Minggu, 14 Agustus 2011

UMAT TUHAN, JANGAN SALING MENGEJEK!


Dalam pasal ini, sang penulis menjadi ‘Pahlawan Kesiangan’. Dia pura-pura membela Al-Qur’an, padahal dia menyalahkan ayat-ayat Allah. Dia menulis:

“Sekedar menunjukkan betapa kerasnya pertikaian umat yang beragama Semawi, lihatlah ‘perang’ yang dilancarkan oleh sebagian umat terhadap Al Quraan.
Pada tahap pertama, dikutip ayat Quraan, Surat An Nisaa (4):82:…Kalau sekiranya Al Quraan itu bukan dari sisi Allah (yakni TUHAN), tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Lalu dikutip dan ditunjukkan beberapa pasang ayat Quraan dan Hadits, serta pertentangan yang diidap ayat-ayat itu, untuk kemudian menyimpulkan bahwa lancunglah Quraan, padahal tidak demikian kebenarannya!

Beberapa pertentangan di dalam Quraan yang mereka tampilkan (dikutip 3 pasang saja), lalu dinyatakan bertentangan adalah sebagai berikut (baca juga footnote[52] masing-masing, yang menjelaskan titik pertentangannya):
[1] Allah (maksudnya: TUHAN) tentu terkemuka<>Al Masih Isa terkemuka di dunia dan di akhirat (QS.3:45).

[2] QS.31:34; Hanya pada sisi Allah (maksudnya: TUHAN) pengetahuan tentang kiamat<>Isa memberi pengetahuan tentang kiamat (QS.43:61).

[3] QS. 22:17; Allah (maksudnya: TUHAN) memberi keputusan di akhirat <>Isa menjadi saksi terhadap mereka (QS.4:159). Lebih jauh lagi, Hadits Nabi menyatakan Isa menjadi Hakim di akhir zaman! Berarti Isa/Yesus yang Rohullah memutuskan nasib manusia.[53]

Dalam foot-notenya sang penulis mencatat seperti di bawah ini:
  1. Foot-note no.1: Surat Al Hadid (57):2: KepunyaanNyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu X …namanya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat…{Ali ‘Imran (3):45}. PERTENTANGANNYA: Yang terkemuka di dalam setiap kerajaan (langit dan bumi) adalah raja. Apa Isa sudah merebut martabat Yang Maha Tinggi.
  2. Foot-note no.2: Surat Luqman (31):34: Sesungguhnya Allah (baca: TUHAN), hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat…{Az Zukhruf (43):61). PERTENTANGANNYA: Apa salah satu ayat Quraan ini harus dibatalkan?
  3. foot-note no.3: Surat Al Hajj (22):17:…Allah (baca: TUHAN) akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat Dan tidak seorangpun dari Ahli Kitab melainkan akan beriman kepada Isa sebelum matinya, dan pada hari kiamat dia menjadi saksi terhadap mereka {An Nisaa (4):159}…bahkan di dalam Hadits Shahih Muslim I, no.104 dicatat kesaksian Muhammad: “Demi Allah (TUHAN), sungguh ‘Isa anak Maryam akan turun menjadi Hakim yang adil.”[54]
Solusi yang ditawarkan oleh sang penulis adalah:

  1. Al Masih Isa (dalam kesatuan dengan TUHAN), terkemuka di dunia an di akhirat (QS.3:45=Matius 28:17).
  2. Isa/Yesus, dalam kesatuan dengan TUHAN, memberi pengetahuan tentang kiamat (QS.43:61=Matius pasal-24 dll.).
  3. Isa/Yesus (dalam kesatuan dengan TUHAN) menjadi Hakim di akhir zaman! Berarti Isa/Yesus yang memutuskan nasib manusia! (Hadits Nabi=Matius 25:31-46).[55]

Para pembaca, mari kita lucuti kerancuan dan penipuan di balik pemikiran sang penulis booklet ini satu persatu.

Pertama, Qs. Al-Hadid (57): 2 tidak dapat dipertentangan dengan Qs. Ali ‘Imran (3): 45. Qs. 57: 2 berbicara tentang kekuasaan Allah s.w.t: baik di langit dan di bumi. DIAlah raja diraja. Tidak ada yang lebih berkuasa daripada Allah s.w.t. Apalagi dibandingkan dengan Yesus Kristus. Yesus hanyalah hamba Allah dan rasul-Nya. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an, bahwa Kristus (Al-Masih) tidak “segan-segan” menundukkan dirinya sebagai hamba Allah di hadapan Allah s.w.t.[56] Sedangkan Qs. 3: 45 membicarakan kemuliaan nabi ‘Isa a.s. Celakanya, sang penulis tidak mau merujuk tafsir-tafsir Al-Qur’an. Dia sengaja memahami ayat-ayat Al-Qur’an (sejak lembaran pertama tulisannya) secara letterlijk, agar dapat memasukkan paham sesatnya.

