Allah berfirman di dalam Al-Quran tentang salah satu kejahatan orang kafir yang melarang Nabi Muhammad SAW untuk shalat di Ka’bah:
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun (nashiyah)-nya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” (Quran Surat Al-Alaq ayat 15-16)
Apa maksud ayat Qur’an diatas? Kenapa ubun-ubun yang ditarik sebagai balasan orang kafir tersebut? Apa pentingnya ubun-ubun? Kenapa ubun-ubun orang kafir tersebut dikatakan sebagai ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka? Apakah ada hubungan ubun-ubun dengan sifat kafir, dusta atau durhaka?
Kata ubun-ubun dalam ayat diatas merupakan terjemahan teks asli Qur’annya dari kata nashiyah. Muhammad Abduh menafsirkan kata “nashiyah” itu sendiri sebagai rambut yang tumbuh di atas dahi (jidat) atau jidat itu sendiri. Ini adalah simbol kesombongan, keangkuhan, dan kehormatan. Sehingga orang yang menarik rambut di atas jidat orang lain menunjukkan penghinaan yang sangat besar terhadap orang itu. Karena orang yang ditarik rambut jidatnya itu menjadi tidak berdaya sama sekali. Persis seperti seekor kuda yang dipegang jambulnya.(1)
Di dalam ilmu kedokteran, deerah ubun-ubun (nashiyah) ini memiliki makna tersendiri. Bagian otak yang ditutupi oleh jidat atau ubun-ubun itu dikenal sebagai lobus frontalis. Dan daerah lobus frontal yang tepat berada dibelakang dahi ini disebut korteks prefrontal. Sangat menarik sekali untuk dibahas bahwasanya daerah korteks prefrontal ini memiliki fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Terdapat suatu cerita nyata mengenai hal ini. Phineas Gage (1823-1860), seorang pekerja konstruksi Rutland and Burlington Railroad, ketika sedang bekerja tertimpa sebatang besi tak terduga yang menembus tengkorak kepalanya (mengenai korteks prefrontal) sampai menembus mata kanannya. Untungnya, Gage tidak meninggal karena kejadian ini. Sebelum kecelakaan itu, Gage adalah orang yang mudah bersosialiasi, baik hati dan rajin bekerja. Namun, sejak kecelakaan itu perilaku Gage berubah. Kecelakaan itu tidak menyebabkannya mengalami gangguan bicara atau bergerak dan kemampuan belajar, mengingat, serta kepandaian lainnya tampaknya hanya sedikit terganggu. Namun, ada hal yang sangat berubah dari dirinya sampai-sampai teman-teman kerjanya mengatakan Gage bukanlah Gage yang dulu lagi. Gage menjadi seseorang yang tidak menghormati orang lain, tidak sabaran, tidak bertanggung jawab, tidak sensitif, dan tidak menepati janji.(2,3)
Sebuah pengamatan yang serupa dilakukan oleh Damasio dan rekannya. Damasio dkk mempelajari dua orang yang dewasa yang ketika masa bayinya menderita kerusakan korteks prefrontal (satu karena kecelakaan dan satunya lagi karena tumor otak meningioma). Pada kasus tersebut, subjek penelitian telah sembuh sempurna dari kerusakan (lesi) pada otaknya, tetapi terdapat perilaku yang antisosial dan amoral pada kedua subjek tersebut. Wanita, 20 tahun, subjek pengamatan Damasio dkk, adalah orang yang pintar dan secara akademis sangat kompeten, tetapi ia mencuri barang dari keluarganya dan anak-anak lain, serta sering menganggu orang lain baik secara perkataan (verbal) maupun secara fisik. Ia juga sering berbohong dan gonta ganti pasangan. Subjek yang kedua, laki-laki 23 tahun, dalam pengamatan Damasio dkk adalah orang yang tidak memilki motivasi hidup, jorok, sering bohong, senang mengganggu orang dan sering gonta ganti pacar. Damasio dkk menyatakan bahwa masalah perilaku mereka tidak disebabkan oleh keadaan lingkungan mereka sebab kedua subjek penelitian tersebut berasal dari keluarga yang penyayang, stabil, ekonomi menengah dan orang tua yang berdedikasi. Malahan, dari kedua keluarga tersebut tidak memiliki anak-anak lain yang memiliki masalah perilaku sebagaimana kedua subjek penelitian tadi.(4)
