Kamis, 08 Desember 2011

Atap yang Terpelihara

Dalam Al Qur’an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya.” (Al Qur’an, 21:32)
Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, – seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius – tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. (http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur’an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.
Sumber:
Harun Yahya. Keajaiban Qur’an

Tiga Tahapan Bayi Dalam Rahim Diceritakan Qur’an

Dalam Al Qur’an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.
“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:
Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan.
- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.
- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur’an dengan cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat diberikan dalam Al Qur’an pada saat orang memiliki sedikit sekali informasi di bidang kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.
Sumber :
Harun Yahya. Keajaiban Qur’an.

Nikah Sirri Yang Haram

Nikah Sirri nampaknya telah menjadi topik pembicaraan hangat di Indonesia. Sebab nikah sirri dianggap sering merugikan wanita dan menjadi cara untuk selingkuh (pernikahan yang tidak diketahui istri yang sudah ada). Di Indonesia, nikah sirri dipopulerkan oleh masyarakat dengan berbagai istilah, antara lain dengan kawin bawah tangan, kawin diam-diam, kawin rahasia, kawin lari, kawin sirri atau nikah sirri. Namun seperti apa nikah sirri itu sebenarnya? Apakah memang halal? Dan apa batasan atau apa saja syarat-syaratnya?
Banyak alasan mengapa seseorang melakukan nikah sirri. Alasan tersebut antara lain:
Pertama, karena sudah bertunangan. Dari pada berselingkuh sepanjangan, lebih baik melakukan nikah sirri untuk menghindari perbuatan zina.
Kedua, untuk menghemat ongkos karena tidak memiliki biaya.
Ketiga, karena calon isteri terlanjur hamil di luar nikah.
Keempat, untuk menghapus jejak, agar tidak diketahui oleh isteri pertama.
Kelima, untuk menghindari hukuman administratif yang akan dijatuhkan oleh atasan, bagi mereka yang PNS atau anggota TNI/Polri yang melakukan perkawinan untuk yang kedua kalinya.
Dikalangan umat Islam nikah sirri biasanya terjadi dalam dua bentuk :
1. Akad nikah itu tidak didaftarkan dan dicatatkan ke KUA oleh kedua calon pengantin atau orangtuanya. Tetapi dalam pelaksanaan prosesi nikah, tetap meniti dan mempedomani hukum munakahat dalam Islam; yakni ada dua mempelai, ada wali nasab yang menikahkan, ijab dan qobul, mahar dan dua saksi. Nikah seperti ini adalah sah menurut agama, walaupun tidak dicatat di KUA
2. Kedua, nikah dilakukan tanpa menghadirkan wali karena wali nasab tidak diberitahu, atau wali nasab tidak dihadirkan karena takut tidak memberi ijin dan persetujuan, atau wali nasab ‘adhol (enggan) untuk menikahkan. Nikah jenis ini adalah tidak sah menurut agama.
Dengan melihat prakteknya sebagaiman diatas, maka nikah sirri dapat sah atau dapat juga tidak sah (HARAM) tergantung apakah terpenuhi hukum munahakatnyaNamunmasih ada juga yang menghalalkan pernikahan sirri tipe yang kedua dengan alasan dalam Islam nikah sirri adalah sah. Sungguh aneh,pernikahan seperti inilah yang HARAM dan harus diberantas tuntas.
Mengenai Wali Nikah, maka hurumnya WAJIB. Dalil-dalilnya:
1. Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”.
Derajat hadis ini adalah SHAHIH. Diriwayatkan Abu Dawud 2083, Tirmidzi 1102, Ibnu Majah 1879, ad-Darimi 2/137, Ahmad 6/47, 165, Syafi’I 1543, Ibnu Abi Syaibah 4/128, Abdur Razzaq 10472, ath-Thayyalisi 1463, ath-Thahawi 2/4, Ibnu Hibban 1248, ad-Daraquthni 381, Ibnu Jarud 700, al-Hakim 2/168, al-Baihaqi 7/105, al-Baghawi dalam Syarh Sunnah 9/39 dari beberapa jalur yang banyak sekali dari Ibnu Juraij dari Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Nabi.
2. Dari Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”.
Derajat hadis ini adalah SHAHIH. Diriwayatkan Abu Dawud 2085, Tirmidzi 1/203, Ibnu Majah 1/580, Darimi 2/137, ath-Thahawi 2/5, Ibnu Abi Syaibah 4/131, Ibnul Jarud 702, Ibnu Hibban 1243, Daraquthni 38, al-Hakim 2/170, Baihaqi 7.107, Ahmad 4/393, 413, al-Baghawi dalam Syarh Sunnah 9/38 dari jalur Abu Ishaq as-Sabi’I dari Abu Burdah dari Abu Musa al-Asy’ari secara marfu’ (sampai kepada Nabi).
Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Tidak diragukan lagi oleh seorangpun yang menggeluti ilmu hadits bahwa hadits “Tidak sah pernikahan tanpa wali” adalah hadits yang shahih dengan sanad-sanad yang hampir mencapai derajat mutawatir ma’nawi yang pasti maknanya..
Mengenai wajib adanya SAKSI, dalil-dalilnya:
1. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘Anha berkata: bahwa rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam bersabda: tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil. Dan dalam lafdz yang lain dengan penambahan. dan pernikahan yang menyelisihi cara ini tidak sah, jika terjadi perselisihan diantara keduanya, maka penguasalah (pemerintah) yang menjadi wali bagi mereka yang tidak memiliki wali (H.R. ad-Daruquthni)
2. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘Anhu berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil dan dengan mahar sedikit ataupun banyak. (H.R. Thabroni)
Dari ‘Aisyah RA. Berkata: bersabda rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam: dalam pernikahan harus ada empat hal wali, calon suami, dua orang saksi. (H.R. Daruquthni)
3. Dan diriwayatkan bahwa Umar bin khattab RA. Dihadapkan kepadanya perihal nikah dimana tidak ada yang menyaksikan kecuali, seorang laki dan seorang perempuan (kedua mempelai) lalu ia berkata ini adalah nikah sirri dan aku tidak membolehkannya, dan jikalau aku mengetahui hal ini niscaya akan aku cambuk (H.R. Imam Malik dalam Muwattho’)
Di Indonesia, nampaknya permasalahan nikah Sirri menghasilkan dua kubu permikiran yaitu kubu MUI yang menghalalkan nikah sirri dan pemerintah dengan RUU pernikahannya yang mengharamkan nikah sirri. Sebenarnya, masalah ini dapat dicari alternatif solusinya. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Dengan pencatatan ini tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti yang dapat berguna di hadapan majelis peradilan misalnya ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.NAMUN, Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah Sirri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.
Walaupun demikian, bila kita mengaku muslim sejati yang mengikuti Sunnah Rasulullah, sebaiknya kita menjauhi pernikahan sirri (tidak diumumkan). Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda;
“Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[Hadis Shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim]
“Ketika Ali (Ali Bin Abi Thalib) meminang Fatimah (binti Muhammad Rasulullah) r.a, maka Rasulullah SAW bersabda: “Perkawinan (dalam riwayat lain kedua mempelai) harus mengadakan pesta perkawinan (walimah). Selanjutnya Sa’ad berkata : Saya akan menyumbang seekor kambing.Yang lain menyahut:”Saya akan menyumbangkan gandum sekian..sekian”. Dalam riwayat lain:”Maka terkumpullah dari kelompok kaum Anshor sekian gandum.” (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
“Umumkanlah pernikahan!” (H.R. An-Nasai dan At-Tirmidzi, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Adabuz Zifaf)
Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.
KESIMPULAN:
1. Nikah Sirri HARAM bila tidak memenuhi hukum-hukum pernikahannya, yaitu ada dua mempelai, ada wali nasab yang menikahkan, ijab dan qobul, mahar dan dua saksi.
2. Negara tidak boleh mengharamkan nikah sirri yang halal yaitu yang memenuhi hukum-hukum pernikahannya.
3. Bila kita mengakuti muslim sejati yang mengikuti Sunnah Rasulullah maka kita harus mengumumkan pernikahan itu sendiri (dengan mengadakan walimatul ursy).

