Sesungguhnya
ketika kita berbicara tentang Palestina, Baitul Maqdis dan Al-Aqsha,
maka kita tidak luput untuk mengurai benang-benang sejarah yang telah
dirajut masa yang dipenuhi oleh anyaman-
anyaman
pertarungan antara Yahudi Salibis bersama antek-anteknya dengan kaum
muslimin militan yang berpegang teguh dengan prinsip Islam.
Nasib Palestina tidak dengan sendirinya hadir dalam kondisi terjajah.
Penjajahan masuk dengan bertahap dan pastinya “teragendakan” oleh pihak
yang mengklaim berhak atas tanah tersebut. Sebagaimana peta
‘penaklukkan’ mereka yang ingin membangun imperium dari sungai Nil
hingga Eufrat. Peta ini disebarkan oleh Yahudi di New York pada tahun
1967.
Konspirasi ikut mewarnai corak lukisan sejarah
pencaplokan tanah kaum muslimin. Seorang menteri pertahanan Israel,
Moshe Dayan, pada 6 Juni 1967 mengeluarkan statmen di hari penjajahan
Al-Quds “Kami telah menguasai Orshelem. Dan kami dalam perjalanan
mengusai Yatsrib (madinah) dan Babil (Irak)”. Dia juga berkata “sekarang
jalan kami terbuka menuju Mekkah dan Madinah”. Mereka juga menguasai
daerah Sinai, Mesir, yang mereka anggap sebagai tempat suci. Namun
sekarang telah muncul gerakan jihad disana yang diduga berafiliasi ke
Al-Qaeda (Salafi Jihadi).
Pada era Daulah Utsmaniyyah, ambisi
mereka sudah tercium untuk menguasai negri Syam dan Sinai. Para penguasa
Daulah Utsmaniyyah mengetahui hal tersebut. Diantara mereka yang tahu
adalah Sulaim I, Sulaiman, Murod III dan Abdul Hamid II.
Mereka
mau menguasai Palestina dengan alasan hijrah dan membeli tanah. Tapi
para penguasa keluarga Utsmani tidak memberikan tempat bagi alasan
mereka dan menekan pegawai administrasi untuk tegas dalam urusan negri
Syam, Palestina dan Sinai, yaitu diharamkan untuk ditempati oleh Yahudi.
Pada tahun 924 H, Sulthan Sulaim I mengeluarkan keputusan pelarangan
Yahudi hijrah ke Sinai. Karena dari situ mereka bisa bertolak ke
Palestina.
Negara-negara Eropa terus menekan pemerintah
Utsmaniyah agar memberikan keleluasaan bagi Yahudi untuk bisa mendiami
Palestina. Hingga akhirnya Al-Baba Al-‘Ali (Sulthan Abdul Hamid II)
mengeluarkan keputusan tahun 1302 H (1884) yang membolehkan Yahudi yang
berziarah ke Palestina untuk tinggal selama 30 hari. Namun para diplomat
negara-negara Eropa menganggap waktu yang diberikan sangat pendek.
Kemudian pada tahun 1305 H beliau mengeluarkan keputusan bahwa Yahudi
diizinkan tinggal selama tiga bulan.
Kita tidak bisa mengelak
dengan realita sepanjang sejarah tentang pergolakan yang terjadi antara
ummat Islam, Yahudi dan Salibis serta oknum-oknum (pemimpin) dari pihak
ummat Islam yang bersekongkol dengan Salibis yang menjajah dan menduduki
negri kaum muslimin.
Lembaran sejarah akan terulang dan yang
berganti hanyalah pemeran dalam pementasan. Sudah menjadi sunnatullah
bahwa antara yang haq dan yang batil senantiasa bergolak dan ingin
mendominasi diatas yang lain. Allah SWT berfirman:
“Allah telah menetapkan: "Pasti Aku (Allah) yang menang, dan para
Rasul-Ku!, Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Perkasa” (Q.S
Al-Mujadilah:21)
Tulisan sederhana ini mengulas
tentang korelasi antara upaya Al-Qaeda dan sejarah ummat Islam dalam
pembebasan Al-Aqsha atau yang lebih luasnya adalah Palestina. Al-Qaeda
memang masih dalam kacamata pro dan kontra ketika dihadapkan kepada
publik global, terutama barat. Ummat Islam sendiri ada yang menentang
keras gerakan ini dan pemimimpinnya, Syaikh Usamah bin Ladin. Namun,
tidak sedikit pemerhati dan analisa yang mengakui keunggulan taktik dan
strategi Al-Qaeda dalam upaya pembebasan Palestina dan negri Arab dari
cengkraman Zionis (Yahudi) dan Salibis (Amerika dan Eropa). Diantara
mereka yang menaruh perhatian pada gerakan internasional ini adalah Dr
Abdul Baari Atwan dan Dr Abdullah Al-Nafisi.
