Berikut ini disalinkan apa adanya dari buku Perbandingan agama Kristen dan Islam karangan H. M. Arsjad Thalib Lubis hal 93 – 94.
Dimana–mana terlihat tanda salib atau tanda palang menjadi simbul agama Kristen. Menurut buku Mata Aliran Kekristenan, tanda salib atau palang itu tidak berasal dari agama Kristen, tetapi adalah tanda agama Mithra yang asalnya dari Persia. Dalam buku itu tersebut sebagai berikut:
Tanda palang (kruis) itu sesungguhnya bukan kepunyaan agama Kristen; tidak pula berasal dari terpalangnya Yesus Kristus. Dalam daftar kumpulan tanda–tanda agama Kristen, Clement tidak menyebutkan palang (kruis) itu di dalamnya. Mulai orang Kristen memakai tanda itu sejak kaisar Constantyn melihat palang dalam mimpinya, hakikatnya hanya suatu barang biasa dilihatnya dengan mata kepalanya belaka, sebab palang itu adalah tanda agama kafir (heiden) berabad–abad sebelum Kristus. Pada bulan Juni yang lalu kami ada melihat suatu palang agama Mesir yang tersimpan di dalam museum ibu kota Alexanderia. Hal yang menarik hati, palang agama Kristen itu membawa arti yang sama dengan palang agama Mesir, yaitu membawa hidup baru sebab dipalangkan. Di Irlandia (Inggris utara), sudah ditemui orang sebuah palang yang semacam itu, yang ada padanya gambar orang yang dipalangkan. Akan tetapi nyata bahwa gambar itu adalah gambar seorang pangeran negeri Persia, bukan gambar Yesus pangeran negeri Nazaret. Sebab nyata pada kepalanya itu nampak suatu mahkota kerajaan Persia, bukan mahkota duri (Injil Kitab Matius 27: 29. Injil Yesus/Injil Perjanjian Baru). Palang tersebut di atas adalah tanda agama Mithra, yang asalnya dari Persia. Memang di Irlandia dan di Chester banyak peninggalan tanda–tanda agama itu.
Kaisar Constantyn, seorang anggota persekutuan Kristen yang baru masuk, rupanya menghendaki supaya tanda palang itu dipakai sebagai tanda agamanya yang baru, agama Kristen itu. Tetapi nyatalah bahwa hakikatnya adalah ia lebih menghargai Apollo, tuhannya yang lama, daripada Yesus Kristus, tuhannya yang baru itu. Kesetiaannya kepada agama Apollo nyata pula tetap dalam segenap hidupnya terbukti suatu tanda agama Apollo yang tinggal tetap dipakai sebagai cap kerajaan dan cap mata uang negerinya sampai pada matinya kaisar tersebut. Walhasil, sebab kegemarannya kepada agama matahari itulah yang terlebih mungkin menyebabkan ia menghendaki tanda palang itu dipakai sebagai tanda agama Kristen, sebab ia melihat palang dalam mimpinya.
Akhirnya palang itu diwarisi oleh agama Gereja, sekalipun agama Gereja itu katanya datang untuk membersihkan kepercayaan agama berhala kuno. Bacalah kiranya riwayat father–father (rahib–rahib/pendeta–pendeta Kristen) zaman dulu, tentu pembaca yang terhormat akan mengetahui lebih terang, bahwa mereka itu telah memakai kekuatan pedang dan api untuk melenyapkan agama matahari sehingga terjadilah pembunuhan atas diri Hypatia, guru agama matahari yang besar pada waktu itu dan pembakaran atas gedung buku Alexanderia. Tetapi hakikatnya segala pengajaran dan adat istiadat agama matahari itu kesemuanya adalah dibawa masuk ke dalam agama gereja. Perlunya supaya agama baru itu dapat menarik orang dan disukai.
Mula–mula orang Kristen memakai 'ikan sungai' sebagai tanda agamanya. Akhirnya ikan sungai itu diganti dengan 'palang'. Dalam pada itu 'ikan sungai' adalah sebagai alamat Yesus Kristus. Pada abad pertengahan, kubur–kubur orang Kristen dihiasi dengan gambar 'ikan sungai', tidak dengan palang seperti sekarang. Akan tetapi Injil tidak memberi penerangan kepada kita apa sebabnya 'ikan' itu sebagai tanda agama Gereja, melainkan ada satu cerita dalam Injil yang menerangkan pernah makan 'ikan'.
Seterusnya, Prof. Dr. J. H. Bavink menerangkan sebagai berikut:
Dahulu orang memakai tiga macam salib. Ada salib yang merupakan huruf 'T', ada salib Andreas, bentuknya seperti 'X', dan ada pula salib orang Rumawi dengan bentuk '+¦'. Salib Yesus itu barangkali salib bangsa Rumawi.
Dari keterangan di atas ini diketahui bahwa salib yang disebut orang Kristen telah dipergunakan untuk menyalib Yesus, tidak dapat diketahui kepastian bentuknya. Prof. Dr. J. H. Bavink sendiri sebagai pemuka Kristen masih mempergunakan perkataan 'barangkali' sebagai salib bangsa Rumawi, masih berdasarkan dugaan–dugaan belaka.