibis serta oknum-oknum (pemimpin) dari pihak ummat Islam yang bersekongkol dengan Salibis yang menjajah dan menduduki negri kaum muslimin.

Lembaran sejarah akan terulang dan yang berganti hanyalah pemeran dalam pementasan. Sudah menjadi sunnatullah bahwa antara yang haq dan yang batil senantiasa bergolak dan ingin mendominasi diatas yang lain. Allah SWT berfirman:



“Allah telah menetapkan: "Pasti Aku (Allah) yang menang, dan para Rasul-Ku!, Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Perkasa” (Q.S Al-Mujadilah:21)



Tulisan sederhana ini mengulas tentang korelasi antara upaya Al-Qaeda dan sejarah ummat Islam dalam pembebasan Al-Aqsha atau yang lebih luasnya adalah Palestina. Al-Qaeda memang masih dalam kacamata pro dan kontra ketika dihadapkan kepada publik global, terutama barat. Ummat Islam sendiri ada yang menentang keras gerakan ini dan pemimimpinnya, Syaikh Usamah bin Ladin. Namun, tidak sedikit pemerhati dan analisa yang mengakui keunggulan taktik dan strategi Al-Qaeda dalam upaya pembebasan Palestina dan negri Arab dari cengkraman Zionis (Yahudi) dan Salibis (Amerika dan Eropa). Diantara mereka yang menaruh perhatian pada gerakan internasional ini adalah Dr Abdul Baari Atwan dan Dr Abdullah Al-Nafisi.

Di awal keberadaannya, Al-Qaeda adalah sebuah nama kantor yang didirikan oleh Syaikh Usamah bin Ladin pada tahun 1989 untuk pendataan mujahidin yang datang dan mereka yang gugur di medan perang melawan Uni Soviet. Dari sinilah cikal bakal Al-Qaeda hingga menjadi sebuah gerakan perlawanan yang besar berskala global. Agenda strategis pertama dalam rangka pembebasan Palestina adalah mengusir penjajah Amerika dan sekutu dari jazirah Arab. Pola pergerakan mereka akan dibahas dalam sub-sub selanjutnya.

Babak Baru Perang Salib

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, ummat Islam tidak berdiam diri dan berleha-leha. Akan tetapi ummat Islam dibawah kemimpinan khilafah rasyidah terus mengembangkan sayap penaklukan negeri-negeri Jazirah Arab dan menghadapi kekuatan besar, Romawi dan Persi. Pada masa Rasulullah pun ummat Islam menghadapi Romawi dalam perang Tabuk.

Setelah melewati perang Muktah, kaisar Romawi bersiap-siap untuk melenyapkan kaum muslimin yang telah menguasai Mekkah. Ia bersekutu dengan oknum-oknum dari jazirah Arab yang dikepalai kabilah Ghassan untuk melawan ummat Islam. Setelah berita sampai kepada Rasulullah perihal niat Romawi, Maka beliau pun menyiapkan pasukan untuk menghadapi Romawi dan sekutu. Peristiwa itu terjadi pada bulan Rajab 9 H yang dimenangkan oleh kaum muslimin dan orang-orang Arab akhirnya membayar jizyah (pajak non muslim yang diberikan kepada pemrintah Islam) kepada Rasulullah.

Kemudian pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ummat Islam kembali menghadapi invasi Romawi. Pada tahun 13 H Abu Bakar Ash-Shiddiq mengutus empat batalyon untuk membebaskan negri Syam dari cengkraman Salibis Romawi. Batalyon pertama dibawah komando Yazid bin Abi Sofyan yang diutus ke kota Damaskus. Batalyon kedua dibawah komando Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang diutus ke kota Homs. Selanjutnya pasukan ketiga yang dipimpin oleh Amru bin ‘Ash ke Palestina. Dan yang terakhir adalah pasukan yang dipimpin oleh Syurahbil bin Hasanah.

