Sabtu, 13 Agustus 2011

" ROH KUDUS HANYALAH MISTERI "

Dapat dimaklumi bila seseorang mempercayai sesuatu yang tidak sepenuhnya dia pahami karena adanya beberapa bukti yang tidak terbantahkan mengenai hal tersebut. Misalnya, banyak orang tidak mengerti fenomena/kejadian yang secara kolektif memungkinkan terciptanya transmisi radio dan perangkat penerima dan juga transmisi pulsa audio video elektrik yang diubah menjadi gambar-gambar dan suara yang ditayangkan jarak jauh.

Namun, tetap saja hampir seluruh orang yang tidak terpelajar mempercayai realita radio dan televisi. Demikian pula, kebanyakan kita tidak mengerti bagaimana komputer-komputer bekerja, tetapi sangat sedikit orang pada zaman sekarang ini yang berani mengingkari keberadaan komputer-komputer hanya karena alasan ini. Beberapa kasus demikian dapat saja dinyatakan sebagai misteri, tetapi tidak ada alasan untuk mengingkari keberadaan mereka atau mencemoohkan orang-orang yang mempercayai hal-hal tersebut, tentu saja dengan syarat bahwa hal-hal tersebut didukung sepenuhnya oleh bukti bukti yang tidak terbantahkan. Kita juga mengakui bahwa suatu sikap yang lebih lunak dapat dilakukan dan sedang dilakukan terhadap banyak misteri yang tampil dalam bentuk ajaran-ajaran agama.

Sangat banyak manusia yang mempercayai ajaran-ajaran tersebut tanpa mampu memahami ataupun menjelaskannya. Mereka tampaknya menerima doktrin-doktrin semacam itu sebagai warisan dari generasi ke generasi dan menuntut perlakuan yang patut terhadap mereka. Namun, apabila unsur-unsur kontradiksi dan paradoks (hal yang bertentangan secara mendasar) timbul dalam dogma-dogma agama, tidak ada dalih yang dapat diterima untuk mendukung pernyataan bahwa mempercayai misteri-misteri yang membingungkan berarti juga pembenaran bagi paradoks.

Di sinilah masalahnya menjadi rumit. Saya dapat mempercayai sesuatu yang tidak saya pahami, tetapi saya tidak dapat mempercayai sesuatu yang di dalamnya terdapat kontradiksi, dan tidak pula–saya harap orang lain dalam pertimbangan-pertimbangannya. Misalnya, saya tidak dapat memahami bagaimana jam tangan dibuat; ini tidak mengapa, tetapi saya tidak punya hak untuk mempercayai bahwa sebuah jam tangan itu adalah juga seekor anjing hidup yang menyalak dan menendangmenendang. Ini bukanlah suatu dogma/ajaran yang mengandung misteri, tetapi jelas suatu kontradiksi nyata.

Apabila terjadi kontradiksi antara dua sifat Tuhan atau lebih atau bila terdapat ketidak-selarasan antara firman Tuhan dengan perbuatan Tuhan, maka batas-batas misteri telah dilanggar dalam skala besar dan orang akan menemukan dirinya hanyut dari alam misteri masuk ke dalam dunia fantasi/khayal. Apabila telah terbukti demikian, adalah suatu hal yang alami untuk mengharapkan agar orang-orang yang percaya terhadap hal-hal yang bertentangan itu memperbaiki kepercayaan-kepercayaan mereka dan melakukan perbaikan dalam keimanan mereka.

Sayangnya, dalam dialog-dialog kami dengan beberapa pendeta Kristen, kami mendapatkan mereka memegang teguh pemahaman bahwa mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan sekaligus seorang manusia bukanlah suatu hal yang berlawanan. Tidak pula hal ini tampil bertentangan bagi mereka, yakni satu wujud dapat merupakan tiga oknum secara beriringan tanpa perbedaan kecil sedikit pun dalam sifat mereka.

Mereka berkeras bahwa mempercayai tiga oknum tuhan berkepala tiga, yang terdiri dari Tuhan, Ruhul Kudus dan Tuhan Anak, bukanlah suatu paradoks (hal yang bertentangan secara mendasar), melainkan suatu misteri. Mereka menutup mata mereka terhadap kontradiksikontradiksi dalam pengakuan mereka bahwa Tuhan tetap merupakan satu wujud kesatuan tunggal walaupun pada kenyataannya oknum Tuhan, Sang Bapak, benar-benar berbeda dari oknum Yesus, Sang Anak, dan Ruhul Kudus.

Ketika kita menujukkan kepada mereka, dengan terheranheran, yakni ketika kita berbicara tentang tiga oknum, dan bukan tentang aspek-aspek, kehendak-kehendak dan sifatsifat yang berbeda dari satu oknum, dan tentang Tuhan yang merupakan "Satu dalam Tiga" serta "Tiga dalam Satu" bukanlah suatu misteri melainkan sebuah kontradiksi yang nyata, mereka mengangguk-anggukkan kepala mereka sebagai rasa simpati terhadap kita, dan dengan sopan mereka meminta kita beralih dari kontradiksi-kontradiksi tersebut ke masalah-masalah diskusi lainnya.

Mereka meminta kita untuk pertama-tama mempercayai hal-hal yang tidak dapat dipercaya, kemudian dari situ berkembang membangun suatu keimanan dalam kontradiksi-kontradiksi, atau misterimisteri seperti yang lebih suka mereka sebutkan. Seorang yang bukan Kristen, oleh karena itu tidak dapat memahami kontradiksi-kontradiksi dogma-dogma Kristen dan tidak dapat memahami apa-apa yang tidak dapat dia percayai [yakni] dia harus percaya tanpa mengerti. Inilah dunia fantasi/khayal Kristen yang ke dalamnyalah kita warga non-Kristen dimintakan untuk masuk. Namun, karpet-terbang ajaib fantasi ini menolak terbang jika seorang yang tidak percaya (pengingkar) naik di atasnya.  


Wassalam,

"  EG  "

" Tipuan Misionaris Kristen "

Para misionaris tak pernah berhenti memutar otak untuk memurtadkan umat Islam. Bermacam-macam strategi telah diformulasikan dan diujicoba, mulai dari sinkretisme, akomodasi, teologi situasional, indigenisasi, inkulturasi, adaptasi, dan seterusnya hingga ditemukanlah strategi kontekstualisasi misi.

Kata “kontekstualisasi” dimasukkan ke dalam perbendaharaan bidang misi dan teologi sejak diperkenalkan oleh Aharon Sapaezian dan Shoki Coe, direktur Theological Education Fund (TEF) pada tahun 1972, pada sidang Ghana Assembly of the International Missionary Council. Sidang ini membahas isu yang berkaitan dengan pendidikan teologi di negara-negara dunia ketiga (the third mandate programme of the theological education fund).

Di antara faktor yang menuntut strategi kontekstualisasi dalam misi adalah teologi Barat yang dianggap tidak relevan dengan budaya setempat yang menjadi objek misi. Dengan kata lain, agenda dan program yang “dimasak” di luar negeri tidak cocok untuk situasi di tempat lain (dunia ketiga).