Adrian Rane, guru besar psikologi dari Universitas Southern California, ketika mengadakan penelitian pada para pelaku-pelaku kejahatan bahwa terdapat hubungan erat antara korteks prefrontal dengan perilaku agresif yang ditunjukkan oleh para pelaku kejahatan. Penelitiannya pada 38 otak pria dan wanita, dengan alat PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan betapa berpengaruhnya daerah prefrontal ini dalam tingkah laku manusia. Ia menemukan bahwa kerusakan pada daerah ini karena cedera, trauma lahir atau luka-luka di kepala, akan membuat seorang anak dari keluarga baik-baik dapat melakukan perbuatan kriminal yang tercela.(5)
Penelitian serupa juga dilakukan pada monyet yang dilakukan ablasi total atau hampir total pada korteks prefrontalnya. Monyet-monyet tersebut menjadi apatis, cuek, suka menyendiri, kurang agesif, serta tidak memiliki sikap bersaing dalam hal makanan, seks dan tempat tinggal.(6)
Berbagai macam penelitian mengenai hal ini terus berkembang sampai sekarang. Setidaknya sudah diketahui fungsi-fungsi dari korteks prefrontal ini. Korteks prefrontal ini memiliki fungsi untuk membedakan baik dan buruk, baik dan lebih baik, sama dan berbeda, mengatur emosi dan perilaku dengan mempertimbangkan konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan, bekerja dengan tujuan yang telah ditetapkan, ekspresi personal, membuat keputusan, memprediksi hasil atau perbuatan, serta kemampuan kontrol perilaku sosial dan seksual. Banyak juga kelainan-kelainan neurologis yang diduga terjadi karenadisfungsi dari korteks prefrontal ini yaitu skizofrenia, kelainan bipolar dan ADHD.(7,8,9)
Ahli saraf Joseph deLoux menemukan bahwa daerah prefrontal ini berperanan dalam menata emosi manusia. Reaksi yang tidak terkontrol yang dipicu oleh hubungan thalamus dan amigdala dapat diredam oleh prefrontal. Masuk akal, jika prefrontal rusak, emosi akan menjadi “liar”. Rusaknya prefrontal kiri membuat pemiliknya mudah cemas dan memiliki rasa takut yang hebat. Sedangkan, rusaknya prefrontal kanan membuat pemiliknya “kelewat ceria”. Ini dapat terjadi karena prefrontal kanan merupakan gudang marah, cemas, dan takut. Emosi-emosi ini dihambat oleh prefrontal kiri. Jadi, prefrontal kiri berfungsi seperti “bumper” bagi prefrontal kanan. Sirkuit prefrontal-limbik itu sangat penting dalam kehidupan mental. Menurut Josep deLoux, sambungan itu dapat menjadi pemandu manusia untuk membuat keputusan-keputusan penting dalam kehidupan. Sirkuit ini juga berkaitan erat dengan apa yang disebut suara hati dan intuisi.(10)
Oleh karena itu, sangat tepat bila bagian depan kepala (nashiyah) orang kafir tersebut dikatakan melambangkan sikap dusta dan durhaka sebagaimana yang ada di dalam al-Quran surat al-Alaq : 15-16. Inilah suatu bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan, bukan buatan manusia. Sebenarnya masih banyak lagi kenyataan-kenyataan Qur’an yang baru dapat dibuktikan maknanya oleh sains pada abad 20 ini.
Bagian depan kepala (nashiyah) dalam Qur’an nampaknya melambangkan sifat-sifat atau akhlak, cara berpikir dan bertindak. Mungkin ini juga yang menyebabkan kenapa di dalam sholat ada ritual sujud (menempelkan jidat) pada semen atau alas. Hal ini mungkin saja melambangkan agar kita memiliki ketudukan pada Allah dan agar memiliki pikiran dan perbuatan yang mulia.
Allah berfirman :
”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…(Qur’an Surat Al-Fath ayat 29)
Apa tanda bekas sujud? Apakah maksudnya bulatan hitam pada jidat karena sering sujud atau alas sujudnya keras? Saya rasa maksudnya bukan bekas hitam pada jidat karena fisik bukanlah patokan seseorang tersebut sholeh. Arti tanda bekas sujud menurut saya adalah akhlak, berpikir dan bertindak yang baik.
Subhanallah…
Wallahu ‘alam bishowab.
Sumber:
1. Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, Bandung: Penerbit Mizan, 1998, h.256
5. Lihat harian Republika, 6 April 1998.
6. Joaquin M. Fuster. The Prefrontal Cortex, Fourth Edition, 2008, hal 131.
10. Taufik Pasiak. Revolusi IQ, EQ, SQ. Mizan, 2002.