Pada tahun 15 H seorang sahabat yang menjadi komandan ekspansi, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, mengepung Baitul Maqdis kemudian mengirimkan pesan kepada penduduknya yang berisikan:

“Bismillahirrahmanirrahim, dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrah kepada pemimpin dan warga kota Iliya, keselamatan atas orang-orang yang mengikuti petunjuk dan beriman kepada Allah dan Rasul, amma ba’du. Sesungguhnya aku mengajak kalian kepada syahadat (Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah), bahwa kiamat akan tiba, dan Allah membangkitkan penghuni kubur. Jika kalian bersaksi atas itu, maka haramlah bagi kami darah dan harta kalian. Dan kalian adalah saudara kami. Jika kalian menolak, maka bersedialah untuk membayar pajak. Jika kalian tetap menolak, maka aku akan berangkat bersama suatu kaum yang amat mencintai kematian melebihi cinta kalian menenggak khamer dan memakan daging babi. Kemudian aku tidak akan kembali dari kalian, insya Allah, hingga aku membunuh pasukan kalian dan menawan anak-anak kalian”.

Sahabat Rasulullah telah berhasil mengembalikan Baitul Maqdis, Palestina dan negri-negri Syam ke pangkuan Islam setelah melewati Jihad selama 7 tahun. Epiode perang Salib berlanjut pada Abad 6 Hijriah, dimana keluarga Zanki (Imaduddin Zanki, Saifuddin Ghazi, Nuruddin Mahmud Zanki) dan Al-Ayyub berusaha keras dengan jihad mereka melawan Salibis dan mengembalikan negri Syam, khususnya Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin .

Pada tahu 539 H/1144 M, Imaduddin Zanki berhasil mengembalikan Roha dan benteng-benteng lainnya setelah melawan Eropa. Tahun 541 H Imaduddin mengepung benteng Ja’bar dan gugur pada waktu iu.

Kedua putranya, Saifuddin Ghazi dan Nuruddin Mahmud, melanjutkan perjalanan jihad sang ayah dalam rangka membebaskan Baitul Maqdis dari tangan penjajah salibis Eropa. Pada tahun 542 H Nuruddin Mahmud Zanki mampu mengembalikan beberapa daerah dari tangan barat. Hingga akhirnya Shalahuddin mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan ummat Islam tanggal 27 Rajab 583 H yang sebelumnya berada ditangan salibis Eropa 92 tahun. Dan pada tanggal 4 Sya’ban 583 H, 8 hari setelah penaklukkan, kaum muslimin menggelar shalat Jum’at untuk pertama kali di Baitul Maqdis setelah salib-salib yang berada di Baitul Maqdis dihancurkan.

Episode selanjutnya juga memuat cerita perang Salib yang meruntuhkan daulah Islam di Andalusia pada tahun1492 M hingga akhirnya Paus membagi negri Andalusia menjadi dua, Potugal dan Spanyol.

Hal yang sama juga dialami oleh ummat Islam saat lahan Daulah Utsmaniyyah dibagi pada penjanjian Sykes Picot tahun 1916 M, dimana seorang Jendral Inggris, Allenby, berkata saat memasuki wilayah Al-Quds :”Sekarang perang Salib telah berakhir”.

Begitupula dengan seorang Jendral Perancis saat memasuki Damaskus 1920 M, ia menuju ke makam Shalahuddin Al-Ayyubi dan meletakkan kakinya diatas makam beliau seraya berkata:”Kami telah kembali wahai Saladin” yang menunjukkan kedengkian yang terpendam dalam hati salibis terhadap komandan perang Hittin.

Abad 21 tiba. Pasca runtuhnya simbol kebanggaan dan keangkuhan Amerika, WTC, beberapa minggu kemudian presiden AS, George W Bush, dalam jumpa pers mengatakan bahwa ini adalah perang Salib. Statemen serupa juga dilontarkan oleh perdana menteri Inggris, Tony Blair, yang menguatkan bahwa perang melawan terorisme adalah perang Salib. Pejabat-pejabat Eropa juga tidak ketinggalan mengomentari bahwa perang besar antara dua kubu adalah perang Salib. Meskipun sebagian dari mereka tampil dihadapan publik dan beralasan bahwa hal tersebut tidak disengaja terucap serta kepentingan mereka jauh dari agama.