Apakah Al-Qur’an Terjaga Keasliannya?

Bagi saya selaku umat islam, saya sangat meyakini bahwa Al-Qur’an kitab suci kami terjaga keasliannya. Keasliannya Al-Qur’an ini dijamin sendiri oleh Allah dalam firmanNya :
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu  sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. (Qur’an Surat Al-An’am ayat 115)
Sesungguhnya  Kami-lah yang  menurunkan  Al  Qur’an,  dan sesungguhnya Kami benar-benar  memeliharanya. (Qur’an Surat Al-Hijr ayat 9)
Namun, dapatkah kita berargumen bahwa Al-Qur’an terjaga atau terpelihara keasliannya hanya dengan berargumen ayat-ayat diatas? Kan mungkin saja ayat-ayat tersebut dibuat oleh manusia, jadi belum tentu Al-Qur’an terjaga keasliannya. Untuk menjawab permasalahan ini, marilah kita telusuri sejarah teks Al-Qur’an sehingga kita akan meyakini dengan benar bahwa Allah menjaga keaslian Al-Qur’an.
Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ayat Al-Qur’an sudah mulai ditulis. Para sahabat Nabi pun banyak yang khatam (hapal) Al-Qur’an, dan kebiasaan untuk menghapal Al-Qur’an itu terwarisi sehingga banyak orang-orang yang hapal seluruh teks Al-Qur’an (Hafiz Qur’an) hingga saat ini. Pada saat penulisan Al-Qur’an pun Nabi selalu mengecek kembali apakah benar yang dituliskan sahabat pada suhuf-suhuf. Nabi pun sering meminta dibacaan ayat Al-Qur’an didepan dirinya.
Sejarah penulisan Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua periode yaitu :
1. Periode Mekkah
Periode ini merupakan periode ketika Nabi Muhammad masih di Mekkah, sebelum hijrah ke Madinah. Periode ini merupakan periode permulaan dakwah beliau.
Suatu hari ‘Umar keluar rumah menenteng pedang terhunus hendak melibas leher Nabi Muhammad. Beberapa sahabat sedang berkumpul dalam sebuah rumah di bukit Safa. Jumlah mereka sekitar empat puluhan termasuk kaum wanita. Di antaranya adalah paman Nabi Muhammad, Hamza, Abu Bakr, ‘All, dan juga lainnya yang tidak pergi berhijrah ke Ethiopia. Nu’aim secara tak sengaja berpapasan dan bertanya ke mana ‘Umar hendak pergi. “Saya hendak menghabisi Muhammad, manusia yang telah membuat orang Quraish khianat terhadap agama nenek moyang dan mereka tercabik-cabik serta ia (Muhammad) mencaci maki tata cara kehidupan, agama, dan tuhan-tuhan kami. Sekarang akan aku libas dia.” “Engkau hanya akan menipu diri sendiri `Umar, katanya.” “Jika engkau menganggap bahwa ban! `Abd Manaf mengizinkanmu menapak di bumi ini hendak memutus nyawa Muhammad, lebih baik pulang temui keluarga anda dan selesaikan permasalahan mereka.” `Umar pulang sambil bertanya-tanya apa yang telah menimpa ke­luarganya. Nu’aim menjawab, “Saudara ipar, keponakan yang bernama Sa`id serta adik perempuanmu telah mengikuti agama baru yang dibawa Nabi Muhammad. Oleh karena itu, akan lebih baik jika anda kembali menghubungi mereka.” `Umar cepat-cepat memburu iparnya di rumah, tempat Khabba sedang membaca Surah Taha dari sepotong tulisan Al-­Qur’an. Saat mereka dengar suara ‘Umar, Khabba lari masuk ke kamar kecil, sedang Fatima mengambil kertas kulit yang bertuliskan Al-Qur’an dan diletakkan di bawah pahanya… (1)
Cerita diatas terjadi saat permulaan dakwah Nabi Muhammad di Makkah. Pada cerita diatas kita ketahui dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada saat itu ayat-ayat Al-Qur’an sudah mulai didokumentasikan (pada kertas kulit).
Kenyataan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an sudah mulai ditulis pada saat di mekkah, pada awal-awal dakwah Nabi juga dicatat oleh Al-Kattani : Sewaktu Rafi` bin Malik al-Ansari menghadiri baiah al-’Aqaba, Nabi Muhammad menyerahkan semua ayat-ayat yang diturunkan pada dasawarsa sebelumnya. Ketika kembali ke Madinah, Rafi` mengumpulkan semua anggota sukunya dan membacakan di depan mereka.(2)
Penulis wahyu pada periode ini antara lain  ‘Abdullah bin Sa’d bin ‘Abi as­Sarh (3,4) dan Khalid bin Sa’id bin al-‘As. Khalid bin Sa’id bin al-‘As pernah mengatakan, “Saya orang pertama yang menulis ‘Bismillah ar-Rahman ar­Rahim’.(5)
2. Periode Madinah
Pada periode Madinah kita memiliki cukup banyak informasi termasuk sejumlah nama, lebih kurang enam puluh lima sahabat yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad bertindak sebagai penulis wahyu. Mereka adalah Abban bin Sa’id, Abu Umama, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Bakr as-Siddiq, Abu Hudhaifa, Abu Sufyan, Abu Salama, Abu ‘Abbas, Ubayy bin Ka’b, al-Arqam, Usaid bin al-Hudair, Aus, Buraida, Bashir, Thabit bin Qais, Ja` far bin Abi Talib, Jahm bin Sa’d, Suhaim, Hatib, Hudhaifa, Husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa’id, Khalid bin al-Walid, az-Zubair bin al-`Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Thabit, Sa’d bin ar-Rabi`, Sa’d bin `Ubada, Sa’id bin Sa`id, Shurahbil bin Hasna, Talha, `Amir bin Fuhaira, `Abbas, `Abdullah bin al-Arqam, `Abdullah bin Abi Bakr, `Abdullah bin Rawaha, `Abdullah bin Zaid, `Abdullah bin Sa’d, ‘Abdullah bin ‘Abdullah, ‘Abdullah bin ‘Amr, ‘Uthman bin ‘Affan, Uqba, al­’Ala bin ‘Uqba, ‘All bin Abi Talib, ‘Umar bin al-Khattab, ‘Amr bin al-’As, Muhammad bin Maslama, Mu’adh bin Jabal, Mu’awiya, Ma’n bin ‘Adi, Mu’aqib bin Mughira, Mundhir, Muhajir, dan Yazid bin Abi Sufyan. (6)
