Rabu, 28 Desember 2011

AL-QUR’AN MENYURUH SYIRIK KEPADA JIN?

PERTANYAAN:

Di daerah kami beredar buku kesaksian Muhammad Bambang SE STh, terbitan PLP Martua Agape Nias. Sebagai bahan penelitian, buku berjudul “Mengapa Saya Menjadi Orang Kristen (Islam Menjadi Kristen)” tersebut kami kirimkan kepada pengasuh rubrik ini.
Dalam buku ini, Pendeta Bambang menyebutkan bahwa ia meninggalkan Islam karena Al-Qur’an surat Al-Jinn ayat 6 dan 16 mengajarkan syirik dengan meminta pertolongan kepada jin. Saya tidak akan goyah iman saya dengan tuduhan tersebut, tapi bagaimana cara menjawabnya sesuai akidah yang benar?
Erwin Efendy Daulay, Binjai
.

JAWABAN:

Terima kasih atas informasi dan pertanyaannya.
Dalam catatan kami, Muhammad Bambang adalah pendeta yang mengaku sebagai mantan muslim fanatik kelahiran Bojonegoro Jawa Timur tahun 1964. Dalam berbagai kesaksiannya, ia mengaku masuk Kristen sejak SMA, ketika ia merasa terpakau terhadap ayat-ayat Alkitab (Bibel) yang dibacakan oleh seorang pendeta dalam khotbah natal.
Buku “Mengapa Saya Menjadi Orang Kristen” yang beredar di Binjai tersebut adalah murni hujatan terhadap ajaran Al-Qur’an dan syariat Islam, yang menurut anggapannya tidak konsekuen, inkonsisten, kontradiktif, musyrik dan bukan wahyu Allah.
Berbagai tuduhan, hujatan, makian dan umpatan dengan bahasa yang tidak senonoh terhadap Islam dilontarkan oleh Pendeta Bambang dalam buku tersebut. Padahal Bibel yang dikhotbahkan setiap Minggu di gereja itu tertulis ajaran kasih: “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka.” Tapi ayat-ayat ini tak berpengaruh terhadap perilaku Pendeta Bambang. Ia tetap memaki dan menghujat Islam dengan dalih sebagai ungkapan keprihatinan atas banyaknya umat Kristen yang beralih menjadi Muslim, sebagaimana diungkapkannya dalam Kata Pengantar:
“Buku ini kami buat untuk melengkapi hamba-hamba Tuhan dan anak-anak Tuhan agar mereka dapat bertahan dan melawan serangan-serangan kelicikan orang-orang yang beragama Islam…. Penulis telah banyak menemui orang-orang yang dulunya Kristen tetapi sekarang telah menjadi orang Islam, dan hal itu memprihatinkan kami.”
Tekad tersebut dibuktikan Bambang dengan menuduh Al-Qur’an sebagai kitab yang aneh, tidak masuk akal, kontradiksius dan mengajarkan kemusyrikan. Berikut kutipannya:
“Menolak surat 72 Al-Jinn sebagai aneh dan tidak masuk akal serta kontradiksius. Dalam Al-Qur’an ada terdapat satu surat nomor 72 yang dinamakan “AL-JIN,” yang isinya antara lain: Bahwa manusia boleh atau dapat minta pertolongan dan perlindungan pada jin-jin yang Saleh/Mukmin tersebut (Qs 72 Al-Jinn 6)…. dalam Al-Qur’an di Surat 72 Al-Jin 6, Al-Qur’an memerintahkan bahwa umat Islam boleh sujud menyembah jin-jin untuk meminta pertolongan, perlindungan dan rezeki-rezeki (meskipun diselimuti dengan predikat saleh/mukmin). Apa hal ini tidak kontradiktif?? Apa hal seperti ini pantas disebut Wahyu Allah? Apakah hal ini tidak berarti “Menyekutukan” Allah Yang Maha Esa itu?? (hlm. 23).
Tidak mungkin dan tidak masuk di akal bukan? Oleh karenanya maka Surat 72 Al-Jin ini tidak mungkin Wahyu Allah, melainkan hanya buah pikiran Muhammad sendiri saja. (hlm. 24).
Selanjutnya dengan adanya Surat 72 Al Jin 6 ini, sama saja artinya bahwa Muhammad memberi peluang atau “lampu hijau” kepada umatnya untuk berbuat SYIRIK, menyekutukan Allah yang mereka agung-agungkan Maha Esa dengan jin-jin/iblis dan dalam praktik kenyataannya sehari-hari memanglah demikian adanya, karena bukan rahasia umum lagi dan adalah logis dan pantas berjuta-juta umat Islam memanfaatkan izin Muhammad + Al-Qur’annya itu dengan sujud-menyembah serta bersekutu dengan jin-jin tersebut untuk mendapat: kekebalan tahan tembak dan tahan bacok, mendapat ilmu santet dan ilmu pelet, mendapat kekuatan sexual-extra strong, memperoleh kekayaan-kekayaan dan kenaikan pangkat dan lain-lain sebagainya. (hlm. 25).
Demikian isi Kata Pengantar tersebut. Dengan tuduhan kelas teri yang memalukan itu, terbukalah aib Pendeta Bambang sebagai orang yang tidak pandai berbahasa Indonesia. Akibatnya, ia keliru baca dan salah paham terhadap terjemah Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia. Akhirnya dia salah kaprah dalam menuduh agama Islam dengan bahasa sarkastis.
Ayat Al-Qur’an yang dituduh mengajarkan kemusyrikan oleh Bambang adalah sebagai berikut:
