Minggu, 14 Agustus 2011

Sang Penulis ‘Menipu’!


Qs. Al-Anbiya’ [21]: 91 tentang peniupan roh Allah ke dalam rahim Maryam adalah “kinayah”: tentang peletakan satu rahasia kemahakuasaan Allah s.w.t. di dalam rahim Maryam, yaitu janin Yesus Kristus dan kehidupannya. Kata “min ruhina” yang diterjemahkan dan difahami oleh sang penulis sebagai “ruh dari Kami” sebagai roh Allah adalah “tidak benar”. Yang benar adalah “ruh dari pihak Kami”, yaitu malaikat Jibril a.s. Inilah bentuk penyesatan terselubung dari sang penulis.[38] Apa yang diklaim oleh sang penulis adalah pengaruh dari dogma Kristen, yang mengartikan “Roh Kudus” sebagai oknum Tuhan yang ketiga: Tuhan Roh Kudus. Dalam Islam tentu saja berbeda. Roh Kudus (al-Rûh al-Quds) dalam Al-Qur’an adalah malaikat Jibril a.s. Jika sang penulis menjadikan Al-Qur’an sebagai pendukung argumentasi batilnya, ini adalah penipuan dan ini tidak bisa dibenarkan.

Sang penulis juga mengakui (berdasarkan Kitab Ibrani 2: 7-9) bahwa Yesus – Anak – Manusia itu dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat. Tapi dia berkeliat dan menyatakan: “Tentu saja lebih rendah, sebab terkurung di dalam jasad manusia, sehingga kemampuan Yesus menjadi sangat terbatas termasuk urusan kemanusiaannya: haus, lapar, dapat mati fisiknya, dll. Namun selaku penyandangsebagai Roh TUHAN, wajarlah jika Yesus – Anak – Manusia memiliki otoritas lebih luhur dibandingkan semua nabi, bahkan memiliki otoritas terhadap setan-setan, yang disepanjang Kitab2 Injil terbukti selaluk takluk kepada Yesus.}[39]

Di sini, sang penulis mengelabui para pembaca lagi. Padahal, jika sebagai unsur Tuhan, maka kegiatan dan aktivitas Yesus Kristus tidak boleh terbatas, karena dia menyandang predikat “Roh TUHAN”. Sayang sekali, bukti yang sangat kuat dari Kitab Ibrani 2: 7-9 ditolak oleh sang penulis, karena ingin memasukkan dogma Kristen kepada memori para pembacanya. Padahal, di dalam Injil, Yesus pernah dicobai oleh setan. Dan setan tidak takluk padanya. “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar.” (Lukas 4: 1-2). Dia dicobai oleh Iblis, berarti dia bukan Tuhan. Dan jika dia mengandung Roh Tuhan, tidak harus merasakan lapar. Karena dia merasa lapar, maka kedudukannya sebagai “Roh Allah” sangat perlu dipertanyakan.

Sang penulis kemudian menyelewengkan ayat Al-Qur’an (Qs. Al-Nisa’ [4]: 158) kembali. Dia menyatakan:

“Kemampuan menyatukan kembali kedua bagian diriNya dinyatakan secara tersamar dalam Quraan, surah An Nisaa [4]: 158: Tetapi Allah{maksudnya: Yang Maha Tinggi} telah mengangkat Isa = {Yesus} kepadaNya…
Diangkat kepada TUHAN, bukan sekedar diangkat ke Sorga. Dan selaku Tuhan Yang Maha Besar, pengertian “kepadaNya” tentu bermakna menyatu kepada diriNya. Surat Ali Imran ayat 55 juga mengajarkan yang serupa. Bahwa Tuhan dan TUHAN kembali (bahkan tidak pernah terpisah), disabdakan oleh Yesus, dalam Yohanes 10: 30: “Aku dan Bapa adalah satu!” Tidak pernah terpisah, karena roh adalah seperti angin {pelajari Yohanes 3: 8}, tidak tepat seperti Amoeba, yang adalah zat padat dan zat cair. Kebenaran didalam urusan ‘angin’ (atmosfir adalah: “ANGIN” (atmosfir) besar dan ‘Angin’ (atmosfir) kecil di dalam paru-paru manusia tidak pernah terpisah mutlak.”[40]

Di awal pembahasan pasal ini sang penulis mengumpamakan Allah dalam membelah diri dengan “Amoeba” sekarang dia menolak argumentasinya sendiri. Bahwa Allah tidak seperti Amoeba, melainkan seperti “angin”. Sunggung plin-plan penulis brosur menyesatkan ini.