Kontekstualisasi adalah strategi misi yang diupayakan agar Injil bisa dimengerti dan diterima oleh objek misi, dalam dimensi budaya objek misi yang dinamis, baik secara politik, sosial, dan ekonomi.

Pengertian kontekstualisasi yang mudah diterima adalah cara menabur “bibit” tanpa harus menanam pot dan tanahnya. Maksud “bibit” adalah Injil, sedangkan “pot dan tanah” adalah budaya sang pengabar Injil.

Para misiolog dan teolog juga berbeda pendapat tentang apa yang perlu dikontekstualisasikan. Apakah Bibelnya, teologinya, atau berita Injilnya? Sejauh mana proses kontekstualisasi itu boleh dilakukan, apakah hanya isinya, bentuknya, atau keduanya?

Di kalangan misiolog, ayat yang paling populer untuk mendukung strategi kontekstualisasi dalam misi pekabaran Injil lintas budaya adalah tulisan Paulus dalam Bibel (1 Korintus 9:20-22).

Menurut Paulus dalam ayat ini, untuk menyebarkan misi kepada orang Yahudi, penginjil harus berpura-pura sebagai orang Yahudi, meski penginjil itu bukan orang Yahudi. Misi kepada orang yang lemah, sang penginjil harus menjadi seperti orang lemah. Kepada penganut hukum Taurat, maka penginjil harus berpura-pura sebagai orang yang hidup di bawah hukum Taurat.

Di Indonesia, penerapan strategi kontekstualisasi yang meniru gaya Paulus ini kerap kali membuahkan gesekan dengan umat Islam. Karena strategi kontekstualisasi itu identik wujudnya dengan jurus serigala berbulu domba, musang berbulu ayam.

Kepada umat Islam, para penginjil berpenampilan seperti orang alim, padahal mereka adalah serigala yang menyeringai, setiap saat siap memurtadkan akidah umat Islam. Pendeta Rudy Muhammad Nurdin misalnya.

Ketika menerapkan strategi kontektualisasi, ia menerjemahkan pesan Paulus dalam 1 Korintus 9:20, bahwa kepada orang Yahudi, harus seperti Yahudi. Kepada kaum muslimin, harus seperti orang Islam dan memakai Al-Qur’an dalam penginjilan, supaya orang Islam tidak marah. Dalam praktiknya, Nurdin menulis belasan buku Kristen berkedok Islam, antara lain: Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an, Keselamatan di dalam Islam,  Rahasia Allah Yang Paling Besar (as-Sirrullahi al-Akbar), Isa Alaihi Salam dalam Al-Qur’an, Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, dll.

Di Bandung, Pnt. Andereas Samudera menerjemahkan strategi kontekstualisasi dalam  makalah berjudul “Power Evangelism.” Kepada umat Islam, Andreas mengistilahkan penginjilan sebagai “Pertolongan Bagi Orang Muslim.” Menurutnya prinsip penginjilan kepada umat Islam adalah sbb:

“Dalam rangka menolong seorang Muslim memecahkan masalah mereka, sementara dengan adanya berbagai perbedaan keyakinan kedua kepercayaan ini, kami berusaha mencari hal-hal yang dapat disepakati bersama. Kami menemukan bahwa walaupun secara teologis banyak perbedaan pandang antara faham Kristiani dan Islam, namun ternyata ada banyak juga titik-titik temu dari Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar iman untuk menolong mereka sehingga mereka boleh menerima pertolongan kesembuhan secara spiritual. Dimulai dari titik-titik temu itulah, kuasa Tuhan boleh memasuki kehidupan mereka dan mempersiapkan hati mereka untuk menerima Tuhan Yesus. Di bawah ini beberapa ayat Al-Qur’an yang berguna untuk mengadakan pendekatan kepada mereka.”

Setelah itu, Andreas mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang Nabi Isa (Yesus). Ayat-ayat itu dirakit sedemikian rupa, disambung dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang lain dan ditutup dengan ayat-ayat Bibel, sehingga terkesan seolah-olah Al-Qur’an meneguhkan doktrin Kristen tentang ketuhanan Yesus. Usai merakit ayat-ayat Al-Qur’an dan Bibel,  Andreas menyimpulkan, “Otoritas di bumi dan di sorga. Karena urapan pemberian Allah itu maka Isa bin Maryam telah menerima otoritas yang amat besar selama di bumi dan juga di surga. Demikian pula para pengikutnya sampai pada hari kiamat… Isa bin Maryam adalah Jalan Yang Lurus yang dicari semua orang.

Misi kontekstualisasi Kristen kepada umat Islam itu semakin menipu dengan idiom-idiom Islam yang dicaplok Kristen untuk memuluskan pemurtadan. Anehnya, istilah-istilah caplokan ini mereka tonjolkan ketika berhadapan dengan umat Islam, misalnya: Hari Raya Natal diarabkan menjadi hari Maulud Nabi Isa, syahadat (diterjemahkan dari istilah teologi credo), allohummagfirli, shalat rabbaniyah, dakwah ukhuwah, shirathal mustaqiim, tauhid kristiani, dan masih banyak lagi.

Apapun namanya, yang namanya menipu jelas tidak terpuji. Lebih-lebih jika tipuan itu dilakukan di wilayah religius. Maka sangat aneh jika kontekstualisasi misi yang kental dengan tipuan dan akal bulus itu dimanfaatkan para penginjil untuk memasyhurkan nama Tuhan. Lebih aneh lagi, ternyata dalam teologi Kristiani, berdusta (berbohong) untuk memuliakan Tuhan itu diizinkan Paulus:

“Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7).

Memuliakan Tuhan dengan kedustaan adalah dua hal yang bertolakbelakang. Kedustaan adalah tindakan dosa dan tercela.

Apakah mungkin memuliakan Tuhan yang Maha Baik dengan perbuatan yang tidak baik ? 


Nah Lho...........??!

Wassalam,

" INJIL-INJIL KOPTIK TIDAK MEMUAT PENGADILAN PILATUS DAN TIDAK MENGAKUI PENYALIBAN "


Injil Perjanjian Baru yang empat sepakat bahwasanya Yesus mati disalib atas perintah gubernur Romawi untuk Palestina yang bernama Pontias Pilatus pada tahun tiga puluhan dari abad pertama. Hanya saja, peristiwa ini bukan hanya tidak disebutkan dalam Injil Nag Hamady, tetapi lebih dari itu sebagian darinya malah menyebutnya secara terus terang kemudian mencela orang yang mengatakannya. Dalam injil-injil Koptik yang tidak menyebutkan kisah penyaliban, nama Pilatus tidak disebutkan sama sekali.

Disebutkan dalam Injil Petrus melalui mulut Petrus sendiri:

"Saya melihatnya seolah orang-orang manangkapnya. Aku bertanya, "Apa yang saya Iihat ini tuan ? Engkaukah yang diambil oleh mereka itu? , Ataukah mereka memukuli dua telapak dan dua tangan orang lain ?  ' Sang penyelamat berkata kepadaku, '... orang yang mereka paku dua tangan dan telapak kakinya itu adalah pengganti. Mereka meletakkan orang yang menjadi perupanya di dalam kehinaan. lihatlah kepadanya! Lihat juga kepadaku!

