Selasa, 11 Oktober 2011

Nama ALLAH dalam ALKITAB

Bagi anda Kaum Nasrani yang masih ragu untuk memeluk ISLAM terkadang menyandarkan alasan anda pada informasi yang salah bahwasanya ALLAH,Tuhan yang KepadaNya kami menyembah Sujud, dan Tuhan Yang disembah oleh MUSA bukanlah Tuhan yang SAMA. Informasi yang menyesatkan anda itu mengatakan, ALLAH yang kami sembah, sebenarnya adalah nama “dewa air” atau “dewa bulan” atau dewa-dewi patung dalam kebudayaan ARAB kuno. Mereka yang terpengaruh dengan informasi yang salah ini seringkali mengejek nama Tuhan kami, Tuhan Yang Esa ini, sebenarnya dengan ejekan kepada Tuhan mereka sendiri. Yang menjadi dasar mereka adalah buku-buku orientalis yang mereka kutip sepenggal-sepenggal dan lepas dari konteks.
Maka saya pun akan membuktikan berdasarkan inskripsi-inskripsi kuno yang ditemukan di Kuntilet Ajrud, di sekitar Nablus sekarang( Anda bisa baca di situs Archeologynya di http://www.biblelandpictures.com)Dimana daerah tersebut nama YHWH, nama Tuhan dalam ALKITAB anda, pun pernah dipuja bersama-sama dewi kesuburan Asyera. Salah satu bunyi inksripsi Kuntilet Ajrud, seperti disebut Andrew D. Clarke dan Bruce W. Winters (ed.), One God, One Lord; Christianity in a world of religious Pluralism, dalam bahasa Ibrani:
Birkatekem le-Yahweh syomron we le ‘asyeratah
Yakni – Aku memberkati engkau demi Yahwe dari Samaria dan demi Asyera. (2)
Dengan fakta di atas, apakah anda dapat mengatakan jangan menggunakan nama Yahweh karena nama ini sekutu Asyera, dewi kesuburan Palestina? Biasanya argumentasi ini dijawab oleh mereka, bahwa semua yang saya kemukakan itu tidak perlu ditanggapi karena tidak berdasar pada Alkitab. Ya, maksud mereka adalah saya tidak perlu mengutip data-data arkeologi dalam berargumentasi, kecuali hanya berdasarkan ayat-ayat Alkitab.
Nah, di sinilah terbukti ketidakadilan kaum penentang “Allah” dengan amat jelas! Mengapa? Sebab umat Islam tentu saja boleh bertanya balik, “Apakah Allah sebagai dewa air itu ada dalam Alquran?” Lalu, umat Islam pun mengajak untuk berargumentasi dan berdebat tanpa bukti sejarah. Cukup dengan ayat-ayat Al-Quran saja. Kalau begitu, jelas tidak ada sepotong ayat pun dalam Alquran yang menyebut Allah sebagai dewa air. Menurut Alquran, Allah adalah Pencipta langit dan bumi (Q.surah al-Jatsiyah 45:22, “Wa khalaqa Allah as-samawati wa al-ardh”).
Begitu juga, siapakah Allah itu bagi umat Kristen Arab? “Allah” – demikian menurut Buthros ‘Abd al-Malik, dalam Qamus al-Kitab al-Muqaddas,(Terj.Kamus Perjanjian baru) – adalah “nama dari Ilah (sembahan) yang menciptakan segala yang ada” (hadza al-llah khalaq al-jami’ al-kainat). (3)
Mengapa mereka menuduh bahwa Allah adalah “dewa air” atau”dewa bulan” berdasarkan sumber-sumber tulisan yang bukan Alquran, sementara mereka menolak data yang telah dikemukakan tentang penyimpangan nama Yahwe, karena tidak ada dalam Alkitab?
Oleh karena itu, saya menyarankan agar belajar lebih banyak tentang sejarah kekristenan di Timur Tengah, tempat agama nasrani bermula dan berkembang. Peranan filologi (ilmu perbandingan bahasa) juga sangat penting dalam memperkaya kajian ini, sebelum mereka begitu bersemangat menyebarkan pendapat yang jelas-jelas tidak ilmiah.