Saat wahyu turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu.(7) Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, la sering kali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun.(8) Sewaktu ayat al-jihad turun, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin Thabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya; ‘Amr bin Um-Maktum al-A’ma duduk menanyakan kepada Nabi Muhammad, “Bagaimana tentang saya? Karena saya sebagai orang yang buta.” Dan kemudian turun ayat, “ghair uli al-darar”(9) (bagi orang­-orang yang bukan catat).[10] . Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.(11)
Setelah Nabi Muhammad Wafat
“Saat Nabi Muhammad wafat, Al-Qur’an masih belum dikumpulkan dalam satuan bentuk buku.“(12)
Di sini kita perlu memperhatikan penggunaan kata ‘pengumpulan’ bukan ‘penulisan’. Sebenarnya, Kitab Al-Qur’an telah ditulis seutuhnya sejak zaman Nabi Muhammad. Hanya saja belum disatukan dan surah-surah yang ada juga masih belum tersusun.”(13)
Kompilasi Al-Qur’an menjadi satu buah buku terjadi pada saat pemerintahan khalifah Abu Bakar.
Zaid melaporkan:
Abu Bakr memanggil saya setelah terjadi peristiwa pertempuran al­Yamama yang menelan korban para sahabat sebagai shuhada. Kami melihat saat ‘Umar ibnul Khattab bersamanya. Abu Bakr mulai berkata,” ‘Umar baru saja tiba menyampaikan pendapat ini, ‘Dalam pertempuran al-Yamama telah menelan korban begitu besar dari para penghafal Al­Qur’an (qurra’), dan kami khawatir hal yang serupa akan terjadi dalam peperangan lain. Sebagai akibat, kemungkinan sebagian Al-Qur’an akan musnah. Oleh karena itu, kami berpendapat agar dikeluarkan perintah pengumpulan semua Al-Qur’an.” Abu Bakr menambahkan, “Saya kata­kan pada ‘Umar, ‘bagaimana mungkin kami melakukan satu tindakan yang Nabi Muhammad tidak pernah melakukan?’ ‘Umar menjawab, ‘Ini merupakan upaya terpuji terlepas dari segalanya dan ia tidak berhenti menjawab sikap keberatan kami sehingga Allah memberi kedamaian untuk melaksanakan dan pada akhirnya kami memiliki pendapat serupa. Zaid! Anda seorang pemuda cerdik pandai, dan anda sudah terbiasa menulis wahyu pada Nabi Muhammad, dan kami tidak melihat satu kelemahan pada diri anda. Carilah semua Al-Qur’an agar dapat dirang­kum seluruhnya.” Demi Allah, Jika sekiranya mereka minta kami me­mindahkan sebuah gunung raksasa, hal itu akan terasa lebih ringan dari apa yang mereka perintahkan pada saya sekarang. Kami bertanya pada mereka, ‘Kenapa kalian berpendapat melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad?’ Abu Bakr dan ‘Umar bersikeras mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja dan malah akan membawa kebaikan. Mereka tak henti-henti menenangkan rasa keberatan yang ada hingga akhirnya Allah menenangkan kami melakukan tugas itu, seperti Allah menenangkan hati Abu Bakr dan ‘Umar.(14)
Mushaf Usmani
Al-Qur’an yang berada ditangan umat muslim sekarang sering disebut sebagai Mushaf Usmani karena berkat jasa Usman-lah Al-Qur’an terjaga dari banyak versi penulisan. Sering terjadi fitnah kepada umat islam kalau Al-Qur’an yang ada sekarang merupakan Al-Qur’an versi Usman bin Affan, berbeda dengan Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad karena pada zaman Usman Qur’an-qur’an yang ada dibakar kemudian hanya versi Usman yang dibiarkan tetap ada. Tuduhan ini tentu saja tidak berdasar. Pada saat Usman bin Affan, Islam sudah tersebar luas sampai ke propinsi lain. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, Al-Qur’an diajarkan dalam dialek masing-masing daerah tersebut, karena dirasa sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Oleh sebab itu, banyak versi Al-Qur’an yang ditulis dengan banyak dialek berbeda-beda. Khalifah Usman tidak setuju akan hal ini, karena dengan penulisan Al-Qur’an dalam bermacam dialek tentu saja akan membuat perubahan arti atau salah penafsiran terhadap kata-kata Al-Qur’an.
Hudhaifa bin al-Yaman dari perbatasan Azerbaijan dan Armenia, yang telah menyatukan kekuatan perang Irak dengan pasukan perang Suriah, pergi menemui ‘uthman, setelah melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca Al-Qur’an. Perbedaan yang dapat mengan­cam lahimya perpecahan. “Oh khalifah, dia menasihati, ‘Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Kristen dan Yahudi.’ (15)
