Kamis, 05 April 2012

Mengapa Harus Bahasa Arab?

assalaamu'alaikum wr. wb.
Baru-baru ini muncul ajaran sesat dari 'pesantren' yang dipimpin oleh seseorang bernama Muhammad Roy.  Tokoh yang (berusaha) terkenal ini menyodorkan sebuah konsep yang terdengar baru, tapi sebenarnya tidak terlalu baru juga.  Pada intinya, orang yang satu ini merasa kecewa dengan masa lalunya yang tidak pernah mengerti apa yang dibacanya ketika shalat, kemudian menggugatnya dengan sebuah langkah revolusioner : melaksanakan shalat dalam bahasa Indonesia.
Tentu saja, momen yang seperti ini begitu cepat dimanfaatkan oleh kaum misionaris Kristen.  Saya tidak akan menyalahkan mereka, karena memang itu adalah pekerjaan mereka.  Malah bagus, karena dengan adanya legitimasi atas pekerjaan mereka, berarti umat Islam pun bebas sebebas-bebasnya untuk menyebarluaskan ajarannya.  Dan, tentu saja, di akhir cerita, Islam pasti menang.  Lihat saja.
Tapi sudahlah.  Tidak perlu membicarakan hal yang sudah pasti.  Sekarang umat Islam punya kewajiban untuk memberikan jawaban yang benar dan enak di telinga.  Kenapa harus enak di telinga?  Karena kebenaran yang menyinggung orang lain tentu tidak akan berhasil menarik hati lawan bicara.
Gagasan untuk mengubah bacaan shalat dan Al-Qur'an ke dalam bahasa lokal sebenarnya sudah didengungkan sejak dahulu, dengan bantuan intensif dari kerajaan media massa Yahudi.  Pelopornya adalah para pemimpin Turki yang meruntuhkan kekhalifahan Utsmaniyah.  Salah satu 'karya' mereka adalah dengan dilantunkannya adzan dalam bahasa lokal, yaitu bahasa Turki.  Menurut kaum nasionalis, kalau masih menggunakan bahasa non-Turki, maka kesannya tidak cinta tanah air. 
Pertanyaan yang harus diajukan adalah : "Mengapa harus bahasa Arab?".  Kalau belum bisa menjawabnya, bolehlah mengubah pertanyaan ini menjadi : "Apa yang akan terjadi kalau diganti ke dalam bahasa lain?".
Kalau ada yang bilang bahwa semua bahasa itu sama, maka orang itu pasti mendapat nilai kurang dalam bahasa Inggris (atau bahasa asing lainnya).  Semua orang yang menguasai dua bahasa atau lebih pasti tahu persis bahwa setiap bahasa memiliki karakternya masing-masing, sebagaimana setiap bangsa pun memiliki karakternya masing-masing.  Bahkan di antara dua suku yang berbeda di negara yang sama pun memiliki karakter yang berbeda-beda. 
Perbedaan yang paling mencolok adalah pada proses penyusunan kalimatnya.  Bahasa Inggris disusun dalam berbagai tenses.  Cara kita merangkai kalimat yang menggambarkan kejadian di masa lalu berbeda dengan kejadian yang terjadi setiap hari.  Dalam bahasa Indonesia, keterangan mengenai waktu cukup ditunjukkan dengan beberapa kata tambahan saja.  Misalnya, untuk menceritakan kejadian kemarin, kita tinggal menyisipkan kata "kemarin" pada tempat yang cocok.  Predikatnya sendiri tidak berubah sedikit pun.
Bahasa Perancis memiliki tabiat yang berbeda.  Setiap benda memiliki sifat yang 'feminin' dan 'maskulin'.  Kata-kata yang 'feminin' diperlakukan berbeda dengan kata-kata yang bersifat 'maskulin'.  Perbedaan status ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam kalimat.
Perbedaan lain yang cukup jelas adalah pada ragam kata dalam bahasa.  Terkadang suatu kata dalam bahasa tertentu tidak bisa dengan mudah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.  Kata "accept" dan "receive" dalam bahasa Inggris sama-sama diterjemahkan sebagai "menerima" dalam bahasa Indonesia.  Kenyataannya, kedua kata ini jelas berbeda.