Namun fakta tetaplah fakta. Adakah di dunia ini yang dicap sebagai teroris selain mereka yang beragama Islam dan memiliki idoelogi perlawanan serta anti terhadap Israel dan sekutunya. Dimanakah stempel teroris saat Israel mengagresi dan membombardir Gaza dengan senjata Fosfor yang dapat mengakibatkan kanker kulit dan meluluhlantakkan pemukiman, kantor, rumah sakit dan aset lainnya.

Maka jelas lah bahwa ini perang salib babak baru dengan Yahudi sebagai mayor dan Amerika sebagai komandan perang membawahi negara-negara sekutu atau popular dikalangan pergerakan Islam dengan nama perang zionis salibis. Syaikh Usamah dalam wawancara dengan wartawan Al-Jazeera, Taisir, juga menegaskan bahwa ini adalah perang salib.

“Apa urusannya Jepang yang membuat dia ikut campur dalam perang ini yang sulit dan hebat dalam masalah penganiayaan anak-anak di Palestiana. Jepang sama sekali tidak masuk dalam perhitungan ini, maka hendaklah Negara ini mengintrospeksi diri.

Apa urusannya Australia yang berada di ujung selatan dan kondisi orang-orang lemah di Afghanistan dan Palestina. Apa urusannya Jerman dengan perang ini kecuali kekufuran dan salibisme. Ia adalah perang yang berulang sebagaimana perang-perang terdahulu, Richard Leon, Barbarusa dari Jerman dan Luwis dari Perancis. Dimana ketika genderang perang ditabuh, mereka berbondong-bondong bersatu untuk mmerangi ummat Islam.

Begitupula dengan hari ini, mereka bersegera untuk menyambut perang salib pada hari dimana Bush mengangkat panji salib. Apa urusannya Negara-negara Arab dalam perang salib ini dan masuk didalamnya siang dan malam. Mereka telah rela dengan putusan Salib” tegas petinggi Al-Qaeda kelahiran 1957.

Yahudi dan Amerika tidak mungkin bisa menghadapi ummat Islam ketika mereka bersatu dalam barisan jihad. Maka, metode yang tepat untuk menghadapi kaum muslimin adalah dengan teknik belah bambu yaitu dengan mendukung yang satu dan menjatuhkan yang lain. Perang yang ditabuh pun tidak berslogan “Perang melawan Islam” melainkan atas nama perang melawan terorisme global.

“Dia (Bush) tidak sekedar berbicara dengan jurnalis, melainkan keluar kehadapan masyarakat dunia seluruhnya untuk mengatakan dengan jelas bahwasanya perang ini adalah perang salib. Dia berucap dengan kalimat ini dihadapan seluruh masyarakat dunia untuk menegaskan hakikat ini. Maka kemanakah mereka yang menganggap bahwa ini adalah perang melawan terorisme? Dan terrorisme macam apa yang mereka maksudkan di waktu ummat dibunuh selama puluhan tahun, sedangkan kami tidak mendengarkan suara mereka dan tidak ada yang bergerak untuk menolong. Jika korban bangkit untuk membalaskan darah anak-anak yang gugur di Palestina, Irak, Sudan selatan dan Somalia, Kashmir dan Filipina, ulama penguasa dan orang-orang munafik bangkit untuk membela kekufuran yang nyata ” tegas Syaikh bin Ladin dalam pernyataan di acara Al-Jazeera Exclusive.

Al-Qaeda Menginspirasi Rakyat Arab untuk Melawan Rezim Yang menjadi Antek Salibis AS

Meledaknya gerakan rakyat Arab dalam rangka revolusi mengganti penguasa dan sistem yang selama ini membelenggu mereka karena menjadi perpanjangan tangan Amerika di negri mereka.

Gelombang tersebut tidak serta merta muncul dengan sendiri. Gerakan perlawanan terhadap rezim Arab pertama kali telah diusung oleh Al-Qaeda beberapa tahun sebelumnya saat penguasa di Iraq, Saudi, Palestina, Mesir dan lain-lain menjalin hubungan yang ‘tidak wajar’ dengan Amerika Serikat. Tokoh Dai Muslim London, Ustadz Yasir, juga mengatakan bahwa wacana dan gerakan revolusi Arab digelar karean terinspirasi oleh perlawanan Al-Qaeda yang menekan pemerintah untuk tidak bersekutu dengan Yahudi dan AS.