Umat Islam mengakui bahwa Yesus Kristus (‘Isa a.s.) adalah seorang nabi yang terkemua, ‘wajihan fi al-dunya wa al-akhirah’. Ini diakui oleh Allah. Dan umat Islam wajib mengimaninya. Iman seorang Muslim tidak akan sempurna, sebelum mengimani seluruh nabi-nabi Allah, termasuk Yesus ini. Tapi apakah yang dimaksud dengan‘wajihan fi al-dunya wa al-akhirah’? Syeikh al-Sa‘di mencatat:

“Maksudnya: memiliki keagungan di dunia. Allah telah menjadikannya sebagai salah seorang rasul dalam golongan ‘ulul azmi’; sebagai nabi pembawa hukum dan syariat yang memiliki banyak pengikut; Allah menjadikan sebagai orang yang banyak diingat: dari Timur hingga Barat. Dia juga terkemuka di akhirat: dia memberikan syafat kepada para sahabatnya, nabi dan rasul; keutamaanya tampak di seantora dunia. Oleh karenanya, dia termasuk nabi yang dekat dengan Tuhannya (min al-muqarrabin). Bahkan, nabi ‘Isa berada dalam golongan para penghulu orang-orang yang mulia.”[57]

Sejatinya, sang penulislah yang ingin mempertentangkan ayat-ayat Al-Qur’an, bukan orang lain seperti dalam tuduhannya yang tak berdasar itu. Dengan begitu Qs.3:45 tidak dapat disamakan dengan Matius 28: 17. Karena Matius 28: 17 hanya berbicara tentang penyembahan para murid kepada Yesus. Bahkan, disebut dalam Injil tersebut, beberapa orang malah ragu-ragu.[58] Qs. 3: 45 berbicara tentang kemuliaan nabi ‘Isa a.s. di dunia dan di akhirat, sementara Matius 28: 17 hanya berbicara tentang “penyembahan para murid”.

Kedua, Qs. 31: 34 tidak bisa dikonfrontasikan dengan Qs. 43: 61. Kenapa? Karena Qs. 31: 34 berbicara tentang terjadinya hari kiamat, dimana ilmunya hanya pada pada sisi Alalh s.w.t. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan Kiamat itu terjadi. Hanya Dialah yang mengetahuinya. Sementara Qs.43: 61 berbicara tentang nabi ‘Isa a.s. yang menjadi bukti dekatnya hari Kiamat. Karena ayatnya berbunyi, ‘wa innahu la‘ilmun li al-saa‘ati’. Artinya: ‘Isa ‘alayhissalam itu merupakan dalil tentang hari Kiamat yang sudah semakin dekat waktu terjadinya. Dan Allah Yang Maha Kuasa (al-Qâdir) yang menjadikannya dari seorang ibu tanpa bapak, maka DIA mampu untuk membangkitkan orang-orang yang telah mati dari kubur mereka. Atau, ‘Isa ‘alayhissalam akan turun di akhir zaman. Dan turunnya ‘Isa a.s. itu menjadi satu tanda dari tanda-tanda akan terjadinya hari Kiamat.”[59] Ini justru sesuai dengan hadits Nabi s.a.w. yang bercerita tentang akan turunnya ‘Isa ibn Maryam menjelang hari kiamat itu, yang juga dikutip oleh sang penulis namun dipahami secara ngawur.

Maka, Qs. 43: 61 tidak bisa disandingkan dengan Matius 24. Penulis tidak tahu, ayat keberapa dari Matius pasal 24 yang dimaksud oleh sang penulis booklet. Setelah penulis cek di dalam Injil, maksud sang penulis mungkin adalah ayat 36. Dimana Yesus menyatakan bahwa dia “tidak tahu tentang terjadinya hari kiamat”. Yesus memberikan pengakuan jujur tentang hari kiamat itu: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.”[60]

Nah, justru Matius 24: 36 ini sinkron dengan Qs. Luqman (31): 34. Jadi yang salah adalah khayalan sang penulis booklet ini. Jadi Allah di dalam Al-Qur’an dan Injil Matius 28: 36 tidak salah ketika menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui hari kiamat itu. Yesus pun mengakuinya dengan sangat ‘polos’ dan jujur. Apa yang dilakukan oleh sang penulis sungguh memalukan! Tidak jujur!