Di awal
keberadaannya, Al-Qaeda adalah sebuah nama kantor yang didirikan oleh
Syaikh Usamah bin Ladin pada tahun 1989 untuk pendataan mujahidin yang
datang dan mereka yang gugur di medan perang melawan Uni Soviet. Dari
sinilah cikal bakal Al-Qaeda hingga menjadi sebuah gerakan perlawanan
yang besar berskala global. Agenda strategis pertama dalam rangka
pembebasan Palestina adalah mengusir penjajah Amerika dan sekutu dari
jazirah Arab. Pola pergerakan mereka akan dibahas dalam sub-sub
selanjutnya.
Babak Baru Perang Salib
Setelah wafatnya
Rasulullah SAW, ummat Islam tidak berdiam diri dan berleha-leha. Akan
tetapi ummat Islam dibawah kemimpinan khilafah rasyidah terus
mengembangkan sayap penaklukan negeri-negeri Jazirah Arab dan menghadapi
kekuatan besar, Romawi dan Persi. Pada masa Rasulullah pun ummat Islam
menghadapi Romawi dalam perang Tabuk.
Setelah melewati perang
Muktah, kaisar Romawi bersiap-siap untuk melenyapkan kaum muslimin yang
telah menguasai Mekkah. Ia bersekutu dengan oknum-oknum dari jazirah
Arab yang dikepalai kabilah Ghassan untuk melawan ummat Islam. Setelah
berita sampai kepada Rasulullah perihal niat Romawi, Maka beliau pun
menyiapkan pasukan untuk menghadapi Romawi dan sekutu. Peristiwa itu
terjadi pada bulan Rajab 9 H yang dimenangkan oleh kaum muslimin dan
orang-orang Arab akhirnya membayar jizyah (pajak non muslim yang
diberikan kepada pemrintah Islam) kepada Rasulullah.
Kemudian
pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ummat Islam kembali menghadapi invasi
Romawi. Pada tahun 13 H Abu Bakar Ash-Shiddiq mengutus empat batalyon
untuk membebaskan negri Syam dari cengkraman Salibis Romawi. Batalyon
pertama dibawah komando Yazid bin Abi Sofyan yang diutus ke kota
Damaskus. Batalyon kedua dibawah komando Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang
diutus ke kota Homs. Selanjutnya pasukan ketiga yang dipimpin oleh Amru
bin ‘Ash ke Palestina. Dan yang terakhir adalah pasukan yang dipimpin
oleh Syurahbil bin Hasanah.
Pada tahun 15 H seorang sahabat
yang menjadi komandan ekspansi, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, mengepung
Baitul Maqdis kemudian mengirimkan pesan kepada penduduknya yang
berisikan:
“Bismillahirrahmanirrahim, dari Abu Ubaidah bin
Al-Jarrah kepada pemimpin dan warga kota Iliya, keselamatan atas
orang-orang yang mengikuti petunjuk dan beriman kepada Allah dan Rasul,
amma ba’du. Sesungguhnya aku mengajak kalian kepada syahadat (Laa ilaaha
illallah Muhammad Rasulullah), bahwa kiamat akan tiba, dan Allah
membangkitkan penghuni kubur. Jika kalian bersaksi atas itu, maka
haramlah bagi kami darah dan harta kalian. Dan kalian adalah saudara
kami. Jika kalian menolak, maka bersedialah untuk membayar pajak. Jika
kalian tetap menolak, maka aku akan berangkat bersama suatu kaum yang
amat mencintai kematian melebihi cinta kalian menenggak khamer dan
memakan daging babi. Kemudian aku tidak akan kembali dari kalian, insya
Allah, hingga aku membunuh pasukan kalian dan menawan anak-anak kalian”.
Sahabat Rasulullah telah berhasil mengembalikan Baitul Maqdis,
Palestina dan negri-negri Syam ke pangkuan Islam setelah melewati Jihad
selama 7 tahun. Epiode perang Salib berlanjut pada Abad 6 Hijriah,
dimana keluarga Zanki (Imaduddin Zanki, Saifuddin Ghazi, Nuruddin Mahmud
Zanki) dan Al-Ayyub berusaha keras dengan jihad mereka melawan Salibis
dan mengembalikan negri Syam, khususnya Baitul Maqdis ke pangkuan kaum
muslimin .
Pada tahu 539 H/1144 M, Imaduddin Zanki berhasil
mengembalikan Roha dan benteng-benteng lainnya setelah melawan Eropa.
Tahun 541 H Imaduddin mengepung benteng Ja’bar dan gugur pada waktu iu.