Pemimpin-pemipin Al-Qaeda, terutama Syaikh Usamah, dalam rekaman-rekaman ceramah memperingatkan rezim tersebut agar tidak menjadi sekutu bagi Amerika Serikat. Diantaranya pernyataan Syaikh Usamah saat diwawancarai oleh wartawan Al-Jazeera, Taisir, mengenai Negara yang ikut dalam barisan perang melawan ‘terorisme’ dengan menjadi sekutu Amerika, penyokong Israel:

“Negara mana saja yang berdiri di barisan Yahudi (membantu mereka), maka janganlah mencela siapapun kecuali dirinya sendiri” Tegas Syaikh berdarah Yaman.

Saat masyarakat Arab mengikuti langkah perlawanan terhadap rezim yang berkuasa dibawah kendali Amerika dan Israel, pemimpin-pemimpin Al-Qaeda pun tampil dengan wejangan-wejangan dalam rekaman video mendukung revolusi masyarakat Arab. Para masyayekh menekankan bahwa mereka juga harus berkomitmen untuk menegakkan syari’at Islam, karena disitulah terdapat kekuatan Islam dan nanti akan menjadi langkah selanjutnya untuk membebaskan Al-Aqsha.

Berikut adalah petikan dari ceramah Syaikh Usamah dalam rangka mengobarkan semangat para pemuda pengusung revolusi pada tahun 2011

“Mereka berbondong-bondong ke Tahrir Square di Kairo sambil menyalakan kobaran semangat untuk menumbangkan rezim tiran. Berdiri tegak dihadapan wajah kebatilan dan mengangkat kepalan mereka untuk melawannya. Tentara rezim pun tidak bisa membendung. Mereka bersumpah dan mengokohkan sumpah mereka. Maka terpancarlah semangat tinggi, penolong-penolong datang dan rovolusi pun dibentangkan. Dan jika demikian para pengusung revolusi diseluruh penjuru, bersegera untuk melakukannya dan tidak menunggu perundingan, maka tidak ada komproni antara pengusung kebenaran dan penyesat. Sekali-kali tidak.

Dan ingatlah ketika Allah telah memberikan kalian karunia pada hari sebelum hari-hari ini… Wahai putra Islam, dihadapan kalian telah terbentang jalan yang berbahaya dan kesempatan bersejarah yang langka lagi berharga untuk kebangkitan ummat serta membebaskan diri dari menyembah kepentingan para penguasa dan hukum-hukum positif dan juga dari cengkraman barat. Maka termasuk dosa dan kejahilan yang besar kalau mensia-siakan kesempatan besar ini yang ditunggu-tunggu oleh ummat selama beberapa dekade. Maka berdayakanlah dan hancurkan berhala-berhala (system yang memperbudak kalian.red) serta tegakkanlah keadilan dan keimanan.

Dan pada kesempatan ini, aku mengingatkan orang-orang tulus bahwa pembentukan majlis opini dan musyawarah bangsa muslim untuk berbagai wacana yang penting adalah kewajiban syar’i ”

Agenda Penaklukan Negara-Negara yang diduduki Musuh Menuju Pembebasan Palestina

Negara-negara muslim pada hakikatnya memiliki peran penting dalm pembebasan Palestina jika memang benar-benar berupaya untuk menegakkan sendi-sendi hukum dan kebijakan yang bebas dari intervensi luar, apalagi intervensi masuk ke ranah system yang pada hakikatnya menjadikan Negara tersebut sebagai remote bagi Amerika dan barat.

Dahulu pada era Khilafah Rasyidah, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim pasukan ekspansi ke negri-negri Syam melawan antek-antek salibis Romawi dari kabilah-kabilah Arab untuk membebaskan Baitul Maqdis. Kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab.