Disebutkan juga dalam buku Set Terbesar melalui mulut Yesus:

"Orang lain... yang merasakan empedu dan cuka.... bukan aku... orang lainlah yang memikul salib di atas pundaknya, juga orang lain yang dipakaikan mahkota duri di atas kepalanya . Aku sendiri beriang gembira di tempat tinggi..... aku menertawakan kehodohan mereka. "

Disebutkan dalam Kisah Yohanes yang ditemukan di Nag Hamady dikisahkan bahwa Yesus pernah bersabda:

"Tidak terjadi pada diriku semua yang dikatakan oleh orang-orang itu. "

Menurut informasi yang tersebut dalam naskah lain dari perpustakaan Nag Hamady yang berjudul Risalah Kiamat, Yesus meninggal seperti layaknya manusia, tetapi ruhnya yang suci tidak mungkin mati.
Meskipun salib juga menjadi lambang Almasih dalam injil-injil Koptik tetapi tidak menunjukkan cara kematiannya. Sebaliknya salib itu melambangkan Yesus yang hidup dengan ruhnya yang tidak akan mati. Maka dari itu, kita mendapatkan salib yang tergambar pada sampul-sampul jilidan-jilidan Nag Hamady bukan salib Roma melainkan "Ankh" kunci kehidupan bagi bangsa Mesir kuno. Dapat dipastikan bahwa salib Mesir ini terus digunakan dalam kalangan jemaat-jemaat Kristen perdana. Bukan di Mesir saja tetapi juga di seluruh wilayah imperium Romawi.

Barang siapa mengunjungi museum Koptik di Kairo akan mendapatkan kunci kehidupanlah yang melambangkan kebangkitan Almasih pada tiga abad pertama. Gereja-gereja Kristen baru menggunakan salib Romawi sejak pertengahan kedua dari abad keempat. Yaitu ketika gereja Roma menguasai gerakan Kristen. Kendati begitu, salib itu baru diterima oleh khalayak Kristen setelah gereja Roma mengumumkan penemuan kayu salib yang diyakini sebagai salib tempat matinya Yesus. Permasalahn ini selanjutnya berkembang pada abad kelima ketika gereja Roma memasang gambar jasad Yesus yang tengah berada di kayu salib.

Buku Perkembangan Injil-Injil karya politikus Inggris, Enock Paul yang terbit akhir-akhir ini menimbulkan goncangan dahsyat saat menyebutkan bahwa kisah penyaliban Romawi itu tidak tersebut dalam naskah asli injil. Saat itu, Paul menerjemahkan ulang Injil Matius dari bahasa Yunani. Kemudian mendapatkan bagian-bagian yang terulang. Hal ini mengisyaratkan bahwa Injil ini telah ditulis kembali pada masa berikutnya."

Peristiwa terpenting yang diulang-ulang itu adalah bagian akhir dari lnjil Matius yang berkaitan dengan pengadilan dan penyaliban Almasih. Si penulis mengamati bahwa kisah pengadilan yang selesai di depan pendeta besar itu segera terulang lagi dengan ungkapan yang sama. Perbedaannya hanyalah bahwa pengadilan yang kedua itu berakhir dengan vonis hukuman mati dengan cara disalib. Dari bagian ini, pengkaji tadi menarik kesimpulan bahwa pemakaian kata-kata yang digunakan dalam pengadilan pertama untuk menuturkan pengadilan kedua, padahal kondisinya telah berubah menandakan bahwa terjadinya pengulangan yang disengaja dan bukan penuturan kejadian baru. Penulis buku tadi selanjutnya mengatakan bahwa keputusan yang pantas dari pengadilan di depan majlis pendeta itu jika benar - benar terbukti bersalah adalah dilempari batu sampai mati (rajam) dan bukan salib.

E. Paul selanjutnya mengatakan bahwa kisah penyaliban yang tersebut dalam injil-injil lain itu berasal dari nukilan yang dilakukan oleh penulis - penulis generasi kemudian dari Injil Matius setelah diubah. Kisah ini tidak terdapat dalam sumber lain. Menurutnya, Injil Matius bukan saja Injil pertama tetapi lebih dari itu juga merupakan satu-satunya sumber dari injil-injil yang lain.

Problem yang dihadapi oleh pengkaji adalah bahwa empat injil itu adalah satu-satunya sumber dari peristiwa penyaliban Yesus yang dilakukan oleh orang Romawi. Jika terbukti bahwa riwayat Injil-injil ini ternyata sekadar tambahan dan tidak menggambarkan kejadian historis yang sebenarnya, maka harus dilakukan peninjauan ulang terhadap kisah-kisah yang tersebut di dalamnya.

Hingga saat ini, hampir saja kita tidak memiliki informasi historis yang meyakinkan mengenai kehidupan Yesus sendiri. Sedang keyakinan yang berlaku di masa lalu adalah bahwa para penulis injil - injil itu mencatat kejadian-kejadian dan berita-berita yang mereka saksikan sendiri. Tetapi saat ini terbukti bahwa keyakinan itu tidak betul. Injil pertama yang ada pada kita saat ini baru ditulis sekitar setengah abad setelah terjadinya peristiwa-peristiwa yang ditulisnya. Itu pun belum final. Sebaliknya masih dilakukan perubahan-perubahan selama dua puluh tahun berikutnya.

Kisah penyaliban itu sebagaimana disebutkan dalam injil-injil Perjanjian Baru mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem pada masa pemerintahan Herodus yang memerintah Palestina selama empat puluh tahun. Berakhir dengan kematiannya pada tahun keempat sebelum Masehi. Setelah kelahirannya, Maria  lari ke Mesir untuk menghindari murka sang raja. Melalui ramalan dia mengetahui bahwa Yesus nantinya akan menuntut singgasana Daud.
Sang ibu baru pulang dari Mesir dengan mambawa putranya setelah kematian Herodus . Mereka pun pulang dan menetap di desa Nazaret di Galilea Palestina Utara. Riwayat itu selanjutnya mengatakan bahwa setelah bayi itu menjadi besar dan mencapai umur tiga puluh tahun pergi ke lembah Yordan. Di sana dia bertemu dengan Yohanes Pembaptis yang kemudian membaptisnya dengan air di tengah sungai.

Setelah itu, Yesus menyepi dan puasa di tengah padang gurun selama empat puluh hari. Di sana dia berperang dengan setan yang merayunya akan diberi kerajaan alam semesta. Tetapi setan gagal dalam misinya, sedang Yesus kembali ke Galilea untuk memilih pengikut setianya yang berjumlah dua belas orang dan memulai dakwahnya. Hal ini menimbulkan rasa iri pendeta-pendeta Saduki dan Farisi terhadap dirinya.