Kemudian, kata ‘bal rafa‘ahu Allahu ilayhi’ dalam Qs. Al-Nisa’ [4]: 158 yang diselewengkan oleh sang penulis tidak bermakna Yesus menyatu kembali dengan Bapanya di surga. Yesus (‘Isa) diangkat oleh Allah “kepada-Nya” bukan untuk bersatu kembali, tapi untuk menghindari pembunuhan terencana dari pihak Yahudi. Dan dalam Injil pun, jika penulis mau jujur, Yesus kembali ke Sorga bukan untuk bersatu dengan Bapanya, tapi untuk duduk di sebelah kanan Bapanya. “Sesudah Yesus berkata demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke Sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.”[41]

Perhatikanlah kata “terangkatlah”. Kata ingin menyiratkan dua hal penting. Pertama,Yesus bukan Tuhan, sehingga dia tidak kuasa untuk mengangkat dirinya. Sehingga kitab Injil mengatakan “terangkatlah”. Artinya tidak sengaja diangkat ke langit. Kedua,jika demikian poin pertama itu, maka ia diangkat oleh pihak lain, yaitu Allah s.w.t. Yang Maha Kuasa dan Maha Agung. Maka benarlah firman-Nya dalam Qs. Al-Nisa’ [4]: 158.

Dan untuk Qs. Ali ‘Imran [3]: 55, maksudnya adalah:
“Allah telah mengakat hamba-Nya dan rasul-Nya ‘Isa kepada-Nya, lalu meninggalkan –di bumi—orang yang mirip dengannya. Maka mereka –orang Yahudi dan tentara Romawi—mengambilnya: membunuh dan menyalibnya.”[42]

Justri dua versi Al-Qur’an di atas menolak keras klaim sang penulis, juga seluruh para pendeta yang biasa memutar-balikkan ayat-ayat Al-Qur’an untuk mendukung maksud busuknya. Jika sang penulis menjadikan kedua ayat Al-Qur’an untuk mendukung bersatunya TUHAN dengan Tuhan (Yesus) maka dia salah ambil referensi.

Dia kemudian ingin “mengaburkan” dogma Trinitas Kristen dengan menyatakan bahwa apa yang disembah oleh umat Kristen (penganut Injil) adalah penyembahan SATU Tuhan. Dia menulis: “Suatu kebenaran Pelengkap: Isa/Yesus selaku putra Maria (m), dalam status kemanusiaanNya, di Bumi, tentu harus menyembah TUHAN, di Sorga. Menyembah Bapa Sorgawi. Namun pada saat ini (abad-XXI) ‘mereka’ sudah menyatu kembali, menjadi SATU Pribadi yang disembah! Maka para Penganut Injil murni adalah penyembah SATU Tuhan.”[43]

Dari pernyataannya di atas, muncul dua kebatilan yang ingin dia sembunyikan.Pertama, pernyataanya: “Namun pada saat ini (abad XXI) ‘mereka’ sudah menyatu kembali, menjadi SATU Pribadi yang disembah!” Jadi Yesus baru-baru saja “menyatu” dengan Bapanya di sorga. Padahal pernyataan Injil di atas sudah sekian abad lamanya. Mungkin sang penulis ketika menyatakan hal itu sedang “mengantuk” atau “mabuk”. Sehingga, dia tidak sadar dan berpikir ngawur. Kedua, para penganut Injil, mau murni atau tidak, tidak pernah menyembah SATU Tuhan, karena Yesus tidak pernah bersatu dengan Bapanya. Dia hanya duduk di sebelah kanan Bapanya. Kalau begitu, umat Kristen tetap menyembah dua Tuhan di langit, dan satu Tuhan di bumi (Roh Kudus). Jadi sang penulis sedang mengkhayal, jika menginginkan umat Kristen menjadi Kristen yang bertauhid seperti umat Islam. Jangan mengkhayal!