Begitupula dengan keluarga Zanki, Nuruddin Zanki dan Saifuddin Ghazi memberikan pelajaran kepada sekutu salibis Eropa, Mujiruddin dan Mu’inuddin, dan menguasai Damaskus dan Mesir sebagai jalan pembuka untuk membebaskan Baitul Maqdis. Shalahuddin juga demikian. Beliau memerangi oknum dipemerintahan Fatimiah Mesir kemudian mengambil alih Mesir serta mengganti pejabat-pejabatnya dengan ulama Ahlussunnah. Diantaranya adalah menjadikan Shadruddin Abdul Malik bin Darbas Al-Maridani Asy-Syafi’i.

Demikian juga dengan strategi Al-Qaeda yang berusaha untuk melawan rezim yang menguasai negri-negri kaum muslimin. Mulai dari Afghanistan, Pakistan, Irak, Yaman dan Somalia.

Menjadikan Satu Tempat Sebagai Titik Tolak

Dalam catatan sejarah, pembebasan Palestina atau Baitul Maqdis bermula dari penaklukan daerah sekitarnya atau wilayah yang memiliki kekuatan besar sebagai daya dobrak dan mobilisasi ummat untuk menaklukkan Baitul Maqdis.

Pada masa Nuruddin Mahmud Zanki dan Shalahuddin, Mesir yang dijadikan sebagai tempat titik tolak (munthalaq) dan tumpuan power untuk menaklukkan negri Syam..

Al-Qaeda pun memiliki strategi yang sama. Namun, tempat yang dijadikan sebagai titik tolak adalah Irak. Usamah bin Ladin dalam sebuah ceramah yang berjudul ‘Khutuwat ‘Amaliyyah li tahrir Filisthin’ (Practical Steps to Liberate Palestine) pada bulan Rabi’ul awwal 1430 H bertepatan dengan Maret tahun 2009 menekankan Irak sebagai zona titik tolak, berikut petikan dari ceramah beliau

“Dan berdasarkan apa yang telah dipaparkan (yaitu setelah mengetahui Palestina dijajah dari dalam oleh penguasa Palestina dan Mesir yang bersahabat dengan Israel dan mengorbankan rakyat Palestina), maka haruslah mencari negri yang berada diluar yang mapan. Dimana mujahidin bisa bergerak penuh dari situ untuk membuka perbatasan dengan kekuatan, agar kita bisa mencapai saudara-saudara kita disekitar Al-Aqsha yang diberkahi. Dan kesempatan emas lagi terbatas ini buat orang-orang ikhlas dalam kemauan mereka untuk membebaskan Al-Aqsha adalah mendukung mujahidin di Irak dengan apa yang mereka butuhkan agar mereka mampu membebaaskan Mesopotamia.

Kemudian bertolak ke Yordania, dimana ia medan fron yang lebih baik dan luas. Sebagian penduduknya adalah dari warga Palestina yang diungsikan tahun lalu. Dan dari Yordan, langkah selanjutnya bertolak ke tepi barat dan sekitar serta membuka perbatasan dengan sekuat tenaga untuk melengkapi pilar-pilar yang kurang agar tercapai pembebasan Palestina seluruhnya” papar Syaikh Usamah bin Muhammad bin Ladin.

Pergerakan Al-Qaeda begitu cepat, meski Irak dijadikan sebagai titik tolak, sekarang yang menjadi pusat perhatian adalah Yaman dan Somalia. Mujahidin Somalia dan Yaman telah berhasil mengusung kekuatan di negaranya. Al-Qaeda Yaman atau semenanjung Arab telah menguasai hampir seluruh wilayah selatan dan sebagia utara Yaman. Mereka pun didukung oleh banyak kabilah-kabilah.

Memperbaiki Kondisi Interen Kaum Muslimin

Jika kita mau optimal untuk melakukan perlawanan terhadap musuh, maka kita harus mempersiapkan diri kita dengan matang. Mana mungkin mau melawan musuh sementara kita cacat atau cedera.

Kita harus melihat kondisi diri, berbenah, menutupi yang kurang dan melangkah. Hal ini tidak luput dari perhatian Shalahuddin ketika mengambil alih Mesir. Beliau membangun Mesir dari dalam dan memperhatikan kesejahteraan rakyat Mesir. Beliau meniadakan pajak yang selama ini dibebankan kepada mereka pada masa dinasti Ubaidiyyah atau Fatimiah.