Dalam riwayat selanjutnya, para pendeta marah kepada Yesus saat pergi ke kota Yerusalem pada hari Paskah, masuk rumah suci dan menyerukan ajarannya di sana. Seketika itu juga mereka menyusun konspirasi dan mengirimkan pasukan untuk menangkapnya. Akhirnya dia pun berhasil ditangkap atas bantuan Yudas Iskariot, pengikutnya yang berkhianat. Yesus ditangkap saat sedang beristirahat bersama murid - muridnya di gunung Zaitun yang terletak di sebelah utara kota.

Selanjutnya, interogasi dan pengadilan terus berlangsung sepanjang malam di depan pendeta besar Kayafas. Setelah pengadilan selesai di pagi berikutnya, para pendeta membawa Yesus ke hadapan Pilatus, wali Romawi untuk Palestina. Di situ Yesus diadili lagi. Pilatus bertanya, "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya." Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apa pun. "Tidakkah Engkau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Tetapi Ia tidak menjawab suatu kata pun, sehingga wali negeri itu sangat heran."

Seperti dijelaskan dalam riwayat setelah itu Pilatus berusaha membebaskan Yesus dalam rangka hari raya Paskah karena tidak menemukan alasan untuk menghukumnya. Tapi pendeta-pendeta kepala menghasut massa agar menuntut disalibnya Almasih. Dan akhirnya wali negeri pun memenuhi keinginan mereka.
Setelah itu, Yesus diambil oleh tentara. Ketika sampai di sebuah tempat yang bernama Golgotta, mereka memberinya anggur bercampur empedu agar diminumnya. Setelah disalib, mereka mengoyak- ngoyak pakiannya. Sejak jam enam bumi bumi gelap gulita. Yesus berteriak dengan suara menggema dan akhirnya menyerahkan ruhnya.
Kisah Injil berakhir dengan bangkitnya Yesus dari antara orang-orang mati pada hari ketiga. Jasadnya raib dari kuburnya, tetapi segera muncul kembali dihadapan murid-muridnya. Saat itu dia menyuruh mereka untuk menyebarkan ajaran-ajaran Kristen ke seluruh bangsa.

Inilah kisah Yesus seperti tersebut dalam empat injil Perjanjian Baru. Tapi anehnya kejadian ini sama sekali tidak disebut dalam sumber-sumber sejarah yang sezaman dengan kejadian itu. Baik sumber dari Romawi, Yunani atau Yahudi. Satu-satunya sumber yang menyebutkan Yesus adalah tulisan-tulisan Josephus. Tapi sejak abad keenam belas para peneliti mulai tahu bahwa cerita yang tidak lebih dari beberapa baris ini adalah tambahan kemudian dan tidak terdapat di dalam naskah-naskah asli. Dengang demikian tidak diragukan lagi bahwa sebagian juru tulis Kristen telah menambahkannya pada masa-masa yang lebih kemudian.


Wassalam,

" Upaya Pemurtadan Para Misionaris "

Mantan biarawati pernah menyampaikan kisah hidupnya waktu pindah agama (jadi mualaf) dari memeluk kristen menuju cahaya islam dalam sebuah seminar. Dia bercerita mengenai hidupnya yang selalu dalam kebohongan, baik kepada manusia maupun kepada Tuhan. Sebab, dalam kristen memang diperbolehkan berbohong untuk kepentingan dan tujuan gereja maupun pendetanya.

Setelah hampir setengah jam menyampaikan materi, dia mengungkapkan bahwa kebahagian terbesar bagi orang kristen untuk mendapat “pahala” dari Tuhan dan kemewahan dunia adalah pada saat terjadi bencana ataupun musibah, seperti tanah longsor, gempa bumi, tsunami, dll. Kenapa bisa demikian? Sebab pada saat terjadi bencana, orang-orang yang terkena bencana sedang labil hati dan fikirannya untuk mencari Tuhan. Mungkin sering kita dengar dari mantan-mantan pendeta, aktivis gereja dan juga biarawati saat bencana terjadi, slogan aktivis dan orang-orang kristen adalah “BENCANA MEMBAWA BERKAH. KARENA DENGAN ADANYA BENCANA, BANYAK JIWA-JIWA BARU  YANG AKAN DIMURTADKAN”.

Maka dari itu, kita mesti selalu mewaspadai bantuan-bantuan yang diberikan orang-orang kristen diluar agamanya (diluar kristen). Bukannya kita menolak bantuan dari orang kristen, akan tetapi kita harus benar-benar mengetahui dan menjaga betul-betul kesepakatan-kesepakatan yang mungkin diberikan untuk jangka panjang maupun menengah. Karena, tidak mungkin orang-orang kristen (kafir) bersikapa baik kepada kita kalau mereka tidak ada maksud dibalik itu semua. Sebab Allah telah berfirman, yang artinya:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (QS. Al Baqoroh 2 : 120)

Setelah gagalnya perang salib yang pertama, umat Kristen mulai menkaji dan
mebuat rencana untuk menghancurkan umat islam melalui :

1. Menghancurkan pemerintah Islam.

2. Menhancurkan dan menghapus Al-Quran

3. Menghancur ideologi Islam.

4. Menghancurkan kesatuan umat Islam

5. Merusak wanita muslimat.


Seorang misionaris, Catly, berkata "Kita harus menggunakan Al-Quran, yaitu senjata yang paling ampuh dalam Islam, untuk melawan Islam itu sendiri, sehingga kita dapat menghancurkannya sama sekali".
Ketua perkumpulan misionaris Kristenisasi, Samuel Zueimir, dalam konferensi sucinya pernah mengatakan "Tugas misionaris bukanlah memasukkan kaum Muslimin ke agama kristen, tetapi tugasnya adalah mengeluarkan Muslimin dari Islam, agar menjadi makhluk yang tidak ada hubungannya dengan Allah. Sehingga lahirlah generasi muslim yang tidak memperhatikan keagungan, suka rileks dan malas, dan semua kegiatannya di dunia ini hanya untuk memenuhi hawa nafsunya dalam segala usahanya".

Oleh karena itu, kita harus sangat hati-hati dan waspada terhadap rencana-rencana musuh Islam, dan juga perlu membangun usaha preventif terhadap saudara, kerabat, tetangga dan keluarga kita khususnya dan umat Islam umumnya agar tidak terjerumus kedalam usaha-usaha missionaris tersebut. Karena gerakan mareka sekarang telah mencapai daerah-daerah yang basis Islamnya kuat. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim 66 : 6)


Disamping kita mengetahui, mengantisipasi dan mencegah upaya-upaya pemurtadan para missionaris, kita juga harus menyampaikan kepada umat islam khususnya dan masyarakat akan BAHAYANYA ORANG ISLAM YANG KELUAR DARI AGAMANYA. Misalnya kita beri pemahaman bahwa jika orang islam itu telah keluar dari agamanya, maka akan lenyaplah amal ibadahnya yang sudah ia kerjakan selama ini. Dan di akhirat nanti Allah akan langsung memasukkannya kedalam neraka jahannam tanpa dihisab terlebih dahulu. Hal ini lain dengan orang yang diakhir hanyatnya masih memeluk islam, sebab jika orang islam itu mati sedangkan dia masih membawa dosa (terkecuali dosa syirik), maka dia masih punya kesempatan untuk masuk surga dengan dihisab terlebih dahulu. Wallahu a’lam...