Adanya perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an sebenarnya bukan barang baru sebab ‘umar sudah mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan mengutus Ibn Mas’ud ke Irak, setelah ‘umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan AI-Qur’an dalam dialek Hudhail(16) (sebagaimana Ibn Mas’ud mempelajarinya), dan ‘umar tampak naik pitam:
AI-Qur’an telah diturunkan dalam dialek Quraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish, bukan menggunakan dialek Hudhail.(17)
Hudhaifa bin al-Yaman mengingatkan khalifah pada tahun 25 H dan pada tahun itu juga ‘Uthman menyelesaikan masalah perbedaan yang ada sampai tuntas. Beliau mengumpulkan umat Islam dan menerangkan masalah perbedaan dalam bacaan AI-Qur’an sekaligus meminta pendapat mereka tentang bacaan dalam beberapa dialek, walaupun beliau sadar bahwa beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul sesuai dengan afliasi kesukuan.(18) Ketika ditanya pendapatnya sendiri beliau menjawab (sebagaimana diceritakan oleh ‘Ali bin Abi Talib),
“Saya tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia (umat Islam) pada satu Mushaf (dengan satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan perselisihan” dan kami menyatakan “sebagai usulan yang sangat baik).”(19)
Khalifah Usman bin Affan kemudian memperbanyak Al-Qur’an berdasarkan naskah asli yang ditulis pada zaman Nabi yang disipan di rumah Hafsa, Istri Nabi SAW. AI-Bara’ meriwayatkan:
Kemudian ‘Usman mengirim surat kepada Hafsa yang menyatakan. “Kirimkanlah Suhuf kepada kami agar kami dapat membuat naskah yang sempurna dan kemudian Suhuf akan kami kembalikan kepada anda.” Hafsa lalu mengirimkannya kepada ‘Uthman, yang memerintahkan Zaid bin Thabit, `Abdullah bin az-Zubair, Sa’id bin al-’As, dan ‘Abdur­Rahman bin al-Harith bin Hisham agar memperbanyak salinan (duplicate) naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang Quraishi, “Kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Thabit perihal apa saja mengenai Al-Qur’an, tulislah dalam dialek Quraish sebagaimana Al-Qur’an telah diturunkan dalam logat mereka.” Kemudian mereka berbuat demikian, dan ketika mereka selesai membuat beberapa salinan naskah `Uthman mengembalikan Suhuf itu kepada Hafsa…20
Sejarah diatas adalah sepenggal kisah yang saya kutip sedikit dari buku “The History of Quranic Text; From Revelation to Compilation- Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasinya” karangan Prof.dr.MM.al A’zami. Bukunya dapat DIDOWNLOAD DISINI.
Sumber :
1.  Ibn Hisham, Sira, vol.l-2, hlm. 343-46.
2. Al-Kattani, al-Tarat76 al-Idariya, 1: 44, dengan mengutip pendapat Zubair bin Bakkar, Akhbar al-Madina
3. Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 22.
4.  Untuk lebih jelas, harap dilihat M.M. al-A’zami, Kuttab an-Nabi, Edisi ke-3, Riyad, 1401 (1981), hlm.83-89.
5.  As-Suyuti, ad-Dur al-Manthur, i: 11.
6. Untuk lebih jelas harap dilihat M.M, A’zami, Kuttab an-Nabi.
7. Abu ‘Ubaid , Fada’il, hlm. 280; Lihat juga Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 22, mencatat pendapat `Uthman dengan merujuk pada Sunan at-Tirmidhi, an-Nasa’i, Abu Dawud, dan al-Hakim dalam al­Mustadrak.
8. Ibn AM Dawud, al-Masahif, hlm.3; Lihat juga al-Bukhari, Sahih, Fada’il Al-Qur’an: 4.
9. Qur’an, 4: 95.
10. Ibn Hajar, Fath al Bari , ix: 22; as-Sa’ati, Minhat al-Ma’bud, ii: 17.
11. As-Suli, Adab ul-Kuttab, hlm. 165; al-Haithami, Majma` az-Zawaid, i: 52.
12. Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 12; Lihat juga al-Bukhari, Sahih, Jami’ Al-Qur’an, hadith.4986.
13.  As-Suyuti, al-Itqan, i:164.
14. Al-Bukhari, sahihJam’i Al-Qur’an, hadith, no. 4986; lihat juga Ibn Abi Dawud, al-Masahif,
15. AI-Bukhari, Sahih, hadith no. 4987; Abu ‘Ubaid, FadA’il, hlm. 282. terdapat banyak lagi laporan tentang masalah ini.
16. Salah satu suku mayoritas di daratan Arabia pada zaman itu.
17.  Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: 9, Kutipan Abu Dawud
18.  Lihat Abi Dawud, al -Masahif, hlm. 22. Dalam kejadian ini banyak perbedaan pendapar telah diberikan dalam menentukan tahun yang sebenar dari tahun 25-30 Hijrah. Saya mengadopsi pendirian Ibn Hajar. Lihat as Suyuti, al-Itqan, I : 170.
19. Ibn Abi Dawud, al-Magahif, hlm. 22. Lihat juga Ibn Hajar, Farhul Bari, x: 402.
20. Ibn Hajar, Fathul Bari, ix: ii, hadith no. 4987; Ibn Abi Dawud, al-Masahif, hlm. 19-20; Abu ‘Ubaid, Fada’il, hlm. 282
Sejarah diatas adalah sepenggal kisah yang saya kutip sedikit dari buku “The History of Quranic Text; From Revelation to Compilation- Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasinya” karangan Prof.dr.MM.al A’zami. Bukunya dapat DIDOWNLOAD DISINI.