Saat masyarakat mapan dan merasa nyaman, maka mudah untuk dimobilisasi. Paling tidak dukungan moril ada. Inilah yang dilakukan Al-Qaeda setelah mengambil alih dan menguasai suatu daerah.

Kita bisa melihat Irak, saat mereka menguasai berbagai propinsi di Irak (tentu saja masih harus berbenturan dengan tentara AS dan pemerintahan), mereka membangun supremasi mahkamah syari’at. Segala perselisihan warga diselesaikan disana.

Dibidang pelayanan masyarakat pun mereka penuhi. Hingga rakyat Palestina pun merasakan hal tersebut. Di daerah kawasan Daulah Islam Irak, yang dikepalai Amir pertama Abu Umar Al-Baghdadi (sekarang Abu Bakar Al-Qurasy), mereka membangun kamp-kamp tempat tinggal pengungsi untuk rakyat Palestina yang berhijirah. Jadi seruan mereka dan apa yang mereka janjikan untuk ummat Palestina bukan sekedar isapan jempol tanpa ada pembuktian.

Dari Irak kita berpindah ke Somalia. Disana pun pejuang Al-Qaeda (yang memiliki nama Al-Shabab) berusaha keras berkhidmat untuk ummat Islam. Berbagai bantuan sandang pangan mereka berikan kepada ribuan KK di berbagai daerah Somalia (kita bisa melihat dokumentasi yang dipublikasikan oleh forum-forum mereka di dunia maya). Rabu tanggal 21 Desember 2011 Pemerintahan Al-Shabab membagi-bagikan sejumlah bantuan kepada ribuan warga yang membutuhkan di puluhan daerah di wilayah Islam Bay dan Bakool. Bantuan yang telah dibagikan terdiri dari beras, minyak goreng dan kacang-kacangan yang didistribusikan ke lebih dari 6.000 keluarga.

Tidak hanya disitu pelayanan mereka, dibidang kesehatan pun mereka berkontribusi. Dengan disponsori oleh kantor zakat gerakan Al-Shabab, pada hari senin 21 Rabi’ul Awwal di kota Baidoa, pejuang Al-Shabab membuka secara resmi rumah sakit khusus untuk merawat orang yang cacat mental dan terlantar serta orang-orang yang tidak punya keluarga lagi. Acara peresmian tersebut dihadiri oleh para pemimpin, tokoh, pedagang, ulama dan da’i yang termasuk dari pejabat wilayah.

Dan masih banyak lagi upaya Al-Shabab untuk memperbaiki kondisi interen ummat Islam didaerah kekuasaan mereka. Apakah Cuma di Somalia mereka demikian? Al-Qaeda Yaman pun melakukan hal yang sama. Setelah menduplikatkan gerakan menjadi Anshar Al-Shariah, mereka bekerja keras untuk melayani warga yang berada dibawah wilayah kekuasaan mereka.

Melalui putusan mahkamah syari’ah, Al-Qaeda membebaskan nelayan Syuqrah dari pajak yang selama rezim Ali Saleh melilit leher mereka. Peniadaan pajak juga sama diterapkan kepada Pabrik semen di Batis. Bahkan Al-Qaeda memberdayakan pemuda-pemuda setempat untuk menjadi karyawan pabrik tersebut yang sebelumnya didominasi warga asing.

Dan masih banyak lagi prestasi Al-Qaeda Somalia dan Yaman dalam rangka membangun ummat Islam yang berada di bawah kekuasaan mereka. Warga pun merasakan ketentraman dan aman. Tidak ada yang ditakuti mereka kecuali serangan dari pesawat tanpa awak milik AS dan juga serangan tentara sekutu AS baik di Yaman maupun Somalia.

Al-Qaeda Mengingatkan Penguasa Negeri Muslim Agar Tidak Menjadi Penghalang Pembebasan Al-Aqsha

Pada tahun 90an, ketika Syaikh Usamah berada dibawah pengawasan pemerintah Saudi dan tidak bisa melakukan perjalanan luar negri. Pada saat itu beliau menyampaikan pesan lewat rekaman dan tulisan yang memperingatkan warga Saudi akan bahaya rezim sosialis Irak. Beliau menegaskan bahwa pemerintah ini memiliki agenda untuk mengagresi Negara Teluk. Beliau juga memprediksikan bahwa Saddam Hussein akan menyerang Kuwait. Hal ini telah disampaikan kepada wakil menteri dalam negri, Ahmad bin Abdul Aziz.