Wassalam,

" SESAMA KRISTEN SALING MEMBANTAI "


Karena perbedaan paham dan tidak ingin paham yang ada berkurang para peminatnya,mereka saling membantai demi sebuah ego yang berkedok bidat/sesat tanpa pernah berpikir,bahwa apa yang mereka lakukan adalah nyawa taruhannya. mari kita simak,pembantaian antara kristen tersebut:

1. Penindasan terhadap Arius, tokoh aliran Unitarian.
Pada tahun 325 Masehi, Kaisar Romawi, Konstantin mengadakan kongres yang dikenal dengan Konsili Nicea yang dihadiri oleh 2.048 utusan dari berbagai negeri untuk menetapkan konsep ketuhanan dan Injil yang dianggap sah, karena terjadi pertentangan antara aliran Unitarian dengan Trinitarian. Aliran Unitarian berpandangan bahwa Tuhan itu satu -sama seperti ajaran seluruh nabi-nabi Yahudi seperti nabi Musa, Ibrahim, Daud dll- melawan aliran Trinitarian yang berpandangan bahwa Tuhan itu satu tapi terdiri dari tiga oknum Tuhan (three in one).

Dogma Trinitarian ini diciptakan oleh Paulus dan jelas bertentangan dengan ajaran seluruh nabi-nabi Yahudi selama ribuan tahun. Salah satu tokoh Trinitarian yang paling terkenal adalah Athanasius. Sedangkan tokoh aliran Unitarian adalah Arius, seorang ketua majelis agama/gereja digereja Baucalis Alexandria, salah satu gereja tertua dan terpenting dikota itu pada tahun 318 M. Logika Arius adalah: “Jika Yesus itu benar-benar anak Tuhan, maka Bapa harus ada lebih dahulu. Oleh karena itu harus ada “masa” sebelum adanya anak. Berarti anak adalah makhluk. Maka dari itu anak tidak selamanya ada atau tidak abadi.

Sedangkan Tuhan yang sebenarnya adalah abadi, berarti Yesus tidaklah sama dengan Tuhan.” Beliau juga mengatakan: “Ada masa sebelum adanya Yesus, sedangkan Tuhan sudah ada sebelumnya. Yesus ada kemudian, dan Yesus hanyalah makhluk biasa yang bisa binasa seperti makhluk-makhluk lainnya. Tetapi Tuhan tidak akan binasa.” Namun karena konsili berpihak kepada kelompok Trinitarian, maka para tokoh Unitarian pun dibungkam pendapatnya dan kemudian disisihkan. Seperti Arius ini walaupun pendapatnya benar namun karena dianggap sesat oleh Gereja, maka beliau akhirnya dikucilkan oleh Gereja sampai akhir hayatnya.

Dan karena pihak Trinitarian telah menjadi pemenang dalam Konsili tersebut, maka Injil-injil yang menurut kalangan Trinitarian mendukung ketuhanan Yesus pun kemudian dikumpulkan -termasuk surat-surat Paulus yang dikirimkan kepada teman-temannya- oleh mereka, tidak lupa secara licik diselundupkan beberapa ayat baru (PALSU) seperti misalnya tiga kasus penyusupan ini:  Setelah itu kemudian ayat-ayat “gado-gado” itu digabungkan dan kemudian dijilid menjadi satu dalam buku/kitab yang kemudian kita kenal dengan nama Perjanjian Baru (The New Testament), dan Kitab tersebut kemudian dijadikan sebagai Kitab Suci umat Kristen (baca: Trinitarian). Sedangkan puluhan-puluhan Injil lainnya tidak diakui, seperti Injil Barnabas dll. Arius sangat menentang keras keputusan Nicea pada tahun 325 M.

Sebelum matinya, Arius sempat mengeluhkan mengenai keadaan dirinya yang senantiasa mendapatkan tantangan dari orang-orang gereja Paulus. Hal itu dikatakannya kepada salah seorang sahabatnya bernama Eusibius dari Nicomedia yang merupakan salah seorang sahabatnya ketika sama-sama belajar dengan Lucian. Setelah itu semakin lama aksi kekerasan terhadap siapapun yang tidak sefaham dengan dogma Trinitarian semakin kasar dan kejam.



2. Tahun 395. Kaisar Theodosius membentuk institusi gereja Kristen yang dikenal dengan Inkuisisi (Inquisition).
Inkuisisi adalah institusi hukum kepausan yang dibentuk untuk memberantas kaum heretic, kekuatan magic dan kekuatan yang dianggap berbahaya. Inkuisisi memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Siapapun yang dianggap berbahaya ditangkap dan dijatuhi hukuman dari yang ringan sampai yang berat seperti digantung, dibakar hidup-hidup, dibunuh pelan-pelan, giginya dicabut satu persatu, kulitnya dikelupas, dst.

3. Tahun 431, Konsili Ekumenikal Efesus. Konsili ini mengutuk Nestorianisme, ajaran kristen yang menyangkal persatuan sifat keAllahan dan kemanusiaan dalam Kristus.
Konsili ini mendefinisikan gelar Maria sebagai Theotokos (Pembawa Allah), juga gelar Bunda Putera Allah yang menjadi Manusia, dan mengutuk Pelagianisme. Ajaran Kristen Pelagianisme, bermula dari asumsi bahwa Adam memiliki hak alami terhadap hidup supernatural, berpegang bahwa manusia bisa mendapatkan penyelamatan lewat usaha-usaha dari kekuatannya yang alami dan kehendak bebas. Ajaran ini meliputi menentang terhadap pemahaman dosa asal, makna dari rahmat dan hal-hal lainnya. Variasi ajaran Kristen Pelagianisme lainnya juga dikutuk oleh sebuah konsili di Orange pada tahun 529. Dalam konsili ini pula diputuskan untuk memburu semua pengikut Kristen Pelagianisme untuk dimusnahkan.

4. Tahun 1142. Gereja membakar hidup-hidup Abelard, seorang filosof dan tokoh Kristen di Prancis.

5. Tahun 1215. Kekuasaan absolut Paus di dalam Katolik Eropa pada abad ke 12 dan ke 13 menimbulkan reaksi yang tak terduga.
  Pada saat itu, muncul beberapa gerakan menyimpang pembawa doktrin baru yang dikecam oleh Paus. Keresahan Paus dan kelompok Katolik menjadi sedemikian besar terhadap gerakan penyimpangan ini, sehingga pada tahun 1215 masehi, Paus membentuk Lembaga Inkuisisi untuk memerangi dan memberantas penyimpangan tersebut. Lembaga ini mempunyai cabang di setiap kota di Prancis, Italia, Jerman, Polandia, Spanyol dan negeri-negeri Kristen yang lain. Orang yang dituduh melakukan penyimpangan akan berhadapan dengan para penyelidik. Jika didapati bersalah, ia akan menerima hukuman yang berat. Lembaga ini memiliki kekuasaan yang besar, sampai-sampai menekan segala bentuk kebebasan berfikir.

