Minggu, 25 September 2011

Islam Lurus Atau Kristen Sesat? (Jawaban untuk Pendeta Richmon)


Pendeta Antonius Richmon Bawengan menipu umat Islam dengan penafsiran “shirathal mustaqiim” (jalan yang lurus) yang keliru dengan tudingan sbb:
“Penganut Agama Arabi mentaati ketentuan untuk menyembah Allah, antara lain dalam bentuk shalat 5 waktu, yang berlangsung 17 rekaat setiap hari. Dalam setiap rekaat shalatnya, umat Muhammad umumnya melafazkan Al-Fatihah, yang berisi antara lain: “…Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau telah anugerahkan nikmat kepada mereka…”
17 kali sehari kalimat permohonan itu diucapkan oleh muslim yang takwa. Hari ini belum dikabulkan, besok memohon lagi. Tidak dikabulkan, lanjut dengan permohonan di hari berikutnya. 6100 kali dimohonkan dalam setahun, tidak terkabul juga. Fakta menunjukkan bahwa sampai hari ini, sesudah 15 abad agama Islam berkembang, permohonan tentang Jalan yang lurus itu berlanjut terus.
Tuduhan pendeta ini picik dan licik. Padahal Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa jalan yang lurus yang dimaksud surat Al-Fatihah ayat 6 dalam ayat berikutnya: “Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat” (Al-Fatihah 7). Menurut ayat ini, kriteria jalan yang lurus itu ada dua, yaitu:
1. Jalannya orang-orang yang telah mendapat nikmat dan ridha Allah, yaitu: para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin karena mereka adalah orang-orang yang selalu taat dan istiqamah dalam beribadah. Golongan ini sesuai dengan firman Allah:
“Orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”(Qs An-Nisa’ 69).
2. Jalan yang lurus itu kontradiktif dengan jalan orang yang dimurkai Allah dan jalan orang yang sesat. Golongan ‘Al-Magdhub alaihim’ (orang yang dimurkai Allah) adalah umat Yahudi, kaum yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya. Dalam surat Al Ma’idah 60, orang Yahudi disebut “man la’anahullahu wa ghadhiba alaihi,” artinya: orang yang dikutuk/dilaknat dan dimurkai Allah, sehingga di antara mereka dijadikan kera dan babi.
Sedangkan golongan ‘Adh-dholliin’ (orang-orang yang sesat) adalah umat Nasrani, kaum yang bersemangat untuk beramal ibadah tapi tidak didasari ilmu (Al-Ma’idah 77).
Pengertian ini sesuai dengan makna hadits, di mana Adi bin Hatim RA bertanya kepada Nabi SAW, “Siapakah yang dimurkai Allah itu?” Nabi SAW menjawab, “Al-Yahud (Yahudi).” “Dan siapakah yang sesat itu?” Nabi SAW menjawab, “An-Nashara (Nasrani)”.
....Pendeta Richmon melecehkan Islam sebagai agama sesat yang belum lurus.Ini adalah pertanyaan klasik yang sudah ketinggalan zaman....
Pendeta Richmon melecehkan Islam sebagai agama sesat yang belum lurus. Menurutnya, jika Islam adalah agama yang lurus, mengapa umat Islam masih berdoa minta ditunjuki jalan yang lurus dalam shalat?
Ini adalah pertanyaan klasik yang sudah ketinggalan zaman. Perlu diketahui, bahwa orang yang berdoa “tunjukilah kami jalan yang lurus” itu bukan berarti sedang berada di jalan yang sesat sehingga minta ditunjuki jalan yang lurus.
Doa ini bermakna: Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim (jalan yang lurus) yaitu Islam. Maksudnya, mohon agar Allah mengaruniakan keteguhan dalam memahami dan mengamalkan agama Islam, dan mohon agar dijauhkan dari jalan golongan yang sesat dan dimurkai.
Doa ini selalu diulang-ulang dalam shalat, karena setiap manusia selalu membutuhkan hidayah pada segala kesempatan, baik malam maupun siang hari. Manusia beriman selalu butuh hidayah untuk tetap teguh di jalan yang lurus, karena hati manusia berbolak-balik yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Apalagi, di nusantara ini para penginjil berkeliaran mencari mangsa untuk dimurtadkan dengan segala cara, termasuk cara-cara licik dan bengis.
Setiap Muslim tidak ada yang tahu apakah dia akan teguh di dalam Islam atau tidak, maka ia harus selalu memohon kepada Allah agar diteguhkan di jalan-Nya dan diberi husnul khatimah(akhir hayat yang baik).
Al-Qur'an menekankan perlunya istiqamah di jalan Allah, sehingga umat Islam yang sudah di jalan lurus, masih diperintah  berdoa agar meminta hidayah istiqamah di jalan Islam yang lurus itu.
Bahkan kepada orang yang beriman pun, Allah menegaskan perintah agar tetap teguh beriman kepada-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya” (An-Nisa’ 136).
Kesesatan Pendeta Richmon dalam memahami doa dalam surat Al-Fatihah itu terjadi karena logika teologinya sudah korslet. Karena berdoa minta ditujuki jalan yang lurus, maka dengan ceroboh disimpulkan bahwa umat Islam berada dalam kesesatan karena ditipu oleh Allah. Na’udzubillah min dzalik!
....Logika rusak Pendeta Richmon justru melahirkan  teologi rusak yang berisi penghinaan kepada Tuhan dalam Bibel....
Jika diterapkan dalam kekristenan, maka logika rusak Pendeta Richmon bisa melahirkan teologi yang jauh lebih rusak yang berisi penghinaan kepada Tuhan dalam Bibel.
Misalnya, dalam Injil Yohanes 17:1 Yesus menengadah ke langit dan berdoa: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau.” Berdasarkan logika Pendeta Richmon, maka ayat ini wajib dipahami bahwa Yesus belum memuliakan Tuhan dan sebaliknya Yesus belum dimuliakan Tuhan.
Dalam Injil Matius  6:9 dan Lukas  11:2 Yesus memanjatkan Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu.” Bila logika teologi Pendeta Richmon diterapkan, maka ayat ini harus dipahami bahwa Tuhan tidak Maha Suci, sehingga harus didoakan umatnya. Apakah Tuhannya Yesus tidak Mahakudus?
Dalam Injil Matius 6:11 Yesus berdoa: “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Berdasarkan logika Pendeta Richmon, maka ayat ini wajib disimpulkan  bahwa seumur hidupnya Yesus dan para muridnya selalu hidup dalam kelaparan (Jawa: kaliren) sehingga harus berdoa minta makan kepada Tuhan tiap pagi.
Dalam Injil Matius 6:12 Yesus berdoa: “Ampunilah kami akan kesalahan kami.” Bila umat Kristen memakai logika Pendeta Richmon, maka ayat ini harus dipahami bahwa Yesus dan para muridnya adalah sekelompok pendosa sehingga harus berdoa minta ampun dari kesalahannya!
Dalam Injil Matius 6:13 Yesus berdoa: “Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” Jika logika teologi Pendeta Richmon diterapakan, maka ayat ini harus dipahami bahwa Yesus dan para pengikutnya adalah orang-orang yang selalu berkubang dalam percobaan dan kejahatan, sehingga mereka berdoa tiap pagi, minta dilepaskan dari pencobaan dan kejahatan.
Betapa bejatnya logika teologi letterlijk itu. Maka Pendeta Richmon Bawengan dan para penginjil lainnya harus membuang logika teologi yang rusak bila ingin selamat dunia dan akhirat. Bukankah teologi rusak itu telah terbukti melahirkan kerusuhan umat beragama di Temanggung? bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/suara-islam]