Ketiga, Qs. 22: 17 tidak dapat dipertentangan dengan Qs. 4: 159. Dalam surah al-Hajj, Allah s.w.t. menjelaskan tentang diri-Nya yang hanya akan memberikan keputusan di antara seluruh manusia. Sementara sura al-Nisâ’ hanya menceritakan bahwa nanti di hari kiamat, Yesus akan menjadi saksi atas Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen). Jadi tidak ada pertentangan sama sekali. Jika dihubungan dengan hadits Nabi s.a.w. dalam Shahih Muslim, I, no.104 justru semakin jauh. Karena Nabi s.a.w. hanya mengakui bahwa ‘Isa ibn Maryam akan turun menjelang hari kiamat (ingat! Menjelang hari kiamat, bukan pada hari kiamat). Jadi, Qs. 22: 17 dan Qs. 4: 159 tidak dapat disamakan dengan Matius 25: 31-46.

Dalam pasal ini juga, sang penulis menyelewengkan Qs. Al-Nâs (114): 1. Dia menulis:
“Di dalam hikmat yang disampaikan di dalam Buku ini (maksudnya booklet yang ditulisnya_penulis), mudahlah dimengerti apa yang tertulis dalam Quraan, Surat An Nas, kilauan mutiara penghujung Al Quraan:
  1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.”[61] Frase ‘yang memelihara dan menguasai’ yang berada dalam kurung dicoret oleh sang penulis. Menurutnya: “Kata-kata dalam kurung ini adalah tambahan (tafsiran) oleh penterjemah Quraan; penambahan yang merusak arti, sehingga dicoret alias tidak perlu dibaca. Tuhan manusia adalah satu kata majemuk, yang tidak dapat dipisahkan. Kata majemuk inipun tidakberbunyi Tuhannya manusia. Arti yang sebenarnya adalah Tuhan yang berwujud manusia.[62]

Ini semakin menampakkan kebodohan sang penulis tentang konsep Tuhan (rabb) dalam Al-Qur’an. Apa yang dilakukan oleh sang penerjemah Al-Qur’an tidaklah mengurangi makna ayat Al-Qur’an. Kata yang ada dalam kurung oleh para ulama, pakar tafsir, biasanya disebut sebagai tarjamah tafsîriyyah (penerjemahan yang berupa penafsiran). Kata kata rabb di dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Tawhid Islam bermakna sang: ‘pemilik, pemelihara, pemberi rizki, yang menguasai, menghidupkan dan mematikan, dll’. Inilah yang tak difahami oleh sang penulis. Karena kebodohannya ini dia pun menyalahkan sang penerjemah Al-Qur’an. Umat Islam tidak pernah punya masalah, mau dicantumkan atau tidak kata ‘yang memelihara dan menguasai’ dalam kurang tersebut. Karena ayat Al-Qur’an yang berbunyi rabb al-nas (Tuhan manusia) tidak memiliki masalah, karena masih merupakan teks asli: sejak wahyu diturunkan di zaman Rasulullah s.a.w. hingga hari kiamat nanti. Tidak seperti Bible, dimana bahasa aslinya (Hebrew dan Arami) tidak dapat diselamatkan. Sehingga Bible pun tak terselamatkan. Sehingga terjemahan Bible pun tidak bisa menjadi terjemahan yang “permanen”, karena tidak punya rujukan yang paten dan pasti.

Sang penulis juga salah besar, jika menyalahkan maka rabb al-nas (Tuhan manusia). Apalagi jika dinyatakan bawah yang benar adalah: Tuhan yang berwujud manusia. Padahal Injil sendiri menolak hal ini. Yesus pun tidak pernah mengajarkan hal ini. Ini adalah penipuan dan penyesatan. Jadi, sebaiknya sang penulis belajar bahasa Arab secara mendalam, agar penilaiannya lebih objektif. Karena jika dia tahu istilah ‘mudhaf wa mudhafun ilayhi’ dalam bahasa Arab, dia tidak akan mengatakan bahwa rabb al-nâssebagai “Tuhan dalam wujud manusia”. Di sini pun dia ‘menyempatkan diri’ untuk menyusupkan konsep ketuhanan Yesus Kristus, sebagai jelmaan Tuhan dalam wujud dan bentuk manusia.