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (Qs. Al-Jinn 6).
Terjemah ayat tersebut sudah sedemikian gamblang, mudah dimengerti dan dapat disimpulkan dengan tepat oleh siapapun. Dalam ayat tersebut sama sekali tidak ada kalimat perintah, anjuran maupun pembolehan untuk bersujud, menyembah dan bersekutu dengan jin untuk memperoleh: kekebalan, tahan tembak, tahan bacok, ilmu santet dan pelet, kekuatan sexual-extra strong, kekayaan, kenaikan pangkat dan lain sebagainya.
Justru pada ayat tersebut tertera jelas akibat negatif bagi orang yang meminta perlindungan kepada jin, yaitu “maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (fazaaduuhum rohaqo). Berarti, meminta perlindungan kepada jin adalah perbuatan salah dan dosa.
Mungkin Pendeta Bambang membaca ayat tersebut hanya separo saja, tidak sampai tuntas. Sehingga yang terbaca adalah kalimat: “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin” (wa annnahu kaana rijaalun minal insi ya’uudzuuna birijaalin minal jinni). Potongan ayat ini lalu ditafsirkan secara sentimental bahwa Al-Qur’an membolehkan dan memerintahkan bersekutu, sujud, beribadah dan minta pertolongan kepada jin. Padahal pemahaman ini menyimpang jauh. Karena pada potongan ayat tersebut tak ada kalimat yang bisa ditafsirkan adanya perintah maupun pembolehan berbuat musyrik kepada jin. Potongan ayat ini hanya menyebutkan realita bahwa ada saja manusia yang meminta pertolongan kepada jin. Tapi tindakan ini tidak dibenarkan, direstui apalagi diperintahkan, karena pada ujung ayat berikutnya dinyatakan bahwa tindakan tersebut menambah dosa dan kesalahan.
Jelaslah, perbuatan musyrik kepada jin diharamkan dalam Islam. Pengharaman/larangan minta pertolongan kepada jin ini diperkuat oleh ayat Al-Qur’an: “Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu….” (Qs. Al-An’am 100).
Ayat ini menjelaskan bahwa menjadikan jin sebagai sekutu terhadap Allah SWT adalah perbuatan orang musyrik. Dan orang yang menjadikan jin sebagai pelindung dan penjaga diri, maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan musyrik. Islam sangat keras dalam mengharamkan kemusyrikan. Karena syirik adalah perbuatan sesat dan dosa besar yang tak berampun (Qs An-Nisa` 48, 116) dan kezaliman yang besar (Qs Luqman 13; orang musyrik itu najis dan dilarang mendekati Masjidilharam (Qs At-Taubah 28); orang musyrik adalah penghuni neraka Jahanam yang kekal (Qs Al-Bayyinah 6, At-Taubah 17 & 113).
Salah satu bentuk kemusyrikan yang dilakukan oleh orang kafir adalah meyakini bahwa Isa adalah Allah (Qs Al-Ma’idah 72).
Karena kemusyrikan adalah tindakan yang sangat berbahaya dan besar dosanya, maka Allah memerintahkan umat-Nya untuk berpaling dari orang-orang musyrik: “Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik” (Qs. Al-An’am 106).
Dengan demikian, maka seorang muslim yang lurus akidahnya tidak akan menyembah dan meminta pertolongan kepada jin, karena beribadah dan meminta pertolongan yang benar hanya kepada Allah saja (Qs. Al-Fatihah 5).
Ajaran pertama dan utama dalam Islam adalah Tauhid kepada Allah SWT dengan beribadah hanya kepada-Nya tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (Qs An-Nisa 36).
Dengan keawamannya, ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa minta pertolongan kepada jin adalah perbuatan dosa dan syirik, justru ditafsirkan secara terbalik 180 derajat oleh Pendeta Bambang. Menurutnya, ayat-ayat tersebut melegalkan perbuatan syirik.
Itulah gaya berpikir Pendeta Bambang yang awam. Lantas, bagaimana jika gaya keawaman yang sama dipakai untuk menafsirkan Bibel yang menceritakan bahwa Nabi Daud berhasil dibujuk oleh iblis (I Tawarikh 21:1-2), Yesus dicobai oleh iblis (Matius 4:1-10, Lukas 4:1-13), dan Yesus mengabulkan permintaan setan-setan (roh jahat) yang mengakibatkan dua ribu ekor babi mati lemas di dalam jurang (Markus 5:12-13, Matius 8:28-32)? Apakah ayat-ayat ini ditafsirkan bahwa orang Kristen boleh bernegoisasi, bersekutu dan bekerjasama dengan iblis, setan dan roh jahat?
Sebagai seorang panutan jemaat, seharusnya Pendeta Bambang lebih berhati-hati dalam berkomentar karena “mulutmu adalah harimaumu.” Bukankah dalam Injil yang diyakininya, Yesus pernah bersabda bahwa setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman? []
(Dimuat di Majalah Al-Mujtama’ edisi 12 Th 1/Jumadil Tsani 1430, hlm. 46-47)