Minggu, 14 Agustus 2011

BELENGGU DAYA PIKIR MANUSIA

BELENGGU DAYA PIKIR MANUSIA 
(“TUHAN itu Esa, sejak awalnya sampai selama-lamanya!”)[30



Apa yang diinginkan oleh sang penulis? Setelah berbicara tentang konsep Tuhan menurut khayalannya, sang penulis menarik kesimpulan:
“Maka seringkali Iblis menunggangi pikiran manusia, lalu meng-injeksi-kan gagasan yang kelihatannya benar, namun sudah membelenggu pikiran manusia itu dan pada gilirannya membelenggu TUHAN yang dikenalnya, semakin terbatas. Memang Iblis sangat bernafsu mau membelenggu TUHAN, atau sekedar membelenggu pemahaman tentang TUHAN.

‘Bunyi’ salah satu belenggu itu: “TUHAN itu Esa, sejak awalNya sampai selama-lamanya. Tidak mngkin TUHAN tampil berdua!”

Gagasan ini terasa sebagai kebenaran, karena diturunkan dari paham kebadian TUHAN. Bahwa TUHAN itu kekal, tidak berubah selama-lamanya. Gagasan ini tidak salah. Namun, kekeliruan mulai muncul pada gagasan yang tersembunyi, yang merupakan dampak dari gagasan yang pertama. Belenggu yang tersembunyi berbunyi:“TUHAN tidak (tidak mampu atau tidak boleh) memecah DiriNya menjadi dua lebih.” (“Tidak boleh!” kata manusia yang sudah lebih dahulu terbelenggu pikirannya oleh Iblis).[31]

Sang penulis menginginkan bahwa Allah itu bisa saja menjadi dua atau lebih “Tuhan”. Karena dia membuat teori membelahnya “amoeba”. Kalla wa hasya lillah, ‘Maha suci Allah dari segala perumpamaan’. Inilah ilusi orang yang sudah frustasi untuk meluluskan ajaran sesatnya kepada manusia. Mari kita lihat argumentasinya:
“Padahal ada Wawasasan Biologis yang canggih. Berkaitan dengan kebenaran Injil:‘Hikmat Amoeba’. Yang berikut ini adalah hikmat yang tidak disadari oleh guru-guru agamawi: Yahudi – Muslim – Kristen. Sadarkah Saudara bahwa bakteri, termasuk Amoeba, makhluk satu sel, mampu menghasilkan keturunan tanpa melakukan hubungan kelamin? Setiap sel Amoeba mampu memecah dirinya, menjadi dua. Yang pertama berperan sebagai bapak, yang muncul keluar dari bapak menjadi anak, kondisi si bapak tidak berpasangan dan tidak melakukan hubungan kelamin. AMOEBA memecah dirinya menghasilkan Amoeba! Begitulah caranya AMOEBA menghasilkan keturunan, sendirianbukan dengan cara berpasangan lalu beranak. Maka jika,…jika TUHAN memecah diriNya, atas kehendakNya sendiri, siapa berani melarang? Yang nekat melarang TUHAN itu adalah Pemberontak, Iblis, Musyrik jadinya. Jika TUHAN benar-benar memecah diriNya, maka yang muncul, keluar dari TUHAN selaknyalah disebut Anak TUHAN. Seperti AMOEBA, tentu memper’anak’kan Amoeba. Dan Anak TUHAN bukanlah TUHAN, namun boleh bertitel Tuhan (perhatikan 4 huruf kecil). Maka sewajarnyalah Anak TUHAN (yakni Yesus) memanggil TUHAN dengan sebutan ‘Bapa’.[32]

Khayalan yang luar biasa sesatnya ini benar-benar keluar dari orang yang sedang kehilangan kesadaran murni. Jika pada pembahasan yang lalu, sang penulis mendukung konsep “inkarnasi” (menitis) dalam agama Hindu, sekarnag dia mendukung ‘akidah bakteri Amoeba’. Menyerupakan Allah dengan “Amoeba” adalah mencederai kesucian zat-Nya. Di dalam Islam, konsep ini dikenal dengan istilah tajsim (Allah punya jasad) atau tasybih (Allah diserupakan dengan makhluk). Inilah yang ditolak oleh seluruh ulama Muslim. Karena sangat bertentangan dengan ajaran akidah yang murni. Tapi menurut sang penulis, konsep nyeleneh-nya itu didukung oleh tiga “Kitab Suci” (Taurat, Injil dan Al-Qur’an”.