Maka, ketika melihat analisa Syaikh Usamah, menteri dalam negeri Nayef bin Abdul Aziz mengundang beliau dalam suatu pertemuan. Nayef memperhitungkan betul apa yang diprediksikan Syaikh Usamah.

Beliau kembali menulis risalah untuk Nayef , saat Saddam Hussein mengagresi Kuwait pada bulan Agustus 1990, menawarkan opsi untuk membentuk pasukan dari kalangan mujahidin dari berbagai penjuru, diantaranya mujahidin Arab Afghan yang berada dibawah komando beliau, dalam rangka mempertahankan Kuwait dan kerajaan Saudi Arabia. Beliau memprediksikan sanggup untuk mengumpulkan seratus ribu pasukan.

Tapi beliau sangat terpukul saat pemerintah Saudi memutuskan untuk mendatangkan pasukan Amerika ke jazirah Arab untuk mempertahankan Kuwait dan pemerintah. Beliau sangat mengkhawatirkan kedatangan pasukan AS ke Jazirah Arab akan berunjung dengan penjajahan dengan dominasi mereka atas pemerintah Negara muslim.

Melihat fenomena ini, beliau menegur kebijakan yang diambil oleh pemerintah Saudi dan menasehati ulamanya agar memberikan peringatan atas langkah yang diambil. Pemerintah Saudi tetap pada pendiriannya dan akhirnya membuahkan perseteruan antara Al-Qaeda dan pemerintah.

Hal serupa dilakukan oleh pemimpin Islam, Nuruddin Mahmud Zanki, yang menegur penguasa Damaskus, Mujiruddin, yang lebih memilih Eropa dibandingkan pasukan Nuruddin untuk menjaga Damaskus. Padahal nyata bahwa salibis Eropa ingin menguasai negeri Syam, terutama Baitul Maqdis. Pada tahun 549 H, Nuruddin Mahmud mengirimkan pesan untuk Mujiruddin yang berisi:

“Aku tidak bermaksud dengan kedatanganku ke negeri ini (Damaskus) untuk memerangi kalian. Akan tetapi yang membuatku datang kemari adalah pengaduan kaum muslimin bahwasanya para petani diambil hartanya dan isteri anaknya dibunuh oleh salibis Eropa sedangkan mereka tidak ada yang menolong mereka. Maka atas karunia kekuatan dan kemampuan yang Allah berikan kepadaku, aku berangkat untuk menolong mereka dan memerangi orang-orang musyrik. Dan tidak pantas bagiku untuk duduk diam tidak membantu mereka.

Karena aku tahu kalian lemah menjaga harta kalian dan membelanya yang menjadikan kalian meminta bantuan kepada Eropa untuk memerangi aku. Kalian menguras harta orang-orang lemah dan miskin secara zalim. Dan ini adalah perkara yang tidak diridhai Allah Ta’ala dan tidak pula seorang muslim”

Penutupan

Apa yang kami paparkan adalah sekilas tentang fakta sebuah tanzim internasional yang kontroversial, Al-Qaeda. Tidak ada nama yang lebih mengganggu pikiran Amerika dan sekutunya selain nama ini. Berapa milyar aset digelontorkan oleh AS untuk memerangi gerakan ini. Itu belum seberapa ketika kita melihat nyawa dari tentara Amerika yang melayang di Afghanistan, Irak, Somalia dan Yaman.

Kita pun menyadari bahwa kelompok bersenjata ini tidak mendapatkan tempat di hati sebagian kaum muslimin saat mereka disetir oleh oponi barat dan dijejali proyek “Anti Terorisme Global”. Belum lagi keterbatasan info yang mereka dapatkan tentang apa yang terjadi dilapangan dan wajah utuh dari Al-Qaeda. Mereka pun hanya mendapatkan fotokopian hasil rekaan Amerika tentang gambaran Al-Qaeda.