Kedua putranya, Saifuddin Ghazi dan Nuruddin Mahmud, melanjutkan
perjalanan jihad sang ayah dalam rangka membebaskan Baitul Maqdis dari
tangan penjajah salibis Eropa. Pada tahun 542 H Nuruddin Mahmud Zanki
mampu mengembalikan beberapa daerah dari tangan barat. Hingga akhirnya
Shalahuddin mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan ummat Islam
tanggal 27 Rajab 583 H yang sebelumnya berada ditangan salibis Eropa 92
tahun. Dan pada tanggal 4 Sya’ban 583 H, 8 hari setelah penaklukkan,
kaum muslimin menggelar shalat Jum’at untuk pertama kali di Baitul
Maqdis setelah salib-salib yang berada di Baitul Maqdis dihancurkan.
Episode selanjutnya juga memuat cerita perang Salib yang meruntuhkan
daulah Islam di Andalusia pada tahun1492 M hingga akhirnya Paus membagi
negri Andalusia menjadi dua, Potugal dan Spanyol.
Hal yang sama
juga dialami oleh ummat Islam saat lahan Daulah Utsmaniyyah dibagi pada
penjanjian Sykes Picot tahun 1916 M, dimana seorang Jendral Inggris,
Allenby, berkata saat memasuki wilayah Al-Quds :”Sekarang perang Salib
telah berakhir”.
Begitupula dengan seorang Jendral Perancis
saat memasuki Damaskus 1920 M, ia menuju ke makam Shalahuddin Al-Ayyubi
dan meletakkan kakinya diatas makam beliau seraya berkata:”Kami telah
kembali wahai Saladin” yang menunjukkan kedengkian yang terpendam dalam
hati salibis terhadap komandan perang Hittin.
Abad 21 tiba.
Pasca runtuhnya simbol kebanggaan dan keangkuhan Amerika, WTC, beberapa
minggu kemudian presiden AS, George W Bush, dalam jumpa pers mengatakan
bahwa ini adalah perang Salib. Statemen serupa juga dilontarkan oleh
perdana menteri Inggris, Tony Blair, yang menguatkan bahwa perang
melawan terorisme adalah perang Salib. Pejabat-pejabat Eropa juga tidak
ketinggalan mengomentari bahwa perang besar antara dua kubu adalah
perang Salib. Meskipun sebagian dari mereka tampil dihadapan publik dan
beralasan bahwa hal tersebut tidak disengaja terucap serta kepentingan
mereka jauh dari agama.
Namun fakta tetaplah fakta. Adakah di
dunia ini yang dicap sebagai teroris selain mereka yang beragama Islam
dan memiliki idoelogi perlawanan serta anti terhadap Israel dan
sekutunya. Dimanakah stempel teroris saat Israel mengagresi dan
membombardir Gaza dengan senjata Fosfor yang dapat mengakibatkan kanker
kulit dan meluluhlantakkan pemukiman, kantor, rumah sakit dan aset
lainnya.
Maka jelas lah bahwa ini perang salib babak baru
dengan Yahudi sebagai mayor dan Amerika sebagai komandan perang
membawahi negara-negara sekutu atau popular dikalangan pergerakan Islam
dengan nama perang zionis salibis. Syaikh Usamah dalam wawancara dengan
wartawan Al-Jazeera, Taisir, juga menegaskan bahwa ini adalah perang
salib.
“Apa urusannya Jepang yang membuat dia ikut campur dalam
perang ini yang sulit dan hebat dalam masalah penganiayaan anak-anak di
Palestiana. Jepang sama sekali tidak masuk dalam perhitungan ini, maka
hendaklah Negara ini mengintrospeksi diri.
Apa urusannya
Australia yang berada di ujung selatan dan kondisi orang-orang lemah di
Afghanistan dan Palestina. Apa urusannya Jerman dengan perang ini
kecuali kekufuran dan salibisme. Ia adalah perang yang berulang
sebagaimana perang-perang terdahulu, Richard Leon, Barbarusa dari Jerman
dan Luwis dari Perancis. Dimana ketika genderang perang ditabuh, mereka
berbondong-bondong bersatu untuk mmerangi ummat Islam.
Begitupula dengan hari ini, mereka bersegera untuk menyambut perang
salib pada hari dimana Bush mengangkat panji salib. Apa urusannya
Negara-negara Arab dalam perang salib ini dan masuk didalamnya siang dan
malam. Mereka telah rela dengan putusan Salib” tegas petinggi Al-Qaeda
kelahiran 1957.
Yahudi dan Amerika tidak mungkin bisa
menghadapi ummat Islam ketika mereka bersatu dalam barisan jihad. Maka,
metode yang tepat untuk menghadapi kaum muslimin adalah dengan teknik
belah bambu yaitu dengan mendukung yang satu dan menjatuhkan yang lain.