KATA ALLAH DAN PADANANNYA DALAM BAHASA IBRANI DAN ARAMI
Dalam menilai kata Allah, kita harus memahami bahwa kata itu serumpun dengan kata-kata bahasa Semitik yang lebih tua (yang dipakai di Timur Tengah: Ibrani dan Arami). Kata Allah itu cognate dengan kata Ibrani: El, Eloah, Elohim; dan kata Arami Elah, Alaha, yang semuanya terdapat dalam Perjanjian Lama ataupun dalam Targum (komentar-komentar Taurat dalam bahasa Arami yang lazim dibaca mulai dari zaman sebelum Al-Masih, zaman Nabiullah Isa hingga hari ini).
Saya akan berikan bukti bahwa dalam bahasa Arami..bahasa Yesus
Perlu anda ketahui, sebagian kecil Kitab Perjanjian Lama juga ditulis dalam bahasa Arami, yakni beberapa pasal Kitab Ezra dan juga beberapa pasal dari Daniel. Marilah kita baca dan cermati ayat-ayat yang menggunakan kata elah di bawah ini:
“Be Shum Elah Yisra’el …”
Daniel 5 : 1, “Demi Nama Allah Israel.”
“…di Elahekon hu Elah Elahin, umara Malekin
Daniel 2:47, “Sesungguhnya Elah-mu itu elah yang mengatasi segala elah dan berkuasa atas para raja.
Sedangkan bentuk Ibrani yang dekat dengan istilah Arami elah dan Arab ilah, al-ilah dan Allah adalah sebutan eloah, misalnya disebutkan:
“Eloah mi-Teman yavo we Qadosh me-Har Paran, Selah”
Yaitu Habakuk 3 : 3, yang berarti:
“Eloah akan datang dari negeri Teman, dan Yang Mahakudus dari pergunungan Paran, Sela.”
Tetapi argumentasi ini pun segera ditanggapi dengan traktat mereka. Menurut mereka, istilah el, elohim, eloah (Ibrani) dan elah, alaha (Arami/Syriac) tidak sejajar dengan istilah Arab Allah berasal dari ilah (God, sembahan). Dengan awalan kata sandang di depannya Al (Inggris: the), makna the god, “sembahan yang itu”. Maksudnya sembahan atau ilah yang benar.
“Laa ilaha ilallah”. Tidak ada ilah selain Allah. Allah adalah satu-satunya ilah. Ungkapan Laa ilaha ilallah ini, dijumpai pula dalam Alkitab terjemahan Bahasa Arab, 1 Korintus 8 : 4-6 berbunyi :
“… wa’an Laa ilaha ilallah al-ahad, …faa lana ilahu wahidu wa huwa al-Abu iladzi minhu kullu sya’in wa ilahi narji’u, wa huwa rabbu wahidu ..”
Yakni maksudnya :
Dan sesungguhnya tidak ada ilah selain Allah, Yang Mahaesa … dan bagi kita hanya ada satu ilah/sembahan yaitu Bapa, yang dari-Nya berasal segala sesuatu dan kepada-Nya kita akan kembali..(5)
Mereka begitu entengnya menanggapi hal ini. Menurut brosur mereka, istilah ‘Allah’ memang ada dalam Alkitab berbahasa Ibrani, tetapi artinya “sumpah” (1 Raj. 8:31; II Taw. 6:22). Demikian pula kata elohim, eloah, elah berasal dari akar kata tertentu. Menurut C.L. Schofield, istilah elah berasal dari akar kata el (Yang Maha kuat) dan alah (sumpah):
“to swear, to bind oneself by an oath, so implifying faithfullness.” (6)
Jadi, di hadapan hadirat El (Yang Maha kuat) seseorang mengikat sumpah (alah). Dari kata El dan alah ini, kemudian terbentuklah kata elah. Sedangkan bentuk elohim, dengan akhiran im menunjukkan jamak untuk menekankan kebesaran (pluralis maestaticus). Oleh para pujangga gereja kata tersebut ditafsirkan secara alegoris sebagai bukti dari sifat ketritunggalan Allah. Karena itu, sangat gegabah untuk menolak fakta keserumpunan antara Arab dengan bahasa Ibrani dan Aram, hanya dengan argumentasi dangkal seperti ini.