  1. I accepted the invitation.
  2. I received the invitation.
Pada kalimat pertama, artinya adalah "Saya menerima dengan senang hati undangan tersebut dan kemungkinan besar akan hadir."  Kalimat kedua - yang menggunakan kata "receive" - bermakna "Saya telah menerima surat undangan tersebut."  Masalah surat tersebut diterima dengan senang hati atau dengan bersungut-sungut sama sekali tidak terlihat dari kalimat ini.  Kalimat ini juga bersifat netral tanpa menunjukkan keputusan si penerima surat undangan, apakah akan menghadiri undangan tersebut atau tidak.
Perbedaan satu kata saja bisa mengakibatkan banyak perbedaan.  Inilah perbedaan yang amat mencolok antara sistem bahasa Inggris dengan sistem bahasa Indonesia.  Bagaimana dengan bahasa Arab?
Bahasa Arab bahkan lebih rumit lagi.  Dalam bahasa Arab, dikenal sistem tunggal, ganda dan jamak.  Selain itu, subjek laki-laki, perempuan atau kumpulan dari laki-laki dan perempuan juga dibedakan.  Dalam bahasa Indonesia, kita akan temui sistem sebagai berikut :
  1. Saya
  2. Kamu
  3. Dia
  4. Kita
  5. Kami
  6. Kalian
  7. Mereka
Dalam bahasa Arab, sistem yang muncul akan lebih rumit lagi karena adanya aturan-aturan di atas.  Sistem tersebut adalah sebagai berikut :
  1. "Ana" ---> Saya
  2. "Anta" ---> Kamu (untuk laki-laki)
  3. "Anti" ---> Kamu (untuk perempuan)
  4. "Huwa" ---> Dia (untuk laki-laki)
  5. "Hiya" ---> Dia (untuk perempuan)
  6. "Antum" ---> Kalian (untuk laki-laki)
  7. "Antunna" ---> Kalian (untuk perempuan)
  8. dan seterusnya...
Jadi, kalau kita jumpai kata "kalian" dalam bahasa Arab, belum tentu hal tersebut merujuk pada subjek yang sama.  Kita perlu meneliti pilihan katanya.  Apakah dia bermaksud merujuk pada sekumpulan orang laki-laki ataukah perempuan? 
Contoh lain adalah pada kata-kata "Rabb" dan "Ilaah".  Keduanya sama-sama diterjemahkan sebagai kata "Tuhan" dalam bahasa Indonesia.  Pada kenyataannya, penerjemahan seperti ini sangatlah tidak tepat.  Meskipun "Rabb" dan "Ilaah" memang sama-sama merujuk pada Allah SWT, namun kesan yang disampaikannya sangat berbeda.  Kata "Rabb" bermakna "pemelihara, pendidik, pembangun" dan segala hal yang bermakna kasih sayang dan peningkatan.  Kata "Ilaah" memiliki makna yang sama sekali berbeda, yaitu menggambarkan absolutisme kekuasaan Allah.  Kata ini bermakna "yang diharapkan, yang dicintai, yang ditakuti dan yang ditaati".  Dengan menyebut kata "Ilaah", kesan yang didapat adalah ketergantungan manusia kepada-Nya.
Pemakaian kata "Rabb" dan "Ilaah" pun jelas berbeda.  "Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin" artinya "Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam".  Kalimat ini adalah kalimat pujian, sebuah ungkapan takjub atas keindahan perbuatan Allah, sekaligus rasa terima kasih dari hati yang terdalam atas segala kebaikan yang telah Allah berikan.  Kalimat ini jelas cocok bila menggunakan kata "Rabb", karena sesuai dengan maknanya.  Di sisi lain, ketika menyatakan keislamannya, setiap orang diwajibkan mengucapkan "Asyhaduan laa ilaaha illallaah.." yang artinya "Aku bersaksi bahwasanya tiada Ilaah selain Allah".  Pengakuan keislaman seseorang tentu diucapkan dengan sebuah kebanggaan dan keyakinan yang amat tinggi atas kebenaran kata-katanya.  Secara tegas, ia menyatakan bahwa tidak ada lagi sandaran hidupnya kecuali Allah.  Karena itu, digunakanlah kata "Ilaah", karena memang pas dengan kesan yang dimunculkan oleh kalimat ini.