Siapapun yang dicurigai memiliki ide dan pandangan yang bertentangan dengan pandangan gereja akan disiksa dengan keras. Malah lembaga ini adakalanya mengeluarkan hukum vonis sesat pada mereka yang sudah mati, dan memerintahkan supaya kerandanya dikeluarkan dari kuburan. Proses ini dijelaskan oleh Will Durant dalam bukunya History of Civilisation vol 18 halaman 35 sebagai berikut: “Mahkamah Inspeksi Ide, Hukum, dan Agama memiliki tatacara legalnya sendiri. Sebelum mahkamah lokal didirikan, akta-iman akan dibacakan di seluruh mimbar gereja. Akta ini menuntut informasi tentang orang-orang yang dicurigai berpaham atheis, tidak beragama, atau sesat.

Orang-orang tersebut akan diseret ke muka pengadilan. Tetangga, rekan, dan sahabat diminta untuk menjadi informan. Informan diberi jaminan untuk dirahasiakan dan dilindungi. Siapa saja yang dianggap sebagai atheis, atau gagal untuk membuktikan bahwa dirinya bukan atheis, akan dipenjarakan dan diancam dengan penyingkiran, kecaman, dan berbagai larangan. Adakalanya yang sudah mati divonis sebagai atheis dan memperolok-olok Tuhan.

Upacara khusus dijalankan untuk menunjukkan hukuman yang dikenakan kepada mereka. Harta mereka dirampas. Ahli waris yang seharusnya mewarisi harta mereka disingkirkan dari hak waris. 30 hingga 50 persen harta orang mati yang divonis tadi, diberikan kepada yang mendakwa. Bentuk hukuman juga berlainan mengikuti tempat dan waktu yang berbeda-beda. Di satu tempat, si terdakwa digantung dengan tangan diikat pada bagian belakangnya. Di tempat lain terdakwa diikat sedemikian rupa sehingga tidak bisa bergerak, dan air dikucurkan ke dalam tenggorakannya sampai mati lemas. Ada pula yang diikat dengan tali sedemikian keras pada bagian lengan dan kaki sehingga ikatan itu melukai tulangnya.”


6. Tahun 1415 di Spanyol 31.000 orang yang menentang gereja dibakar.


7. Tahun 1416. Gereja juga membakar John Hus dan Jerome sampai mati di Bohemia.

8. Pada awal abad ke 16, lembaga ketiga dibentuk di Eropa, yang dimulai oleh Marthin Luther dengan nama Protestan.
Luther yang berasal dari Jerman dan pengikutnya menentang sikap Paus yang menjual tempat di surga dengan meringankan hukuman atas dosa yang dilakukan. Marthin Luther, seorang reformis dalam agama kristen, terlahir ke dunia di Eisleben, Jerman pada tanggal 13 Mei tahun 1483. Luther menuntut ilmu di Universitas Erfurt dan kemudian bekerja sebagai pengajar teologi. Martin Luther kemudian melakukan penelitian dan dia mengemukakan banyak pendapat yang berbeda dengan pandangan umum gereja Katolik saat itu. Sejak tahun 1517, Martin Luther menyampaikan kritikannya secara terang-terangan sehingga akhirnya terpaksa bersembunyi karena dikejar-kejar pihak gereja untuk dibunuh. Selama dalam persembunyian itu, Martin Luther menulis terjemahan Injil ke dalam bahasa Jerman, sesuatu yang dilarang keras oleh gereja Katolik. Ide-Ide Martin Luther kemudian berkembang menjadi aliran Protestan yang menjadi sumber dari berbagai perang dan pertarungan politik di Eropa.

Mereka berusaha untuk memperbaiki seluruh gereja dan membersihkannya dari kekeliruan dan korupsi. Usaha mereka malah menambah perpecahan dalam tubuh agama Kristen. Pengikut Luther yang berjumlah sangat besar, termasuk sebagian besar Eropa Utara menolak kekuasaan Paus dan mendirikan kelompok Kristen Ketiga. Kelompok Kristen bentukan Marthin Luther ini adalah aliran yang sekarang kita kenal dengan nama Kristen Protestan. Alkitab yang mereka gunakan adalah hasil “njiplak” begitu saja tanpa malu-malu Alkitab milik Gereja Katolik, namun Marthin Luther membuang dengan seenak udelnya tujuh kitab dalam Perjanjian Lama, sehingga Alkitab Protestan hanya berjumlah 66 kitab, sedangkan Katolik 73 kitab. Jadi Alkitab Protestan lebih tipis tujuh kitab dari Katolik. Kitab-kitab yang telah dibuang oleh Marthin Luther sehingga kini tidak terdapat dalam Alkitabnya Protestan adalah Kitab Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, 1 Makabe dan 2 Makabe.



9. Tahun 1553. Kala Protestan berkuasa di Jenewa, Swiss, hal bakar-membakar manusia yang padahal tak lain adalah citra-Nya sendiri itu masih juga berlangsung.
Seperti di sebuah hari di musim gugur pada tahun 1553. Korbannya adalah Michael Servetus, seorang ahli agama asal Spanyol. Ia dihukum mati di bukit Champel, di selatan Kota Jenewa. Ia diikat ke sebuah tiang, dan dibakar pelan-pelan. Ia tewas kesakitan dengan tubuh menghangus. Ia dibakar hidup-hidup karena dianggap sesat oleh pemerintah Kota Jenewa. Yang memilukan, saat itu Kota Jenewa dipimpin oleh seorang yang sangat terkenal sebagai tokoh reformasi, yang tak lain adalah John Calvin. Apa salahnya Michael Servetus sehingga harus dibunuh secara bengis begitu? Tak lain dan tak bukan adalah ia hanya menulis buku, ia menulis surat, ia berpendapat.

Tetapi ia punya kesimpulannya sendiri tentang Tuhan, dan sebab itu mengusik para penjaga iman Protestan di Jenewa, kota yang telah jadi sebuah teokrasi yang lebih keras ketimbang Roma. Adalah Jean Calvin sendiri yang menyeret Servetus ke dalam api. Pelopor dahsyat dari Protestanisme itulah yang memimpin Jenewa ke suatu masa ketika iman sama artinya dengan ketidaksabaran.

Servetus sebenarnya hanya salah satu suara yang mengguncang, di zaman ketika doktrin retak-retak seperti katedral tua yang digoncang gempa. Ia lahir di Villanueva, Spanyol, mungkin di tahun 1511. Ia bermula belajar ilmu hukum di Toulouse, Prancis. Di sini ia menemukan injil, yang ia baca “seribu kali” dengan haru. Tapi kabarnya ia juga membaca Qur’an dan terpengaruh oleh Yudaisme, dan sebab itu sangat meragukan doktrin Trinitas. Marthin Luther menjulukinya “Si Arab”. Di tahun 1531 ia menerbitkan bukunya, De Trinitatis erroribus libri vii (Kesalahan Trinitas).