Kata alah (dengan satu “l”) memang ada dalam bahasa Ibrani yang berarti “sumpah, kutuk”. Berbeda dengan bahasa Arab allah (dengan dua huruf “L”). Dua huruf “l” (lam) yang dalam istilah Allah menunjukkan asal-usulnya dari kata sandang Al (the) dan ilah (god) seperti dikemukakan di atas. (7)
ISTILAH ALLAH DI LINGKUNGAN KRISTIAN SYRIA PRA-ISLAM
Seperti istilah Yahweh pernah dipuja secara salah di sekitar wilayah Samaria, terbukti dari inskripsi Kuntilet Ajrud dan Khirbet el-Qom, demikian juga istilah Allah disalahgunakan di sekitar Mekkah sebelum zaman Islam. Tetapi istilah Allah dipakai sebagai sebutan bagi Pencipta langit dan bumi oleh orang-orang Kristen Arab di wilayah Syria. Hal ini dibuktikan dari sejumlah inskripsi Arab pra-Islam yang semuanya ternyata berasal dari lingkungan Kristen.
Salah satu inskripsi kuno yang ditemukan pada tahun 1881 di kota Zabad, sebelah tenggara kota Allepo (Arab: Halab), sebuah kota di Syria sekarang, meneguhkan dalil tersebut. Inskripsi Zabad ini telah dibuktikan tanggalnya berasal dari zaman sebelum Islam, tepatnya tahun 512. Menariknya, inskripsi ini diawali dengan perkataan Bismi-al-lah, “Dengan Nama al-lah” (bentuk singkatnya: Bismillah, “Dengan Nama Allah”), dan kemudian diusul dengan nama-nama orang Kristen Syria. Bunyi lengkap inskripsi Arab Kristen ini dapat direkonstruksi sebagai berikut:
“Bism’ al-lah: Serjius bar ‘Amad, Manaf wa Hani bar Mar al-Qais, Serjius bar Sa’d wa Sitr wa Sahuraih”
terjemahannya :
- Dengan Nama Allah: Sergius putra Amad, Manaf dan Hani putra Mar al-Qais, Sergius putra Sa’ad, Sitr dan Shauraih. (8)
Menurut Yasin Hamid al-Safadi, dalam The Islamic Calligraphy, inskripsi pra-Islam lainya yang ditemukan di Ummul Jimal dari pertengahan abad ke-6 Masehi, membuktikan bahwa berbeda dengan yang terjadi di Arab selatan, di sekitar Syria nama ‘Allah’ disembah secara benar. Inskripsi Ummul Jimmal diawali dengan kata-kata Allah ghafran (Allah mengampuni). (9)
Bahkan menurut Spencer Trimingham, dalam bukunya Christianity among the Arabs in the pre-Islamic Times, membuktikan bahwa pada tahun yang sama dengan diadakannya Majma’ (Konsili) Efesus (431), di wilayah suku Arab Hartis (Yunani: Aretas ) dipimpin seorang uskup yang bernama ‘Abd Allah (Hamba Allah). (10)
Dari bukti-bukti arkeologis ini, jelas bahwa sebutan Allah sudah dipakai di lingkungan Kristen sebelum zaman Islam yang dimaknai sebagai sebutan bagi Tuhan Yang Mahaesa, Pencipta langit dan bumi.
Jika anda menolak kata ALLAH telah dipakai Yahudi dan bahkan Nasrani kuno, , maka saya persilahkan mendengarkan bagaimana bahasa Aram, bahasa Yesus sehari hari menyebutkan kata Tuhannya dengan sebutan ALLAH di http://www.learnassyrian.com/aramaic/church/church.html
PENGGUNAAN BAHASA IBRANI, YUNANI DAN ARAMI PADA ZAMAN NABIULLAH IESHUA HAMASIHA
Cukup mengherankan bahwa “para penentang Allah” itu selalu menggunakan Ha B’rit ha-Hadasah (Perjanjian Baru bahasa Ibrani) dan memperlakukannya seolah-olah itulah teks bahasa aslinya. Dalam Perjanjian Baru berbahasa Ibrani ini tentu saja kita akan menjumpai nama Yahwe. Tetapi Perjanjian Baru berbahasa Ibrani itu adalah hasil terjemahan dari bahasa Yunani. Penerjemahan dilakukan oleh United Bible Society in Israel, baru pada tahun 1970-an.