Perang yang ditabuh pun tidak berslogan “Perang melawan Islam” melainkan
atas nama perang melawan terorisme global.
“Dia (Bush) tidak
sekedar berbicara dengan jurnalis, melainkan keluar kehadapan masyarakat
dunia seluruhnya untuk mengatakan dengan jelas bahwasanya perang ini
adalah perang salib. Dia berucap dengan kalimat ini dihadapan seluruh
masyarakat dunia untuk menegaskan hakikat ini. Maka kemanakah mereka
yang menganggap bahwa ini adalah perang melawan terorisme? Dan
terrorisme macam apa yang mereka maksudkan di waktu ummat dibunuh selama
puluhan tahun, sedangkan kami tidak mendengarkan suara mereka dan tidak
ada yang bergerak untuk menolong. Jika korban bangkit untuk membalaskan
darah anak-anak yang gugur di Palestina, Irak, Sudan selatan dan
Somalia, Kashmir dan Filipina, ulama penguasa dan orang-orang munafik
bangkit untuk membela kekufuran yang nyata ” tegas Syaikh bin Ladin
dalam pernyataan di acara Al-Jazeera Exclusive.
Al-Qaeda Menginspirasi Rakyat Arab untuk Melawan Rezim Yang menjadi Antek Salibis AS
Meledaknya gerakan rakyat Arab dalam rangka revolusi mengganti penguasa
dan sistem yang selama ini membelenggu mereka karena menjadi
perpanjangan tangan Amerika di negri mereka.
Gelombang tersebut
tidak serta merta muncul dengan sendiri. Gerakan perlawanan terhadap
rezim Arab pertama kali telah diusung oleh Al-Qaeda beberapa tahun
sebelumnya saat penguasa di Iraq, Saudi, Palestina, Mesir dan lain-lain
menjalin hubungan yang ‘tidak wajar’ dengan Amerika Serikat. Tokoh Dai
Muslim London, Ustadz Yasir, juga mengatakan bahwa wacana dan gerakan
revolusi Arab digelar karean terinspirasi oleh perlawanan Al-Qaeda yang
menekan pemerintah untuk tidak bersekutu dengan Yahudi dan AS.
Pemimpin-pemipin Al-Qaeda, terutama Syaikh Usamah, dalam rekaman-rekaman
ceramah memperingatkan rezim tersebut agar tidak menjadi sekutu bagi
Amerika Serikat. Diantaranya pernyataan Syaikh Usamah saat diwawancarai
oleh wartawan Al-Jazeera, Taisir, mengenai Negara yang ikut dalam
barisan perang melawan ‘terorisme’ dengan menjadi sekutu Amerika,
penyokong Israel:
“Negara mana saja yang berdiri di barisan
Yahudi (membantu mereka), maka janganlah mencela siapapun kecuali
dirinya sendiri” Tegas Syaikh berdarah Yaman.
Saat masyarakat
Arab mengikuti langkah perlawanan terhadap rezim yang berkuasa dibawah
kendali Amerika dan Israel, pemimpin-pemimpin Al-Qaeda pun tampil dengan
wejangan-wejangan dalam rekaman video mendukung revolusi masyarakat
Arab. Para masyayekh menekankan bahwa mereka juga harus berkomitmen
untuk menegakkan syari’at Islam, karena disitulah terdapat kekuatan
Islam dan nanti akan menjadi langkah selanjutnya untuk membebaskan
Al-Aqsha.
Berikut adalah petikan dari ceramah Syaikh Usamah
dalam rangka mengobarkan semangat para pemuda pengusung revolusi pada
tahun 2011
“Mereka berbondong-bondong ke Tahrir Square di Kairo
sambil menyalakan kobaran semangat untuk menumbangkan rezim tiran.
Berdiri tegak dihadapan wajah kebatilan dan mengangkat kepalan mereka
untuk melawannya. Tentara rezim pun tidak bisa membendung. Mereka
bersumpah dan mengokohkan sumpah mereka. Maka terpancarlah semangat
tinggi, penolong-penolong datang dan rovolusi pun dibentangkan. Dan jika
demikian para pengusung revolusi diseluruh penjuru, bersegera untuk
melakukannya dan tidak menunggu perundingan, maka tidak ada komproni
antara pengusung kebenaran dan penyesat. Sekali-kali tidak.