Konon ia mengemukakan bahwa inilah arti Yesus sebagai “Putra Allah”, yaitu “Tuhan Bapa mengembuskan Logos ke dalam dirinya, tapi Sang Putra tak setara dengan Sang Bapa”. Seperti dikutip oleh Will Drant dalam jilid ke-6 The Story of Civilization, bagi Servetus, Yesus “dikirim oleh Sang Bapa dengan cara yang tak berbeda seperti salah seorang Nabi”. E.M. Wilbur dalam bukunya “History of Unitarianism” mengemukakan pendapat Michael Servetus itu dalam karangannya berjudul “The Error of Trinity” yang terlarang itu antara lain sebagai berikut: “Servetus confesses that in his book he called believers in Trinity trinitarians and atheists. He declared our evangelical religion to be without faith and without God, and that in place of God we have a threeheaded Cerberus” (Servetus mengakui bahwa di dalam bukunya ia menyebut para penganut Trinitas adalah Trinitarians dan Atheist. Ia menyatakan bahwa agama kita yang berdasar Injil itu adalah tanpa iman dan tanpa Tuhan, kita menempatkan di tempat Tuhan itu Cerberus Dewa Pengawal yang berkepala Tiga).

Servetus menulis bukunya itu ketika ia berusia 20-an tahun, dengan bahasa Latin yang masih kaku, buku itu cukup membuat amarah para imam Katolik dan pemimpin Protestan sekaligus, di tengah suhu panas (dan berdarah) yang menguasai mereka. Di tahun 1532, Servetus pun buru-buru pindah ke Prancis. Tapi di sana ia dihadang. Badan Inkuisisi Gereja Katolik -yang bertugas mengusut lurus atau tidaknya iman seseorang, dengan cara menginterogasinya dan kalau perlu menyiksanya- mengeluarkan surat perintah penangkapan. Servetus lari lagi sampai Wina, Austria dengan nama samaran Michel de Villeneuve. Selama itu ia berhasil menguasai ilmu kedokteran, tetapi ia toh selalu ingin mengemukakan pendapatnya tentang agama. Di tahun 1546 ia menyelesaikan Christianismi Restitutio, dan mengirim naskahnya ke Calvin. Mungkin ia ingin menunjukkan oposisinya terhadap tafsir Calvin atas injil. Bagi Servetus, Tuhan tak menakdirkan sukma manusia ke neraka.

Baginya, Tuhan tak menghukum orang yang tak menghukum dirinya sendiri. Iman itu baik, tetapi Cinta Kasih lebih baik. Calvin, yang memandang Tuhan seperti yang tergambar dalam Perjanjian Lama -angker dan penghukum- tak melayani Servetus. Ia hanya mengirimkan karyanya, Christianae religionis institutio. Servetus pun mengembalikannya -dengan disertai catatan yang penuh hinaan, disusul dengan serangkaian surat yang mencemooh- “Bagimu manusia adalah kopor yang tak bergerak, dan Tuhan hanya sebuah gagasan ganjil dari kemauan yang diperbudak”. Calvin tak bisa memaafkan cercaan ini. Calvin pula, lewat orang lain, yang memberitahu padri inkuisitor di Prancis tentang tempat bersembunyi Servetus. Kerja sama Protestan-Katolik yang tak lazim ini yang akhirnya membuat Servetus tertangkap di Wina. Ia memang berhasil melarikan diri. Tapi nasibnya sudah diputuskan: pengadilan sipil Wina, dengan napas Gereja Katolik, memvonisnya dengan hukuman bakar bila tertangkap. Anehnya ia lari ke Jenewa, tempat Calvin berkuasa.

Mungkin Servetus berpikir bahwa orang protestan, yang di Prancis dianiaya karena berbeda keyakinan, akan lebih toleran di kota itu. Tapi ternyata tidak. Mereka membakarnya. Calvin kemudian membela kekejaman di bukit Champel itu dengan sebuah argumen yang kita kenal: Aku beriman kepada Kitab Suci, maka akulah yang tahu kebenaran itu. Yang tak sama dengan aku adalah musuh ajaran, musuh Tuhan, harus ditiadakan. Argumen dengan api itu masih bisa kita dengar kini, dalam pelbagai versinya, dalam pelbagai agama, meskipun di tahun 1903, seperti sebuah sesal, sebuah monumen untuk Servetus dibangun di bukit Champel. Salah satu donaturnya: gereja Protestan yang dulu dipimpin Calvin. Tampaknya manusia sudah lebih sadar tentang kerumitannya sendiri, sedikit.


10. Tahun 1556. Pada 7 Juli 1556, 8 pastor dan 12 guru Jesuit memasuki Ingoistadt, Jerman.
Dimulailah era baru bagi Bavaria. Konsepsi Katolik Roma mengatur arah politik para pangeran dan tingkah laku para bangsawan Bavaria. Tetapi konsepsi itu hanya menjangkau kalangan atas saja, tidak rakyat biasa. Walaupun demikian disiplin besi yang diterapkan oleh negara dan gereja membuat masyarakat Bavaria menjadi umat Katolik yang setia, patuh, fanatik dan tidak toleran terhadap para “heresy” (pembangkang agama). Mayrhofer of Ingoistadt, seorang Jesuit, mengajarkan bahwa orang-orang Jesuit (anggota Ordo Jesuit) tidak akan dihakimi jika kami memerintahkan untuk membunuh kaum Protestan, lain halnya kalau kami diminta menjatuhkan hukuman mati untuk para pencuri, pembunuh, penghianat dan para pelaku revolusi. Pada tahun 1563, sesaat setelah para pastor Jesuit tiba di Bavaria (Jerman), kelakuan Albert V terhadap kaum Protestan dan semua yang simpatik terhadap Protestan semakin kejam dan menjadi-jadi. Sejak tahun 1563, tanpa belas kasihan dia memusnahkan semua orang-orang yang tidak patuh dan juga para penganut Anabaptis, mereka ditenggelamkan, dibakar, dipenjarakan dan dirantai. Semua tindakan Albert V itu disetujui oleh Jesuit Agricola. Pada tahun 1571, Archduke (bangsawan agung) Charles of Styrie, putra terakhir Ferdinand menikah dengan seorang putri bangsawan Bavaria tahun 1571. Dibawah pengaruh putri ini, Charles bekerja keras memusnahkan para heresi, orang-orang yang tidak sejalan dengan Katolik dari kerajaannya.


11. Tahun 1561. Berdasarkan sebuah laporan dari Jesuit, Emmanuel Phillibert of Savoy melakukan penghakiman berdarah terhadap para Heresi (orang-orang yang tidak sejalan dengan faham Katolik Roma) tahun 1561.
Hal yang sama terjadi di Calabria, Casal di San Sisto dan Guardia Fiscale. Jesuit sangat berkuasa di Parma dan Napoli, Italia selama abad ke-16 dan ke-17. Tetapi di Venice, dimana mereka sebelumnya diterima dengan segala kemurahan hati, kemudian dipaksa keluar dari kota tersebut pada 14 Mei 1606. Mereka kembali lagi tahun 1656, tetapi pengaruh mereka di Republik Venice tersebut tidak ada lagi.