Dari Perjanjian Lama, dia mengutip Kitab Yesaya 61: 1: “Roh TUHAN ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku;…”. Dari Injil dia mengutip Lukas 4: 18: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku,…”. Dan dari Al-Qur’an dia mengutip Qs. Muhammad [21]: 91: “Dan Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam tubuhnya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda yang besar bagi semesta alam. Ide konyol ini dia kuatkan lagi dengan Yohanes 8: 42: “Jikalau TUHAN adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari TUHAN. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.”[33]

Sang penulis benar-benar “pragmatis”. Padahal ayat-ayat Bible di atas tidak dapat difahami secara letterlijk (harfiah). Roh Tuhan dalam diri nabi Yesaya dan Yesus Kristus tidak dimaknai bahwa mereka itu “Anak Tuhan”. Mereka adalah yang diangkat (diurapi) sebagai utusan Allah, Rasul: untuk menyampaikan risalah (pesan) Allah kepada manusia. Dan tiupan roh ke dalam keduanya tidak bisa disamakan dengan “membelahnya Amoeba”. Betapa rendahnya derajat Allah jika disamakan dengan Amoeba: makhluk ciptaan-Nya sendiri. Sang penulis benar-benar “licik”. Jika mau bersikap adil, nabi Adam a.s. harus lebih dijadikan sebagai “Anak Tuhan” dibandingkan Yesus Kristus atau nabi-nabi yang lain. Ke dalam jasad nabi Adam a.s. Allah juga meniupkan ruh-Nya. Tidak ada yang “istimewa” dari kelahiran Yesus Kristus. Bagi Allah apa saja bersifat mungkin –kecuali hal-hal yang negatif.

Oleh kedua orangtuanya, Yesus sendiri dianggap sebagai “anak mereka”, bukan “anak Tuhan” atau anak ajaib. Lihat apa yang dikatakan oleh Yusuf dan Maria: “Dan ketika orangtuanya melihat dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibunya kepadanya: “Nak, mengapa kamu berbuat demikian terhadap kami? Bapamu dan aku cemas mencari Engkau.”[34] Jadi, sangat mustahil Tuhan memiliki orangtua. Inilah doktrin yang tidak benar. Dan tentu tidak beradab jika dinisbatkan kepada Allah: Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Kuasa.

Jika sang penulis mau jujur, ayat Injil Lukas 4: 18 yang dia kutip bukanlah perkataan Yesus.  Ayat tersebut adalah tulisan yang dibacakan oleh Yesus dalam Kitab Yesaya 61: 1, yang juga dikutip oleh sang penulis. Mari kita perhatikan dan kita bandingkan kedua versi Yesaya 61: 1 dan Lukas 4: 18 di atas.

Lukas 4: 18: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku.

Yesaya 61: 1: “Roh Tuhan Allah ada padaKu, oleh karena Tuhan telah mengurapiAku; ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara…”

Kata-kata “pada-Ku” dan “Aku” dalam Injil Lukas 4: 18 pakai huruf kapital, adalah kata ganti untuk pribadi Yesus. Sementara kata-kata “padaku” dan “aku” dalam Kitab Yesaya 61: 1, memakai huruf kecil, adalah bukan ditujukan kepada Yesus, karena saat itu Yesus belum lahir. Seandainya Injil Lukas 4: 18 tersebut ditujukan kepada Yesus, maka kesimpulannya sebagai berikut:
  1. Setiap yang diberi roh oleh Tuhan, pasti bukan Tuhan.
  2. Yesus diberi roh oleh Tuhan, berarti Yesus bukan Tuhan.
  3. Setiap yang diurapi oleh Tuhan, pasti bukan Tuhan.
  4. Yesus diurapi oleh Tuhan, berarti Yesus bukan Tuhan.
  5. Setiap yang diutus oleh Tuhan, pasti bukan Tuhan.
  6. Yesus diutus oleh Tuhan, berarti Yesus bukan Tuhan.[35]