Dan
ingatlah ketika Allah telah memberikan kalian karunia pada hari sebelum
hari-hari ini… Wahai putra Islam, dihadapan kalian telah terbentang
jalan yang berbahaya dan kesempatan bersejarah yang langka lagi berharga
untuk kebangkitan ummat serta membebaskan diri dari menyembah
kepentingan para penguasa dan hukum-hukum positif dan juga dari
cengkraman barat. Maka termasuk dosa dan kejahilan yang besar kalau
mensia-siakan kesempatan besar ini yang ditunggu-tunggu oleh ummat
selama beberapa dekade. Maka berdayakanlah dan hancurkan berhala-berhala
(system yang memperbudak kalian.red) serta tegakkanlah keadilan dan
keimanan.
Dan pada kesempatan ini, aku mengingatkan orang-orang
tulus bahwa pembentukan majlis opini dan musyawarah bangsa muslim untuk
berbagai wacana yang penting adalah kewajiban syar’i ”
Agenda Penaklukan Negara-Negara yang diduduki Musuh Menuju Pembebasan Palestina
Negara-negara muslim pada hakikatnya memiliki peran penting dalm
pembebasan Palestina jika memang benar-benar berupaya untuk menegakkan
sendi-sendi hukum dan kebijakan yang bebas dari intervensi luar, apalagi
intervensi masuk ke ranah system yang pada hakikatnya menjadikan Negara
tersebut sebagai remote bagi Amerika dan barat.
Dahulu pada
era Khilafah Rasyidah, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim pasukan ekspansi
ke negri-negri Syam melawan antek-antek salibis Romawi dari
kabilah-kabilah Arab untuk membebaskan Baitul Maqdis. Kemudian
dilanjutkan oleh Umar bin Khattab.
Begitupula dengan keluarga
Zanki, Nuruddin Zanki dan Saifuddin Ghazi memberikan pelajaran kepada
sekutu salibis Eropa, Mujiruddin dan Mu’inuddin, dan menguasai Damaskus
dan Mesir sebagai jalan pembuka untuk membebaskan Baitul Maqdis.
Shalahuddin juga demikian. Beliau memerangi oknum dipemerintahan
Fatimiah Mesir kemudian mengambil alih Mesir serta mengganti
pejabat-pejabatnya dengan ulama Ahlussunnah. Diantaranya adalah
menjadikan Shadruddin Abdul Malik bin Darbas Al-Maridani Asy-Syafi’i.
Demikian juga dengan strategi Al-Qaeda yang berusaha untuk melawan
rezim yang menguasai negri-negri kaum muslimin. Mulai dari Afghanistan,
Pakistan, Irak, Yaman dan Somalia.
Menjadikan Satu Tempat Sebagai Titik Tolak
Dalam catatan sejarah, pembebasan Palestina atau Baitul Maqdis bermula
dari penaklukan daerah sekitarnya atau wilayah yang memiliki kekuatan
besar sebagai daya dobrak dan mobilisasi ummat untuk menaklukkan Baitul
Maqdis.
Pada masa Nuruddin Mahmud Zanki dan Shalahuddin, Mesir
yang dijadikan sebagai tempat titik tolak (munthalaq) dan tumpuan power
untuk menaklukkan negri Syam..
Al-Qaeda pun memiliki strategi
yang sama. Namun, tempat yang dijadikan sebagai titik tolak adalah Irak.
Usamah bin Ladin dalam sebuah ceramah yang berjudul ‘Khutuwat
‘Amaliyyah li tahrir Filisthin’ (Practical Steps to Liberate Palestine)
pada bulan Rabi’ul awwal 1430 H bertepatan dengan Maret tahun 2009
menekankan Irak sebagai zona titik tolak, berikut petikan dari ceramah
beliau
“Dan berdasarkan apa yang telah dipaparkan (yaitu
setelah mengetahui Palestina dijajah dari dalam oleh penguasa Palestina
dan Mesir yang bersahabat dengan Israel dan mengorbankan rakyat
Palestina), maka haruslah mencari negri yang berada diluar yang mapan.
Dimana mujahidin bisa bergerak penuh dari situ untuk membuka perbatasan
dengan kekuatan, agar kita bisa mencapai saudara-saudara kita disekitar
Al-Aqsha yang diberkahi. Dan kesempatan emas lagi terbatas ini buat
orang-orang ikhlas dalam kemauan mereka untuk membebaskan Al-Aqsha
adalah mendukung mujahidin di Irak dengan apa yang mereka butuhkan agar
mereka mampu membebaaskan Mesopotamia.
Kemudian bertolak ke
Yordania, dimana ia medan fron yang lebih baik dan luas. Sebagian
penduduknya adalah dari warga Palestina yang diungsikan tahun lalu. Dan
dari Yordan, langkah selanjutnya bertolak ke tepi barat dan sekitar
serta membuka perbatasan dengan sekuat tenaga untuk melengkapi
pilar-pilar yang kurang agar tercapai pembebasan Palestina seluruhnya”
papar Syaikh Usamah bin Muhammad bin Ladin.