Otak Besar Bagian Korteks Prefrontal Diceritakan Qur’an

Allah berfirman di dalam Al-Quran tentang salah satu kejahatan orang kafir yang melarang Nabi Muhammad SAW untuk shalat di Ka’bah:
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun (nashiyah)-nya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” (Quran Surat Al-Alaq ayat 15-16)
Apa maksud ayat Qur’an diatas? Kenapa ubun-ubun yang ditarik sebagai balasan orang kafir tersebut? Apa pentingnya ubun-ubun? Kenapa ubun-ubun orang kafir tersebut dikatakan sebagai ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka? Apakah ada hubungan ubun-ubun dengan sifat kafir, dusta atau durhaka?
Kata ubun-ubun dalam ayat diatas merupakan terjemahan teks asli Qur’annya dari kata nashiyah. Muhammad Abduh menafsirkan kata “nashiyah” itu sendiri sebagai rambut yang tumbuh di atas dahi (jidat) atau jidat itu sendiri. Ini adalah simbol kesombongan, keangkuhan, dan kehormatan. Sehingga orang yang menarik rambut di atas jidat orang lain menunjukkan penghinaan yang sangat besar terhadap orang itu. Karena orang yang ditarik rambut jidatnya itu menjadi tidak berdaya sama sekali. Persis seperti seekor kuda yang dipegang jambulnya.(1)
Di dalam ilmu kedokteran, deerah ubun-ubun (nashiyah) ini memiliki makna tersendiri. Bagian otak yang ditutupi oleh jidat atau ubun-ubun itu dikenal sebagai lobus frontalis. Dan daerah lobus frontal yang tepat berada dibelakang dahi ini disebut korteks prefrontal. Sangat menarik sekali untuk dibahas bahwasanya daerah korteks prefrontal ini  memiliki fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Korteks Prefrontal
Terdapat suatu cerita nyata mengenai hal ini. Phineas Gage (1823-1860), seorang pekerja konstruksi Rutland and Burlington Railroad, ketika sedang bekerja tertimpa sebatang besi tak terduga yang menembus tengkorak kepalanya (mengenai korteks prefrontal) sampai menembus mata kanannya. Untungnya, Gage tidak meninggal karena kejadian ini. Sebelum kecelakaan itu, Gage adalah orang yang mudah bersosialiasi, baik hati dan rajin bekerja. Namun, sejak kecelakaan itu perilaku Gage berubah. Kecelakaan itu tidak menyebabkannya mengalami gangguan bicara atau bergerak dan kemampuan belajar, mengingat, serta kepandaian lainnya tampaknya hanya sedikit terganggu. Namun, ada hal yang sangat berubah dari dirinya sampai-sampai teman-teman kerjanya mengatakan Gage bukanlah Gage yang dulu lagi. Gage menjadi seseorang yang tidak menghormati orang lain, tidak sabaran, tidak bertanggung jawab, tidak sensitif, dan tidak menepati janji.(2,3)
Sebuah pengamatan yang serupa dilakukan oleh Damasio dan rekannya. Damasio dkk mempelajari dua orang yang dewasa yang ketika masa bayinya menderita kerusakan korteks prefrontal (satu karena kecelakaan dan satunya lagi karena tumor otak meningioma). Pada kasus tersebut, subjek penelitian telah sembuh sempurna dari kerusakan (lesi) pada otaknya, tetapi terdapat perilaku yang antisosial dan amoral pada kedua subjek tersebut. Wanita, 20 tahun, subjek pengamatan Damasio dkk, adalah orang yang pintar dan secara akademis sangat kompeten, tetapi ia mencuri barang dari keluarganya dan anak-anak lain, serta sering menganggu orang lain baik secara perkataan (verbal) maupun secara fisik. Ia juga sering berbohong dan gonta ganti pasangan. Subjek yang kedua, laki-laki 23 tahun, dalam pengamatan Damasio dkk adalah orang yang tidak memilki motivasi hidup, jorok, sering bohong, senang mengganggu orang dan sering gonta ganti pacar. Damasio dkk menyatakan bahwa masalah perilaku mereka tidak disebabkan oleh keadaan lingkungan mereka sebab kedua subjek penelitian tersebut berasal dari keluarga yang penyayang, stabil, ekonomi menengah dan orang tua yang berdedikasi. Malahan, dari kedua keluarga tersebut tidak memiliki anak-anak lain yang memiliki masalah perilaku sebagaimana kedua subjek penelitian tadi.(4)