Perjanjian Baru aslinya ditulis dalam bahasa Yunani Koine dan para rasul Yesus tidak mempertahankan nama diri Yahwe. Saya setuju bahwa ALMASIH ketika masuk ke sinagoge, beliau mengutip teks-teks Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani (Lukas 4:18-19). Namun, kita juga harus paham bahwa beliau juga telah bercakap-cakap dalam bahasa Arami dengan murid-murid-Nya sebagai “bahasa ibunda” masyarakat Yahudi pada zaman intu.
Penulisan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani karena bahasa ini menjadi bahasa yang paling luas digunakan di seluruh wilayah kekaisaran Romawi pada zaman itu. Meskipun demikian, Perjanjian Baru Yunani itu tidak dapat dipahami tanpa melihat latar belakang budaya Arami. (11) Oleh karena kitab ini masih memelihara beberapa ungkapan Arami – yang waktu itu juga biasa disebut Ibrani – sebab dianggap sebagai salah satu dialek tutur saja bagi masyrakat Yahudi di Galilea. Beberapa contoh kata Arami yang dipelihara itu, antara lain: Talita Kum(Mark 5 : 41), Gabbata (Yohanes 19 : 13), Maranatha (1 Korintus 16 : 23).
Salah satu bukti bahwa manusia Ibrani membaca Targum berbahasa Arami, di mana kata Alaha (yang cognate dengan bentuk Ibrani: Eloah, dan Arab: Allah) adalah ungkapan dalam Markus 15:33, Elohi, Elohi, l’mah sh’vaktani. Sebab dalam teks Mazmur 22:2 bahasa Ibraninya: Eli, Eli lamah ‘azvatani. Selanjutnya, apabila bahasa asli Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan para rasul tidak mempertahankan nama Yahwe, lalu apa pula dasar dan alasan mereka mati-matian mempertahankannya?
Para rasul penulis Perjanjian Baru menterjemahkan Kyrios (Tuhan) sebagai kata ganti Yahwe. Sebut satu contoh saja, misalnya Haddebarim/ Ulangan 6 : 4 dalam bahasa asli (Ibrani):
“Syema Ysrael, Adonai Elohenu, Adonay Ehad”. 
-Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
(Bandingkan dengan Surat Dalam ALQUR’AN ALIKHLAS 1 Qul Huwallahu AHAD…Katakanlah Allah itu AHAD..SATU)
Kutipan ayat ini ditemukan dalam Markus 12 : 29, di mana nama Yahwe diterjemahkan sebagai Kyrios yakni berarti Tuhan, mengikut terjemahan Yunani Septuaginta:
“Akoue, Israel, Kurios ho theos hemin, kurios eis esti”
- Dengarlah wahai Israel, Kurios (Tuhan) itu Theos/Allah kita, Kurios/Tuhan itu Esa.
Jadi, sekali lagi Markus sang penulis Injil pun tidak mempertahankan nama Yahwe. Lalu, apakah mereka berani berkata bahwa seluruh penulis Perjanjian Baru itu adalah salah?
Dalam bahasa Ibrani istilah “Nama” juga tidak bisa dipahami secara harfiah seperti nama-nama: Suharto, Suradi, Marsudi, Wan, Ngah dan sebagainya. Dalam hal ini anda harus bedakan antara “nama” (yang berasal dari bahasa manusia yang dibatasi oleh konteks ruang dan waktu) dengan “Dia yang dinamakan” (Yang Absolute, tidak terbatas, tidak terhingga). “Nama” dalam teologi Yahudi lebih menunjuk kepada “Kuasa di balik Ia yang di-Nama-kan”. Karena itu, orang-orang Yahudi hanya mempertahankan tetagramaton (keempat huruf suci: y h w h), tetapi tidak membacanya dalam tradisi lisan. Kata itu sudah lazim dibaca dengan: Adonay (Tuhanku) atau Ha-Shem (“the Name”, Sang Nama).
Silakan mereka memeriksa tradisi Yahudi ini, misalnya literatur Yahudi: Humasah Hunasy Torah ‘im Targum Onqelos, (12) berbahasa Ibrani dan Arami yang lazim dipakai pemeluk Yahudi hingga zaman sekarang ini.