Pergerakan Al-Qaeda
begitu cepat, meski Irak dijadikan sebagai titik tolak, sekarang yang
menjadi pusat perhatian adalah Yaman dan Somalia. Mujahidin Somalia dan
Yaman telah berhasil mengusung kekuatan di negaranya. Al-Qaeda Yaman
atau semenanjung Arab telah menguasai hampir seluruh wilayah selatan dan
sebagia utara Yaman. Mereka pun didukung oleh banyak kabilah-kabilah.
Memperbaiki Kondisi Interen Kaum Muslimin
Jika kita mau optimal untuk melakukan perlawanan terhadap musuh, maka
kita harus mempersiapkan diri kita dengan matang. Mana mungkin mau
melawan musuh sementara kita cacat atau cedera.
Kita harus
melihat kondisi diri, berbenah, menutupi yang kurang dan melangkah. Hal
ini tidak luput dari perhatian Shalahuddin ketika mengambil alih Mesir.
Beliau membangun Mesir dari dalam dan memperhatikan kesejahteraan rakyat
Mesir. Beliau meniadakan pajak yang selama ini dibebankan kepada mereka
pada masa dinasti Ubaidiyyah atau Fatimiah.
Saat masyarakat
mapan dan merasa nyaman, maka mudah untuk dimobilisasi. Paling tidak
dukungan moril ada. Inilah yang dilakukan Al-Qaeda setelah mengambil
alih dan menguasai suatu daerah.
Kita bisa melihat Irak, saat
mereka menguasai berbagai propinsi di Irak (tentu saja masih harus
berbenturan dengan tentara AS dan pemerintahan), mereka membangun
supremasi mahkamah syari’at. Segala perselisihan warga diselesaikan
disana.
Dibidang pelayanan masyarakat pun mereka penuhi. Hingga
rakyat Palestina pun merasakan hal tersebut. Di daerah kawasan Daulah
Islam Irak, yang dikepalai Amir pertama Abu Umar Al-Baghdadi (sekarang
Abu Bakar Al-Qurasy), mereka membangun kamp-kamp tempat tinggal
pengungsi untuk rakyat Palestina yang berhijirah. Jadi seruan mereka dan
apa yang mereka janjikan untuk ummat Palestina bukan sekedar isapan
jempol tanpa ada pembuktian.
Dari Irak kita berpindah ke
Somalia. Disana pun pejuang Al-Qaeda (yang memiliki nama Al-Shabab)
berusaha keras berkhidmat untuk ummat Islam. Berbagai bantuan sandang
pangan mereka berikan kepada ribuan KK di berbagai daerah Somalia (kita
bisa melihat dokumentasi yang dipublikasikan oleh forum-forum mereka di
dunia maya). Rabu tanggal 21 Desember 2011 Pemerintahan Al-Shabab
membagi-bagikan sejumlah bantuan kepada ribuan warga yang membutuhkan di
puluhan daerah di wilayah Islam Bay dan Bakool. Bantuan yang telah
dibagikan terdiri dari beras, minyak goreng dan kacang-kacangan yang
didistribusikan ke lebih dari 6.000 keluarga.
Tidak hanya
disitu pelayanan mereka, dibidang kesehatan pun mereka berkontribusi.
Dengan disponsori oleh kantor zakat gerakan Al-Shabab, pada hari senin
21 Rabi’ul Awwal di kota Baidoa, pejuang Al-Shabab membuka secara resmi
rumah sakit khusus untuk merawat orang yang cacat mental dan terlantar
serta orang-orang yang tidak punya keluarga lagi. Acara peresmian
tersebut dihadiri oleh para pemimpin, tokoh, pedagang, ulama dan da’i
yang termasuk dari pejabat wilayah.
Dan masih banyak lagi upaya
Al-Shabab untuk memperbaiki kondisi interen ummat Islam didaerah
kekuasaan mereka. Apakah Cuma di Somalia mereka demikian? Al-Qaeda Yaman
pun melakukan hal yang sama. Setelah menduplikatkan gerakan menjadi
Anshar Al-Shariah, mereka bekerja keras untuk melayani warga yang berada
dibawah wilayah kekuasaan mereka.
Melalui putusan mahkamah
syari’ah, Al-Qaeda membebaskan nelayan Syuqrah dari pajak yang selama
rezim Ali Saleh melilit leher mereka. Peniadaan pajak juga sama
diterapkan kepada Pabrik semen di Batis. Bahkan Al-Qaeda memberdayakan
pemuda-pemuda setempat untuk menjadi karyawan pabrik tersebut yang
sebelumnya didominasi warga asing.