Adrian Rane, guru besar psikologi dari Universitas Southern California, ketika mengadakan penelitian pada para pelaku-pelaku kejahatan bahwa terdapat hubungan erat antara korteks prefrontal dengan perilaku agresif yang ditunjukkan oleh para pelaku kejahatan. Penelitiannya pada 38 otak pria dan wanita, dengan alat PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan betapa berpengaruhnya daerah prefrontal ini dalam tingkah laku manusia. Ia menemukan bahwa kerusakan pada daerah ini karena cedera, trauma lahir atau luka-luka di kepala, akan membuat seorang anak dari keluarga baik-baik dapat melakukan perbuatan kriminal yang tercela.(5)
Penelitian serupa juga dilakukan pada monyet yang dilakukan ablasi total atau hampir total pada korteks prefrontalnya. Monyet-monyet tersebut menjadi apatis, cuek, suka menyendiri, kurang agesif, serta tidak memiliki sikap bersaing dalam hal makanan, seks dan tempat tinggal.(6)
Berbagai macam penelitian mengenai hal ini terus berkembang sampai sekarang. Setidaknya sudah diketahui fungsi-fungsi dari korteks prefrontal ini. Korteks prefrontal ini memiliki fungsi untuk membedakan baik dan buruk, baik dan lebih baik, sama dan berbeda, mengatur emosi dan perilaku dengan mempertimbangkan konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan, bekerja dengan tujuan yang telah ditetapkan, ekspresi personal, membuat keputusan, memprediksi hasil atau perbuatan, serta kemampuan kontrol perilaku sosial dan seksual. Banyak juga kelainan-kelainan neurologis yang diduga terjadi karenadisfungsi dari korteks prefrontal ini yaitu skizofrenia, kelainan bipolar dan ADHD.(7,8,9)
Ahli saraf Joseph deLoux menemukan bahwa daerah prefrontal ini berperanan dalam menata emosi manusia. Reaksi yang tidak terkontrol yang dipicu oleh hubungan thalamus dan amigdala dapat diredam oleh prefrontal. Masuk akal, jika prefrontal rusak, emosi akan menjadi “liar”. Rusaknya prefrontal kiri membuat pemiliknya mudah cemas dan memiliki rasa takut yang hebat. Sedangkan, rusaknya prefrontal kanan membuat pemiliknya “kelewat ceria”. Ini dapat terjadi karena prefrontal kanan merupakan gudang marah, cemas, dan takut. Emosi-emosi ini dihambat oleh prefrontal kiri. Jadi, prefrontal kiri berfungsi seperti “bumper” bagi prefrontal kanan. Sirkuit prefrontal-limbik itu sangat penting dalam kehidupan mental. Menurut Josep deLoux, sambungan itu dapat menjadi pemandu manusia untuk membuat keputusan-keputusan penting dalam kehidupan. Sirkuit ini juga berkaitan erat dengan apa yang disebut suara hati dan intuisi.(10)
Oleh karena itu, sangat tepat bila bagian depan kepala (nashiyah) orang kafir tersebut  dikatakan melambangkan sikap dusta dan durhaka sebagaimana yang ada di dalam al-Quran surat al-Alaq : 15-16. Inilah suatu bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan, bukan buatan manusia. Sebenarnya masih banyak lagi kenyataan-kenyataan Qur’an yang baru dapat dibuktikan maknanya oleh sains pada abad 20 ini.
Bagian depan kepala (nashiyah) dalam Qur’an nampaknya melambangkan sifat-sifat atau akhlakcara berpikir dan bertindak. Mungkin ini juga yang menyebabkan kenapa di dalam sholat ada ritual sujud (menempelkan jidat) pada semen atau alas. Hal ini mungkin saja melambangkan agar kita memiliki ketudukan pada Allah dan agar memiliki pikiran dan perbuatan yang mulia.
Allah berfirman :
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah  keras  terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan  sujud  mencari  karunia  Allah  dan keridhaan-Nya, tanda-tanda  mereka  tampak  pada muka mereka dari bekas sujud…(Qur’an Surat Al-Fath ayat 29)
Apa tanda bekas sujud? Apakah maksudnya bulatan hitam pada jidat karena sering sujud atau alas sujudnya keras? Saya rasa maksudnya bukan bekas hitam pada jidat karena fisik bukanlah patokan seseorang tersebut sholeh. Arti tanda bekas sujud menurut saya adalah akhlak, berpikir dan bertindak yang baik.
Subhanallah…
Wallahu ‘alam bishowab.
Sumber:
1. Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, h.256
5. Lihat harian Republika, 6 April 1998.
6. Joaquin M. Fuster. The Prefrontal Cortex, Fourth Edition, 2008, hal 131.
10. Taufik Pasiak. Revolusi IQ, EQ, SQ.  Mizan, 2002.