12. Akhir tahun 1586, para penganut Anabaptis dari Movaria berhasil menyembunyikan 600 korban yang selamat dari penyiksaan Duke Guillaume.
Ini satu contoh yang membuktikan bahwa beribu-ribu dan bukan beratus-ratus yang dimusnahkan oleh Ordo Jesuit. Benar-benar kekejaman yang mengerikan yang menimpa negara berpopulasi rendah ini. Secara perlahan, semua pengajaran di Bavaria diserahkan kepada Jesuit dan bumi Bavaria menjadi pusat penetrasi Jesuit ke Jerman bagian barat, timur dan selatan.


13. Tahun 1579. Penindasan Gereja terhadap Francis David. Francis David (1510-1579) semula menganut Protestan yang sangat brilyan dan ketika Luther dan Calvin pecah, David mengikuti Calvin.
Pada tahun 1566 ia menghasilkan pengakuan keimanan (Confession of Faith) yang mencengangkan. Di antara isinya: “Bentuk Kebaktian yang bagaimanapun sederhananya tidak boleh ditujukan kepada Kristus tetapi kepada Allah Tuhan Bapa”. (The Forms of simple prayers are directed not to Christ, but to the Father). “Kristus, Guru Kebenaran mengajarkan, bahwa tiada siapapun tempat mohon pertolongan terkecuali hanya Allah Tuhan di surga”. (Christ, the Teacher of Truth taught no one is to be invoked beside the Heavenly Father). Francis David tidak melakukan kesalahan apa-apa, apa yang dilakukannya hanyalah mengatakan apa yang tertulis dalam Alkitab apa adanya. Dia hanya mencoba untuk berlaku jujur. Tetapi Francis David karena pernyataannya itu dihukum seumur hidup dan mati dipenjara pada tahun 1579. Setelah David mati ditemukan sajak yang ditinggalkannya di penjara yang kemudian tersebar berbunyi: “Dua puluh tahun dengan jujur Aku melayani negaraku Dan terhadap pangeran Kesetiaanku dapat dibuktikan Apakah anda pertanyakan kejahatan Yang dituduhkan tanah air padaku? Cuma disebabkan keyakinanku Allah itu Esa bukan tiga Yang aku sembah Walaupun petir, salib dan pedang Paus Serta maut tampil di depan mata Bahkan kekuasaan apapun Tidak akan mampu mencegah Perkembangan kebenaran Apa yang aku rasakan Dan aku tuliskan Dengan ikhlas hati Aku Bicara Sesudah kematianku Dogma kepalsuan akan ambruk”


14. Tahun 1600. Seorang pakar astronomi yang sepemahaman dengan Copernicus, yakni Bruno Giordano, mengalami nasib yang lebih tragis.
Ia dijatuhi fatwa mati oleh pihak gereja karena dianggap ajarannya melawan kebenaran isi Alkitab. Karena Giordano masih kepingin hidup lebih lama, mengetahui nyawanya terancam oleh fatwa mati ia segera kabur menyelamatkan diri. Perjuangannya ternyata menuai kegagalan. Tahun 1600 ia berhasil ditangkap oleh pihak berwajib di Compo de Fiori, Italia dan dijatuhi hukuman mati, yakni dengan cara dibakar hidup-hidup! 16. Tahun 1613. Kasus yang menimpa Galileo Galilei. Penganut kristiani saleh yang lahir 15 Februari 1564 ini, pada tahun 1613 menerbitkan sebuah karya berjudul “Sejarah dan Konsep-konsep tentang Noda Matahari Beserta Fenomenanya”, yakni sebuah ulasan yang menunjukkan dukungan pada teori Copernicus.

15.Pada tanggal 22 Juni tahun 1633, Galileo Galilei, astronom, matematikawan, dan fisikawan Italia abad ke-17, diajukan ke pengadilan gereja karena pemikirannya dianggap bertentangan dengan kebijakan gereja.
Pada zaman itu, gereja meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta dan planet-planet lain berputar mengelilingi bumi. Pada tahun 1632, Galileo menulis sebuah buku yang menolak pandangan ilmuwan bernama Bartholomeus berkenaan dengan sistem tata surya. Dalam buku itu, Galileo mengemukakan hasil penelitiannya, bahwa mataharilah pusat tata surya dan bumi serta planet-planet lainnya berputar mngelilingi matahari. Tahun 1633, gereja menuduh teori “Matahari Centris” sebagai ajaran sesat dan melarang Galileo yang penemu thermometer ini untuk memberi ceramah. Tahun 1633, “Bapak Sains Masa Kini” ini dibawa ke Roma, dihadapkan ke Pengadilan Gereja dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Gereja kemudian menjatuhkan vonis kafir kepada Galileo dan mengancamnya dengan hukuman mati.
Demi menghindari hukuman mati, Galileo menyatakan menarik pandangannya itu, namun ketika keluar dari pengadilan, dia mengatakan, “Meskipun demikian, bumi tetaplah berputar.” Galileo meninggal tahun 1642 dan statusnya sebagai tahanan rumah dibawanya sampai mati. Ironis, akhirnya kemudian terbukti pendapat Galileo Galilei bahwa bumi yang mengelilingi matahari adalah benar, sedangkan pendapat Alkitab bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi adalah salah.


16. Gereja memenjarakan Christopher Columbus yang menemukan benua tanpa memberitahu Saint Paul. Gereja memvonis setiap penemuan hukum alam, evolusi dunia, ataupun benua yang sebelumnya tidak diramalkan oleh kitab suci, sebagai sebuah pelanggaran moral.


17. Gereja menyingkirkan Pascal dan Montey karena dianggap tidak bermoral, dan Muller dengan tuduhan pencabulan.


18. Tahun 1619. Wabah fatwa mati ternyata tak hanya menimpa Giordano, tapi juga Lucilio Vanini. Ilmuwan yang sealiran dengan Copernicus ini ditangkap di Kota Toulouse pada tahun 1619 karena dianggap menghina Tuhan. Ia menerima hukuman dari gereja yang begitu kejam, yakni dipotong lidahnya dan dibakar hidup-hidup!


19. Tahun 1741. Thomas Emlyn (1663-1741) lahir di Dublin Irlandia dan lulusan Cambridge University telah mengarang buku berjudul: “An Humble Inquiry Into The Scripture Account Of Jesus Christ”.
Dalam buku itu Emlyn telah menafsirkan Bible mengenai Yesus Kristus dengan menempatkannya dalam kedudukan sebagai Mediator (perantara) di antara manusia dengan Tuhan. Lalu secara halus Emlyn memisahkan Yesus itu dari Kedudukan Tuhan, dan akhirnya menghapuskan ide tentang Trinitas. Karena pendapatnya itu Emlyn dipenjarakan. Beliau dituduh: “menulis dan menerbitkan suatu Bible bersifat hina dengan skandal dan mengumumkan bahwa Yesus Kristus bukan Tuhan Maha Agung”. (He is writing and publishing an infamous and scandalous bible declaring that Jesus Christ is not the Supreme God). Tetapi banyak pengagum Emlyn kemudian menyebutnya sebagai: “The Galaxy of Saints” (Bimasaktinya para Santo) demikian kata A.Wallace dalam bukunya yang berjudul: “Anti Trinitarian Biographies”.




Wassalam,