Yesus benar-benar bukan Tuhan, meskipun proses penciptaannya adalah “mukjizat” yang wajib diterima. Karena Yesus di dalam Injil, hanya mengaku sebagi “nabi”, tidak lebih. “Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri, diantara kaum keluarganya dan di rumahnya.”(Markus 6: 4). Yohanes juga menganggap Yesus sebagai “Guru”, bukan Tuhan.[36]Yesus pun mengaku “tidak baikh”, hanya Allah saja yang baik.[37]  

Injil Melecehkan Yesus!
Bukan hanya itu, Injil sama sekali tidak memberi penghormatan kepada Yesus Kristus. Karena di dalamnya disebutkan bahwa Yesus berbuat dosa. Jika Yesus dalam agama Kristen dianggap sebagai ‘Anak Tuhan’, bahkan Tuhan itu sendiri, maka yang dikatakan Injil di bawah ini sangat menghina kedudukannya sebagai “Tuhan”.

[1] Markus 3: 31-31: “Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia. Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka berkata kepadanya: “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” Apakah “Tuhan” punya ibu dan saudara-saudara? Mahasuci Allah! Allah tidak beranak, dan tidak diperanakkan (Qs. Al-Ikhlâsh [112]: 3).

[2] Markus 9: 1: “Kata-Nya lagi kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa.” Sekarang sudah tahun 2008. Sudah berapa lamakah Yesus meramalkan Kerajaan Allah itu? Sudah ribuan tahun lamanya. Berapa banyak generasi yang sudah silih berganti dan menggilir ‘gelas maut’. Tapi ramalan itu sama sekali tidak terjadi. Apa mungkin ‘Anak Tuhan’ salah menerima informasi dari Bapanya tentang Kerajaan-Nya itu. Ini namanya pelecehan terhadap ‘Anak Tuhan’ dan Tuhan itu sendiri.

[3] Markus 13: 31: “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu,malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.” Apakah ‘Anak Tuhan’ atau Tuhan tidak tahu kapan kiamat terjadi. Atau Bapa Yesus tidak memberi informasi yang valid tentang itu? Subhanallah! Mahasuci Allah dari segala “kebodohan”.

[4] Markus 15: 28: “Demikian, genaplah nas Alkitab yang berbunyi: “Ia akan terhitung di antara orang-orang durhaka.” Sungguh memalukan Injil ini. Tidak masuk akal jika ‘Anak Tuhan’ yang penuh dengan Roh Kudus tergolong kepada orang-orang yang “durhaka”. Benar-benar melecehkan Rasul Allah, ‘Isa a.s.

[5] Matius 12: 46-50: “Ketika Yesus masih berbicara kepada orang banyak itu, ibunya dan saudara-saudara-Nya berada di luar dan berusaha menemui dia. Maka orang berkata kepadanya: “Lihatlah, ibumu dan saudara-saudaramu berada di luar dan berusaha menemui engkau. Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadanya: “Siapakah ibuku? Dan siapa saudara-saudaraku? Lalu katanya, sambil menunjuk ke arah murid-muridnya: “Ini ibuku dan saudara-saudaraku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapakku di sorga dialah saudaraku laki-laki, dialah saudaraku perempuan, dialah ibuku.”

Yesus di sini benar-benar durhaka kepada ibunya. Apa mungkin ini terjadi kepada seorang yang diklaim sebagai ‘Roh Allah’ atau ‘Anak Tuhan’? Ini namanya “tidak bermoral”. Bahkan, ini bertentangan dengan nasehatnya sendiri. “Katanya: ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 19: 19). Dalam Perjanjian Lama pun disebutkan: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan Tuhan, Allah, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.” (Kitab Ulangan 5: 16).