Konsep Peperangan Dalam Qur’an

Judul asli: War in the Quran
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka… (2:191)
Bagian ayat di atas telah diduplikasi di berbagai situs dan publikasi untuk digunakan sebagai suatu kesaksian atas ‘kekerasan’ dan kekejaman yang didukung oleh Quran…
Dalam artikel ini, kami akan merontokkan mitos seputar peperangan dalam Quran dan menunjukkan ‘apa’ yang sebenarnya Allah dari Islam ajarkan.

1. Perlawanan Hanya Diizinkan Terhadap Agresi atau Perburuan.

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (2:190)
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (2:217)
Bertolak-belakang dengan keinginan banyak pihak yang lebih ingin menggambarkan Islam sebagai suatu sistem yang suka perang, Quran tidak mengizinkan peperangan kecuali dalam kasus ‘bela-diri’.
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.  (2:191)
Lihat kembali kepada ayat yang menyeramkan di awal artikel ini…
Nampaknya, ayat tersebut merupakan kelanjutan langsung dari 2:190 dimana orang-orang diperintahkan untuk bertempur untuk membela diri. Kita diizinkan untuk bertarung dan membunuh mereka yang bertarung dengan dan ingin membunuh kita, dan mengusir mereka dari tempat mereka mengusir kita… Perlindungan diberikan di Masjidilharam; namun, ini tidak berlaku jikalau mereka tetap meneruskan perlawanan di lokasi tersebut.

