Salah satu prinsip asasi yang tegas dinyatakan dalam al Qur’an menyangkut kebebasan beragama adalah “Tidak ada paksaan dalam beragama”, QS. Al Baqarah : 256. Oleh karenanya, dalam perspektif Islam, persoalan keimanan merupakan persoalan yang menyangkut persoalan kehendak bebas seseorang dan keyakinan yang bersifat pribadi. “Maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. QS. Al Kahf : 29.
Al Qur’an juga telah mengajak Nabi Muhammad saw untuk mengimplementasikan prinsip di atas, dan menjelaskan kepadanya bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia. Ia tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa manusia memeluk agama yang disampaikannya. Beberapa ayat al Qur’an yang menyatakan hal ini antara lain:
“Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya” QS. Yunus : 99.
“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” QS. Al Ghasiyyah : 22.
“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas mereka bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)”. QS. Asy Syura : 48.
Dari penjelasan di atas, jelaslah kiranya bahwa al Qur’an dengan tegas melarang pemaksaan kepada siapa pun untuk memeluk Islam.
Agama Islam telah menggariskan suatu metode yang harus dijadikan acuan dalam dakwah dan penyebaran risalah Islam. Di dalam al Qur’an didapati metode tersebut mencakup dakwah melalui hikmah, nasihat yang baik, dan berdebat secara fair. Allah swt. Berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” QS. An Nahl : 125.
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”. QS. Al Baqarah : 83.
Selain itu, di dalam al Qur’an ditemukan lebih dari 120 ayat yang menyatakan bahwa prinsip dakwah dan penyebaran Islam harus dilakukan berdasarkan penerimaan tanpa agitasi, pengajaran tanpa tendensi, dan menyerahkan kepada komunikan yang menerima dakwah kebebasan menerima atau menolak Islam. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw. setelah penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah) yang sebelumnya dikuasai oleh kaum musyrik Quraisy, dengan mengatakan kepada mereka, “Pergilah kalian semua, karena kalian adalah orang-orang yang bebas”. Meskipun kemenangan mutlak berada di tangan pihak kaum muslimin, tak seorang pun dari orang-orang musyrik Quraisy itu yang dipaksa untuk memeluk Islam.
Kaum muslimin tidak pernah memaksa pemeluk Yahudi atau Nasrani untuk memeluk Islam. Karena itulah kita mendapati khalifah kedua, Uman bin Khattab, memberikan kepada penduduk Baitil Maqdis yang beragama Kristen kebebasan dan rasa aman, “atas kehidupan, gereja-gereja dan salib-salib mereka. Tak seorang pun dari mereka yang akan mendapatakan kesulitan pemaksaan karena keyakinan dan agamanya”.
Sebelumnya, setelah Rasulullah saw. berhijrah, beliau juga telah menetapkan dalam konstitusi Madinah, bahwa pemeluk Yahudi beserta kaum Muslim merupakan satu komunitas umat yang membentuk suatu masyarakat baru di Madinah. Dengan demikian, hak para pemeluk Yahudi dalam menjalankan ajaran agama mereka diakui.
Dalam bukunya Allah ist Ganz Anders, Sigrid Hunke menolak anggapan, bahwa Islam adalah agama yang dibesarkan dengan pedang. Penulis asal Jerman ini mengatakan, “Sikap toleran bangsa Arab benar-benar telah memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan asumsi mereka yang mengatakan, bahwa Islam disebarkan dengan senjata dan pedang. Asumsi seperti ini merupakan salah satu bentuk kesalahan tendensius terhadap Islam”. Di tempat lain, Hunke mengatakan, “Sesungguhnya para penganut agama Kristen, Yahudi, Sabean, dan kaum pagan itulah yang sebenarnya ingin memeluk Islam sebagai hasil dari kesadaran meraka sendiri”.