Dan masih banyak lagi
prestasi Al-Qaeda Somalia dan Yaman dalam rangka membangun ummat Islam
yang berada di bawah kekuasaan mereka. Warga pun merasakan ketentraman
dan aman. Tidak ada yang ditakuti mereka kecuali serangan dari pesawat
tanpa awak milik AS dan juga serangan tentara sekutu AS baik di Yaman
maupun Somalia.
Al-Qaeda Mengingatkan Penguasa Negeri Muslim Agar Tidak Menjadi Penghalang Pembebasan Al-Aqsha
Pada tahun 90an, ketika Syaikh Usamah berada dibawah pengawasan
pemerintah Saudi dan tidak bisa melakukan perjalanan luar negri. Pada
saat itu beliau menyampaikan pesan lewat rekaman dan tulisan yang
memperingatkan warga Saudi akan bahaya rezim sosialis Irak. Beliau
menegaskan bahwa pemerintah ini memiliki agenda untuk mengagresi Negara
Teluk. Beliau juga memprediksikan bahwa Saddam Hussein akan menyerang
Kuwait. Hal ini telah disampaikan kepada wakil menteri dalam negri,
Ahmad bin Abdul Aziz.
Maka, ketika melihat analisa Syaikh
Usamah, menteri dalam negeri Nayef bin Abdul Aziz mengundang beliau
dalam suatu pertemuan. Nayef memperhitungkan betul apa yang
diprediksikan Syaikh Usamah.
Beliau kembali menulis risalah
untuk Nayef , saat Saddam Hussein mengagresi Kuwait pada bulan Agustus
1990, menawarkan opsi untuk membentuk pasukan dari kalangan mujahidin
dari berbagai penjuru, diantaranya mujahidin Arab Afghan yang berada
dibawah komando beliau, dalam rangka mempertahankan Kuwait dan kerajaan
Saudi Arabia. Beliau memprediksikan sanggup untuk mengumpulkan seratus
ribu pasukan.
Tapi beliau sangat terpukul saat pemerintah Saudi
memutuskan untuk mendatangkan pasukan Amerika ke jazirah Arab untuk
mempertahankan Kuwait dan pemerintah. Beliau sangat mengkhawatirkan
kedatangan pasukan AS ke Jazirah Arab akan berunjung dengan penjajahan
dengan dominasi mereka atas pemerintah Negara muslim.
Melihat
fenomena ini, beliau menegur kebijakan yang diambil oleh pemerintah
Saudi dan menasehati ulamanya agar memberikan peringatan atas langkah
yang diambil. Pemerintah Saudi tetap pada pendiriannya dan akhirnya
membuahkan perseteruan antara Al-Qaeda dan pemerintah.
Hal
serupa dilakukan oleh pemimpin Islam, Nuruddin Mahmud Zanki, yang
menegur penguasa Damaskus, Mujiruddin, yang lebih memilih Eropa
dibandingkan pasukan Nuruddin untuk menjaga Damaskus. Padahal nyata
bahwa salibis Eropa ingin menguasai negeri Syam, terutama Baitul Maqdis.
Pada tahun 549 H, Nuruddin Mahmud mengirimkan pesan untuk Mujiruddin
yang berisi:
“Aku tidak bermaksud dengan kedatanganku ke negeri
ini (Damaskus) untuk memerangi kalian. Akan tetapi yang membuatku
datang kemari adalah pengaduan kaum muslimin bahwasanya para petani
diambil hartanya dan isteri anaknya dibunuh oleh salibis Eropa sedangkan
mereka tidak ada yang menolong mereka. Maka atas karunia kekuatan dan
kemampuan yang Allah berikan kepadaku, aku berangkat untuk menolong
mereka dan memerangi orang-orang musyrik. Dan tidak pantas bagiku untuk
duduk diam tidak membantu mereka.
Karena aku tahu kalian lemah
menjaga harta kalian dan membelanya yang menjadikan kalian meminta
bantuan kepada Eropa untuk memerangi aku. Kalian menguras harta
orang-orang lemah dan miskin secara zalim. Dan ini adalah perkara yang
tidak diridhai Allah Ta’ala dan tidak pula seorang muslim”
Penutupan
Apa yang kami paparkan adalah sekilas tentang fakta sebuah tanzim
internasional yang kontroversial, Al-Qaeda. Tidak ada nama yang lebih
mengganggu pikiran Amerika dan sekutunya selain nama ini. Berapa milyar
aset digelontorkan oleh AS untuk memerangi gerakan ini. Itu belum
seberapa ketika kita melihat nyawa dari tentara Amerika yang melayang di
Afghanistan, Irak, Somalia dan Yaman.