2. Pencegahan Adalah Kuncinya.

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (8:60)
Quran adalah buku kehidupan dan buku kebijaksanaan. Ayat di atas mendukung strategi menunjukkan kekuatan dan memastikan bahwa setiap orang sadar akan hal itu. Ini biasanya adalah cara terbaik untuk mencegah peperangan dan membuat mereka dengan niat jahat berpikir dua kali untuk memulai peperangan atau menyerang karena alasan superioritas.

3. Pelatihan Militer Dianjurkan.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (2:216)
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (8:65)
Untuk memperjelas dari awalnya, Islam adalah suatu sistem yang mengundang manusia untuk bersiaga setiap saat… Quran tidak mengadopsi sikap ‘tinggal-pergi’, tapi menjatuhkan para aggressor sejak awal dan menuntut pengikutnya untuk menyadari tanggung-jawab seperti itu.

4. Pertarungan Diizinkan Untuk Membela Mukmin Lainnya.

…Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (8:72)
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”. (4:75) 
Mereka yang beriman yang diserang boleh meminta pertolongan dan tindakan militer boleh diterapkan pada kasus semacam ini. Pengecualian terhadap hal ini jelas, yaitu apabila terdapat perjanjian dengan negara/kaum yang menjadi tempat tinggal mereka dan perjanjian tersebut belum dilanggar (baca 9:1-15 untuk urusan mengenai perjanjian yang dilanggar).

5. Konsep ‘Jihad’.

Dan berjuanglah (jahidu) kamu pada jalan Allah dengan perjuangan (jihad) yang sebenar-benarnya…(22:78)
Jihad dimengerti oleh budaya Barat dan bahkan dalam lingkaran Islam sendiri sebagai ‘Perang Suci’. Sebenarnya, kata ini menurut pemakaiannya oleh Buku Allah berarti ‘untuk berjuang’:
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjuang (jahadu) dengan harta dan diri mereka (9:88)
Allah melebihkan orang-orang yang berjuang (mujahidiin) dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk… (4:95)
Bahkan orang tua anda bisa ‘berjuang’ melawan anda:
Dan jika keduanya memaksamu (jahadaak) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya… (29:8, 31:15)
Jelaslah bahwa orang tua anda tidak melakukan ‘Perang Suci’ melawan anda.

6. Kesetaraan Dalam Peperangan Merupakan Peraturan.

…Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (2:194)
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (16:126)
Inilah hukum kesetaraan. Jika 100 serdadu anda dibunuh, maka jumlah maksimal serdadu musuh yang boleh anda bunuh adalah 100… Anda tidak boleh membunuh lebih dari apa yang terbunuh bagi anda, dan jika anda menahan diri dan tidak cepat dalam membalas dendam, itu adalah selalu yang lebih baik.

7. Melarikan Diri Tidaklah Dianjurkan.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (8:15-16)
Meskipun tidak ada hukum yang melarang tegas melarikan diri dari kancah peperangan, mereka yang beriman pada Allah tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu dikarenakan akibat yang sangat buruk di kehidupan mendatang.

8. Tawanan Perang.

…Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. (33:26)
Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: “Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu”. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (8:70)
Dalam hukum Allah, prajurit musuh dapat dijadikan tawanan perang selagi perang berlangsung dan ditahan sampai waktu yang memungkinkan untuk membebaskan mereka. Para tawanan perang tidaklah boleh dibunuh atau disiksa… ini bukanlah praktek yang mempunyai dasar hukum apapun.

9. Harta Rampasan Perang.

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman” (8:1)
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. (33:27)
Harta rampasan perang adalah milik negara dan didistribusikan sesuai ketentuan Quran (kepada yatim piatu, fakir miskin, dan sebagainya). Tanah dan barang milik musuh disita dalam peperangan semacam ini.

10. Peperangan Dihentikan Bila Musuh Berhenti Menyerang.

Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (2:192)
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (8:61)
Inilah Tuhan dari Mereka Yang Berserah Diri… Tuhan yang hanya memperbolehkan kekerasan hanya jika seseorang menjadi korban kekerasan, dan cepat dalam perdamaian saat kekerasan itu berhenti.
Tidak ada dasar apapun atas melanjutkan perang dan pembunuhan hanya karena dipicu oleh tindakan-tindakan agresif…

11. Jizya (Pembayaran Kompensasi).

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (9:29)
Sura 9 membicarakan pelanggaran perjanjian dan peperangan. Ganjaran bagi mereka yang melanggar hukum ini dan telah berperang melawan kaum mukmin adalah membayar ‘kompensasi’ atas tindakan mereka tersebut.

12. Mendamaikan Antar Mukmin.

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya.  Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (49:9)
Meskipun ini tidak berhubungan langsung dengan peperangan, ini menjadi dasar apa yang harus dilakukan jikalau dua kubu mukmin berselisih.

Sekadar Penyegar Ingatan

…barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya… (5:32)
Artikel Terkait :