Sebagaimana diketahui, pasukan perang kaum Muslim, tidak pernah menginjakkan kaki mereka di kawasan Asia Selatan atau Afrika Barat. Islam tersebar di kawasan tersebut melalui pedagang Muslim yang perilaku, akhlak, dan interaksi sosial mereka yang baik telah menarik perhatian penduduk setempat hingga akhirnya meraka menerima dakwah Islam secara sadar dan tanpa paksaan.
Sumber : Prof. Dr. Mahmoud Hamdi Zaqzouq
“Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya” QS. Yunus : 99.
“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” QS. Al Ghasiyyah : 22.
“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas mereka bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)”. QS. Asy Syura : 48.
Dari penjelasan di atas, jelaslah kiranya bahwa al Qur’an dengan tegas melarang pemaksaan kepada siapa pun untuk memeluk Islam.
Agama Islam telah menggariskan suatu metode yang harus dijadikan acuan dalam dakwah dan penyebaran risalah Islam. Di dalam al Qur’an didapati metode tersebut mencakup dakwah melalui hikmah, nasihat yang baik, dan berdebat secara fair. Allah swt. Berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” QS. An Nahl : 125.
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”. QS. Al Baqarah : 83.
Selain itu, di dalam al Qur’an ditemukan lebih dari 120 ayat yang menyatakan bahwa prinsip dakwah dan penyebaran Islam harus dilakukan berdasarkan penerimaan tanpa agitasi, pengajaran tanpa tendensi, dan menyerahkan kepada komunikan yang menerima dakwah kebebasan menerima atau menolak Islam. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw. setelah penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah) yang sebelumnya dikuasai oleh kaum musyrik Quraisy, dengan mengatakan kepada mereka, “Pergilah kalian semua, karena kalian adalah orang-orang yang bebas”. Meskipun kemenangan mutlak berada di tangan pihak kaum muslimin, tak seorang pun dari orang-orang musyrik Quraisy itu yang dipaksa untuk memeluk Islam.
Kaum muslimin tidak pernah memaksa pemeluk Yahudi atau Nasrani untuk memeluk Islam. Karena itulah kita mendapati khalifah kedua, Uman bin Khattab, memberikan kepada penduduk Baitil Maqdis yang beragama Kristen kebebasan dan rasa aman, “atas kehidupan, gereja-gereja dan salib-salib mereka. Tak seorang pun dari mereka yang akan mendapatakan kesulitan pemaksaan karena keyakinan dan agamanya”.
Sebelumnya, setelah Rasulullah saw. berhijrah, beliau juga telah menetapkan dalam konstitusi Madinah, bahwa pemeluk Yahudi beserta kaum Muslim merupakan satu komunitas umat yang membentuk suatu masyarakat baru di Madinah. Dengan demikian, hak para pemeluk Yahudi dalam menjalankan ajaran agama mereka diakui.
Dalam bukunya Allah ist Ganz Anders, Sigrid Hunke menolak anggapan, bahwa Islam adalah agama yang dibesarkan dengan pedang. Penulis asal Jerman ini mengatakan, “Sikap toleran bangsa Arab benar-benar telah memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan asumsi mereka yang mengatakan, bahwa Islam disebarkan dengan senjata dan pedang. Asumsi seperti ini merupakan salah satu bentuk kesalahan tendensius terhadap Islam”. Di tempat lain, Hunke mengatakan, “Sesungguhnya para penganut agama Kristen, Yahudi, Sabean, dan kaum pagan itulah yang sebenarnya ingin memeluk Islam sebagai hasil dari kesadaran meraka sendiri”.
Sebagaimana diketahui, pasukan perang kaum Muslim, tidak pernah menginjakkan kaki mereka di kawasan Asia Selatan atau Afrika Barat. Islam tersebar di kawasan tersebut melalui pedagang Muslim yang perilaku, akhlak, dan interaksi sosial mereka yang baik telah menarik perhatian penduduk setempat hingga akhirnya meraka menerima dakwah Islam secara sadar dan tanpa paksaan.
Sumber : Prof. Dr. Mahmoud Hamdi Zaqzouq