Kita pun menyadari bahwa
kelompok bersenjata ini tidak mendapatkan tempat di hati sebagian kaum
muslimin saat mereka disetir oleh oponi barat dan dijejali proyek “Anti
Terorisme Global”. Belum lagi keterbatasan info yang mereka dapatkan
tentang apa yang terjadi dilapangan dan wajah utuh dari Al-Qaeda. Mereka
pun hanya mendapatkan fotokopian hasil rekaan Amerika tentang gambaran
Al-Qaeda.
Semenjak peristiwa 11 September, Al-Qaeda menjadi
bahan pembicaraan. Di sini tidak akan membahas mendalam tentang
bagaimana mereka melakukan penyerangan, keabsahan operasi itu dari
mereka, hukum meledakkan diri dengan menceburkan diri ke barisan musuh,
hukum memerangi penguasa Arab dan hal-hal yang berkaitan dengan status
hukum syar’i atas operasi yang mereka lakukan. Mereka punya pandangan
tentang hukum syar’i dan strategi yang tidak cukup untuk dibahas dalam
tulisan sederhana ini.
Disamping itu, tidak sedikit yang
mengagumi rotasi pergerakan dari Al-Qaeda. Mengapa demikian? Karena
mereka memahami fakta dan data lapangan. Apa yang telah kami paparkan
adalah segilintir saja dari data obyektif yang masih perlu pendalaman.
Dr Abdul Baari Atwan, seorang jurnalis dan redaktur harian Al-Quds
Al-‘Araby, adalah salah satu contoh. Beliau telah berjumpa dengan Syaikh
Usamah (Syaikh Usamah kagum dengan tulisan-tulisan beliau dan berpesan
kapada kurir beliau bahwa beliau ingin bertemu Atwan) dan mengeruk info
dari beliau mulai dari perjalanan hidup sampai misi Al-Qaeda hingga
Atwan menulis buku yang berjudul “Al-Qa’idah At-Tanzhim As-Sirri”
(Al-Qaeda Gerakan Rahasia). Bahkan dihadapan publik, ketika diwawancarai
secara live di tv Yemen, beliau mengatakan bahwa kita harus memberikan
kredit kepada Tanzim ini karena melihat usaha mereka yang memperjuangkan
Islam dan nasib ummat Islam dengan melawan Yahudi, AS dan sekutu mereka
dari rezim-rezim timur tengah.
Kepergian pemimpin tertinggi
Al-Qaeda, Syaikh Usamah bin Ladin, pun menjadi kesedihan bagi ummat
Islam. Di berbagai Negara Arab, kaum muslimin berbondong-bondong keluar
ke jalan melakukan aksi protes dan mengutuk serangan pasukan khusus AS,
Navy Seal, ke kediaman beliau pada tanggal 2 Mei 2011 di kota Abottabat,
Pakistan.
Gerakan Salafi Jihadi Palestina pun menggelar aksi
serupa dari siang hingga malam yang dokumentasinya dirilis oleh Media
Centre Al-Yaqin dengan judul aksi kemarahan rakyat Gaza sebagai
penolokan atas pembunuhan Syaikh Usamah bin Ladin -rahimahullah-. Dalam
aksi tersebut Syaikh Munir Al-‘Ayidi mengatakan “Orang inilah yang
mengomandoi perlawanan jihad global melawan Amerika dan sekutunya dari
salibis, maka beliau pantas untuk digelari Imam zaman iini… Ketika
zamannya Imam Ahmad bin Hanbal, beliau sabar atas fitnah golongan yang
menyebarkan faham Al-Qur’an adalah makhhluk, maka ulama pada zamannya
mengatakan kami dahulu mengetahui seseorang itu mukmin atau munafik
dengan kecintaannya kepada Imam Ahmad bin Hanbal. Maka pada hari kami
katakana juga bahwa seseorang bisa diketahui keimanannya dan
kemunafikannya dengan kecintaannya kepada Usamah bin Ladin”. Ummat Islam
Pakistan dan Afghanistan tidak kalah marah ketika mengetahui hal
tersebut. Ini menunjukkan betapa mereka merasakan kehadiran dan sepak
terjang Al-Qaeda.
Segala aspek menjadi sorotan Al-Qaeda dalam
upaya pembebasan Palestina, mulai dari lisan (memberikan pencerahan
kepada ummat tentang hakikat perang melawan AS dan Israel serta yang
memberikan kontribusi mempermudah langkah AS dan Israel memnjajah
Palestina), tulisan (baik melalui media elektronik maupun media cetak)
hingga kekuatan militer. Sehingga ummat bisa bersinergi dan bahu membahu
untuk membebaskan Palestina dari cengkraman salibis zionis.
Oleh Abdurrahman Hamidan.