Keputusan Allah untuk menurunkan Al-Qur'an dengan satu bahasa saja sangatlah tepat, dan keputusan-Nya untuk memilih bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur'an pun sangat tepat.  Kalau Al-Qur'an bebas ditulis dalam segala bahasa, maka akan terjadi kebingungan, karena bagaimana pun, setiap bahasa berbeda-beda tabiatnya walaupun ketika menggambarkan sebuah hal yang sama.
Meski demikian, bukan berarti Al-Qur'an tidak boleh diterjemahkan.  Terjemahan Al-Qur'an jelas dibutuhkan oleh orang-orang awam yang belum menguasai bahasa Arab.  Tapi harus diingat bahwa yang disebut Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab, bukan terjemahannya. 
Jika kita kembali pada pokok pemikiran Muhammad Roy, sang 'revolusioner' dari Malang itu, maka jelas bahwa masalah yang terjadi pada dirinya adalah karena dia tidak memahami bahasa Arab.  Karena ia tidak memahami bahasa Arab, lantas seluruh shalat harus diucapkan dalam bahasa Indonesia.  Buruk muka, cermin pun dibelah.  Diri sendiri yang kekurangan, mengapa sistem yang harus diubah?  Kalau kita tidak bisa membaca, apakah orang lain tidak boleh menulis?  Ini bukanlah sikap seorang Muslim sejati.  Kalau kita menyadari kekurangan diri sendiri, maka kita harus memperbaikinya. 
Sangatlah tidak beralasan jika dikatakan bahwa ia tidak mengerti arti dari bacaan shalatnya.  Kalau ia mengeluhkan hal ini kepada saya, insya Allah saya akan segera membelikan buku-buku tuntunan shalat yang disertai terjemahan plus sebuah Al-Qur'an kecil yang juga ada terjemahannya!  Semuanya itu tidak akan menghabiskan uang lebih dari Rp 50.000,00.  Sayang, Muhammad Roy tidak pernah datang kepada saya.
Bagaimanakah nasib kitab Bible yang disalin secara bebas ke dalam berbagai bahasa?  Adakah perubahan makna terjadi dalam proses penyalinan tersebut?  Entahlah.  Saya rasa mereka lebih tahu.
wassalaamu'alaikum wr. wb.
Sumber :

Talmud, Kitab Hitam Kaum Yahudi dan Alasan Mereka Untuk Menguasai Dunia


Kitab-kitab Talmud kaum Zionist-Yahudi yang sangat rasis
Talmud merupakan kitab suci kelompok Zionist-Yahudi di seluruh dunia. Seluruh tindak-tanduk Zionis-Israel mengacu pada ayat-ayat Talmudisme. Bahkan Texe Marrs, investigator independen Amerika yang telah menelusuri garis darah Dinasti Bush selama enam tahun, menemukan bukti bahwa keluarga besar Bush, termasuk Presiden AS George Walker Bush, merupakan sebuah keluarga yang sangat rajin mendaras dan mempelajari Talmud.
Texe Mars, Investigator Talmud
Texe Mars mengatakan dalam jurnal investigasinya, “Dinasti Bush adalah dinasti Yahudi dan mereka menjadikan Talmud sebagai kitab sucinya. Adalah salah besar menyangka mereka sebagai keluarga Kristiani. Mereka menunggangi kekristenan untuk menipu warga Kristen dunia. Padahal, mereka merupakan keluarga Talmudis yang taat.”
George Walker Bush dan Talmudnya
Kita tentu sudah banyak mendengar tentang Talmud. Namun belum banyak yang mengetahui apa saja ayat-ayatnya. Berikut kami tampilkan sejumlah ayat-ayat Talmud yang menjadi dasar segala tindakan kaum Zionist terhadap orang-orang non-Yahudi (Ghoyim atau Gentilles), dan darinya Anda akan bisa “memahami” mengapa kaum Zionist selalu saja mau menang sendiri, selalu mengkhianati perjanjian, dan sebagainya.
Di bawah ini adalah segelintir ayat-ayat Talmud yang dijadikan doktrin perang tentara Israel. Dalam peperangan, seorang tentara Israel wajib mendaras Talmud dalam kesempatan yang khusus. Terlebih di hari Sabbath (Sabtu).