Kesimpulan, apabila anda menolak Islam hanya beralasan perkara Nama Tuhan dalam ISLAM adalah “Allah” dan bukan YHWH, berarti anda belum memahami latar belakang agama Nasrani anda yang notebene mempunyai riwayat pemakaian nama ”ALLAH” dalam Perjanjian Lama dan Baru bahasa IBRANI. Penolakan ini bukan sekadar dari penolakan anda terhadap latar belakan agama anda yang jelas-jelas berbau ”TIMUR TENGAH” bahkan lebih dari itu, anda menolak Tuhan yang disembah Abraham/Ibrahim, Moshe/Musa dan Eshua Hamasiha/Isa alMasih. Yang lebih penting lagi, kebenaran sangat memancar terang, tidak ada gunanya menolak kebenaran dengan membabi buta ketika kebenaran itu datang dengan bukti-bukti. “Tetapi mereka menghujat segala sesuatu yang tidak mereka ketahui,” demikian Yudas 1:10, dan lanjutan ayat ini saya tidak tega untuk menuliskannya di sini.
Nota-nota dan Referensi
1. Majalah DR, “Ketika Allah diperdebatkan”, 9-14 Ogos 1999.
2. Andrew D. Clarcke dan Bruce W.Winters (ed.), Satu Allah satu Tuhan: Tinjauan Alkitab tentang Pluralisme Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm.50
3. Buthros ‘Abd al-Malik (ed.), Qamus al-Kitab al-Muqaddas (Beirut: Jami’ al-Kana’is fii al-Syarif al-Adniy, 1981), hlm.107
4. Al-Qamas Isodorus al-Baramus, Al-Ajabiyat: shalawat As-Sa’at wa Ruh al-Tashra’at (Kairo: Maktabah Mar Jurjis al-Syaikulaniy Syabra, 1996), hlm. 79.
5. “Risalat Bulus ar-Rasul ila Ahl Kurinthus al-Awwal 8 : 4-6″, dalam al-Kitab al-Muqaddas (Beirut: Dar al-Kitab al-Muqaddas fii al-Syariq al-Ausath, 1992).
6. Rev. C.I. Schofield (ed.), Holy Bible, Schofield Reference (London: Oxford University Press, 1945), hlm.3
7. Kita lihat bahwa Allah itu Al-nya merupakan hamzah washl. Kerana itu menjadi wallahi, billahi dan sebagainya. Itu berarti kata Allah bukan merupakan akar kata yang asli. Sebab akar kata yang asli pasti menggunakan hamzah qath’. Lihat: Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm.262.
8. Bacaan Bism al-lah (Dengan Nama Allah) berasal dari Yasin Hamid al-Safadi, Kaligrafi Islam. Alih Bahasa: Abdul Hadi WM (Jakarta: PT. Panca Simpati, 1986), hlm. 6. Sedangkan M.A. Kugener, Note sur l’inscription triligue de Zebed (1907) seperti dikutip Spencer Trimingham Christianity Among the Arabs in pre Islamic Times (London-Beirut: Longman-Librairie du Liban, 1979), hlm. 226, membacanya “Teym al-Ilah”.
9. Jadi, sebagai nama diri yang diusul oleh nama-nama lainnya, bukan sebagai bunyi sebuah doa. Tetapi apa pun bunyi yang paling tepat dari awal inskripsi itu, yang jelas kata al-llah, Allah sudah dipakai dalam makna Tauhid Kristen, dan bukan dalam makna dewa berhala yaitu pagan.
10. Yasin Hamid al-Safadi, Loc.Cit
11. Spencer Trimingham, Op. Cit. Hlm. 74
12. Matthew Black, An Aramaic Approach to the Gospels and Acts (Oxford: At the Calrendon Press, 1967).
13. Rabbi Nosson Scherman-Rabbi Meir Zlotowitz (ed.), Humasah Humasy Torah ‘im Targum Onqelos (Brooklyn: Mesorah Publications, Ltd. 1993), hlm.xxvi. Selanjutnya, mengenai Nama (dan nama-nama) Allah, cf. “Parashas Shemos”, hlm.304-305.