Semenjak peristiwa 11 September, Al-Qaeda menjadi bahan pembicaraan. Di sini tidak akan membahas mendalam tentang bagaimana mereka melakukan penyerangan, keabsahan operasi itu dari mereka, hukum meledakkan diri dengan menceburkan diri ke barisan musuh, hukum memerangi penguasa Arab dan hal-hal yang berkaitan dengan status hukum syar’i atas operasi yang mereka lakukan. Mereka punya pandangan tentang hukum syar’i dan strategi yang tidak cukup untuk dibahas dalam tulisan sederhana ini.

Disamping itu, tidak sedikit yang mengagumi rotasi pergerakan dari Al-Qaeda. Mengapa demikian? Karena mereka memahami fakta dan data lapangan. Apa yang telah kami paparkan adalah segilintir saja dari data obyektif yang masih perlu pendalaman.

Dr Abdul Baari Atwan, seorang jurnalis dan redaktur harian Al-Quds Al-‘Araby, adalah salah satu contoh. Beliau telah berjumpa dengan Syaikh Usamah (Syaikh Usamah kagum dengan tulisan-tulisan beliau dan berpesan kapada kurir beliau bahwa beliau ingin bertemu Atwan) dan mengeruk info dari beliau mulai dari perjalanan hidup sampai misi Al-Qaeda hingga Atwan menulis buku yang berjudul “Al-Qa’idah At-Tanzhim As-Sirri” (Al-Qaeda Gerakan Rahasia). Bahkan dihadapan publik, ketika diwawancarai secara live di tv Yemen, beliau mengatakan bahwa kita harus memberikan kredit kepada Tanzim ini karena melihat usaha mereka yang memperjuangkan Islam dan nasib ummat Islam dengan melawan Yahudi, AS dan sekutu mereka dari rezim-rezim timur tengah.

Kepergian pemimpin tertinggi Al-Qaeda, Syaikh Usamah bin Ladin, pun menjadi kesedihan bagi ummat Islam. Di berbagai Negara Arab, kaum muslimin berbondong-bondong keluar ke jalan melakukan aksi protes dan mengutuk serangan pasukan khusus AS, Navy Seal, ke kediaman beliau pada tanggal 2 Mei 2011 di kota Abottabat, Pakistan.

Gerakan Salafi Jihadi Palestina pun menggelar aksi serupa dari siang hingga malam yang dokumentasinya dirilis oleh Media Centre Al-Yaqin dengan judul aksi kemarahan rakyat Gaza sebagai penolokan atas pembunuhan Syaikh Usamah bin Ladin -rahimahullah-. Dalam aksi tersebut Syaikh Munir Al-‘Ayidi mengatakan “Orang inilah yang mengomandoi perlawanan jihad global melawan Amerika dan sekutunya dari salibis, maka beliau pantas untuk digelari Imam zaman iini… Ketika zamannya Imam Ahmad bin Hanbal, beliau sabar atas fitnah golongan yang menyebarkan faham Al-Qur’an adalah makhhluk, maka ulama pada zamannya mengatakan kami dahulu mengetahui seseorang itu mukmin atau munafik dengan kecintaannya kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Maka pada hari kami katakana juga bahwa seseorang bisa diketahui keimanannya dan kemunafikannya dengan kecintaannya kepada Usamah bin Ladin”. Ummat Islam Pakistan dan Afghanistan tidak kalah marah ketika mengetahui hal tersebut. Ini menunjukkan betapa mereka merasakan kehadiran dan sepak terjang Al-Qaeda.

Segala aspek menjadi sorotan Al-Qaeda dalam upaya pembebasan Palestina, mulai dari lisan (memberikan pencerahan kepada ummat tentang hakikat perang melawan AS dan Israel serta yang memberikan kontribusi mempermudah langkah AS dan Israel memnjajah Palestina), tulisan (baik melalui media elektronik maupun media cetak) hingga kekuatan militer. Sehingga ummat bisa bersinergi dan bahu membahu untuk membebaskan Palestina dari cengkraman salibis zionis.


Oleh Abdurrahman Hamidan.
— bersama Hady Gavelzon dan 45 lainnya.