“Hanya orang-orang Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang non Yahudi bukanlah manusia, melainkan binatang.” (Kerithuth 6b hal.78, Jebhammoth 61a)
“Orang-orang non-Yahudi diciptakan sebagai budak untuk melayani orang-orang Yahudi.” (Midrasch Talpioth 225)
“Angka kelahiran orang-orang non-Yahudi harus ditekan sekecil mungkin.” (Zohar II, 4b)
“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)
“Tuhan (Yahweh) tidak pernah marah kepada orang-orang Yahudi, melainkan hanya (marah) kepada orang-orang non-Yahudi.” (Talmud IV/8/4a)
“Di mana saja mereka (orang-orang Yahudi) datang, mereka akan menjadi pangeran raja-raja.” (Sanhedrin 104a)
“Terhadap seorang non-Yahudi tidak menjadikan orang Yahudi berzina. Bisa terkena hukuman bagi orang Yahudi hanya bila berzina dengan Yahudi lainnya, yaitu isteri seorang Yahudi. Isteri non-Yahudi tidak termasuk.” (Talmud IV/4/52b)
“Tidak ada isteri bagi non-Yahudi, mereka sesungguhnya bukan isterinya.” (Talmud IV/4/81 dan 82ab)
“Orang-orang Yahudi harus selalu berusaha untuk menipudaya orang-orang non-Yahudi.” (Zohar I, 168a)
“Jika dua orang Yahudi menipu orang non-Yahudi, mereka harus membagi keuntungannya.” (Choschen Ham 183, 7)
“Tetaplah terus berjual beli dengan orang-orang non-Yahudi, jika mereka harus membayar uang untuk itu.” (Abhodah Zarah 2a T)
“Tanah orang non-Yahudi, kepunyaan orang Yahudi yang pertama kali menggunakannya.” (Babba Bathra 54b)
“Setiap orang Yahudi boleh menggunakan kebohongan dan sumpah palsu untuk membawa seorang non-Yahudi kepada kejatuhan.” (Babha Kama 113a)
“Kepemilikan orang non-Yahudi seperti padang pasir yang tidak dimiliki; dan semua orang (setiap Yahudi) yang merampasnya, berarti telah memilikinya.” (Talmud IV/3/54b)
“Orang Yahudi boleh mengeksploitasi kesalahan orang non-Yahudi dan menipunya.” (Talmud IV/1/113b)
“Orang Yahudi boleh mempraktekan riba terhadap orang non-Yahudi.” (Talmud IV/2/70b)
“Orang Yahudi diperbolehkan berdusta menipu Ghoyim (non-Yahudi)” (Baba Kamma 113a)
“Semua anak keturunan Ghoyim sama dengan binatang, ” (Yebamoth 98a)
“Seorang Ghoyim yang berbaik pada Yahudi pun harus dibunuh, ” (Soferim 15, Kaidah 10)
“Barangsiapa yang memukul dan menyakiti orang Israel, maka ia berarti telah menghinakan Tuhan, ” (Chullin, 19b)
“Orang Yahudi adalah orang-orang yang shalih dan baik di mana pun mereka berada. Sekali pun mereka juga melakuan dosa, namun dosa itu tidak mengotori ketinggian kedudukan mereka, ” (Sanhedrin, 58b)
“Hanya orang Yahudi satu-satunya manusia yang harus dihormati oleh siapa pun dan oleh apa pun di muka bumi ini. Segalanya harus tunduk dan menjadi pelayan setia, terutama binatang-binatang yang berwujud manusia, yakni Ghoyim, ” (Chagigah 15b)
“Haram hukumnya berbuat baik kepada Ghoyim (Non-Yahudi), ” (Zhohar 25b)
“Ketika Messiah (Raja Yahudi Terakhir atau Ratu Adil) datang, semuanya akan menjadi budak-budak orang-orang Yahudi.” (Erubin 43b)
Inilah sebagian kecil dari ayat-ayat hitam Talmud. Inilah landasan ideologis kaum Zionist dalam hidupnya. Setiap hari Sabtu yang dianggap suci (Shabbath), mereka mendaras Talmud sepanjang hari dan mengkaji ayat-ayat di atas. Mereka menganggap Yahudi sebagai ras yang satu-satunya berhak disebut manusia. Sedangkan ras di luar Yahudi mereka anggap sebagai binatang, termasuk orang-orang liberalis yang malah melayani kepentingan kaum Zionis.
Sumber : Katakan Tuhan itu satu
un2kmu
  
Jadilah orang pertama di antara teman-teman yang menyarankan ini.