Jumat, 25 November 2011

ORANG KRISTEN PUN AKHIRNYA MENOLAK UNTUK MENGAMALKAN AYAT ALKITAB

Siapapun orang kristen akan mengakui,kalau isi alkitab (dari kejadian sampai wahyu) adalah Firman Tuhan,sebab apa yang disampaikannya itu salah satunya berisi tentang pengajaran (yesaya 51:4),tapi nyatanya banyak orang kristen yang MENOLAK DENGAN KERAS tentang masalah perbudakan yang bertentangan derngan norma-norma yang ada termasuk Hak Asasi Manusia,seperti:
1. St. Gregorius Nissa (335- 394) menuliskan penolakan absolut terhadap perbudakan (dalam Ecclesistem, hom, iv)
2. St. Yohanes Krisostomus (347-407): “Perbudakan adalah buah dari hasrat yang berlebihan,… keserakahan” (Epist. as Ephes., Hom, xxii.2 Para budak mempunyai hak atas istri mereka dan hak untuk membesarkan anak-anak mereka (Ep. ed. Ephes., Hom XXII, 2). “Mereka yang mengadakan hubungan tak bermoral dengan istri seorang budak sama bersalahnya seperti jika ia mengadakan hubungan tersebut dengan istri pangeran; keduanya berzinah…. (“In I Thess“, Hom. v.2; “In II Thess, Hom iii, 2). St. Yohanes Krisostomus mengajarkan visi kemasyarakatan tanpa perbudakan.
3. Para Paus yang mengecam perbudakan: Pius II (1462): Perbudakan adalah perbuatan kriminal yang besar (magnusm scelus);  Paul III (1537): melarang perbudakan orang-orang Indian; Gregorius XIV (1591); Urban III (1639); Innocentius (1686); Benediktus XIV (1741); Pius VII (1815); 6) Gregorius XVI (1839) melarang perbudakan dan penjualan budak; 7) Pius IX (1846); 8) Leo XIII (1888) yang menginstrusikan kepada uskup-uskup Brazil untuk melenyapkan sisa-sisa perbudakan di daerah mereka. Paus Leo XIII dengan ensikliknya Rerum Novarum juga sangat jelas membela hak kaum pekerja.
4. Pada masa Revolusi Perancis, atas pengaruh seorang Imam Katolik, Abbe Henri Gregoire (1750-1831) National Assembly 1794 mendekritkan penghapusan perbudakan dan perdagangan budak di semua daerah kekuasaan Perancis. Tahun 1890, Kardinal Lavigerie (1825-1892) mendirikan badan anti perbudakan untuk memerangi perbudakan pada lingkup interbasional. Maka dapat dikatakan bahwa Gereja Katolik menentang perbudakan dan Gereja berperan aktif untuk mengakhiri perbudakan di Eropa.
itu adalah bukti konkrit atas adanya penolakkan tentang masalah perbudakkan pada masa lalu,apalagi orang kristen yang pada masa sekarang? ironis memang,isi alkitab dianggap sebagai Firman Tuhan tapi nyatanya banyak yang menentang apa yang Tuhan sampaikan.Hal itu terjadi,apakah karena Tuhan memang cuma asal berfirman tanpa melihat kondisi yang akan datang serta hak asasi manusia ataukah pengikutnya (kristen) sendiri yang tidak mau taat kepada Tuhan atas apa yang difirmankanNya? dan bisa juga, orang kristen memang hanya  mengimani ayat-ayat separuh dari isi alkitab dan menentang serta menolak atas apa yang ada pada isi alkitab.Jika itu memang terjadi apa adanya,berarti alkitab (yang dianggap sebagai Firman Tuhan) isinya memang tidak relevan untuk digunakan pada setiap zaman dan keadaan apapun.

Mari kita selami tentang masalah perbudakkan yang katanya adalah Firman Tuhan,tapi nyatanya malah ditolak oleh orang kristen sendiri.
a. Pembimbing.
Karena pengaruh hukum Romawi, seorang budak laki-laki atau perempuan biasanya dianggap milik dari seseorang, dan – seperti setiap bentuk milik pribadi lainnya – dapat dipakai atau dipergunakan dengan cara apapun sesuai kemauan pemilik. Tapi di Asia Barat Kuno (pada zaman Alkitab) budak-budak bisa  memperoleh berbagai hak berdasarkan hukum atau berdasarkan adat kebiasaan,ermasuk hak memiliki (bahkan memiliki budak-budak lain) dan kekuasaan tuannya. Sejak zaman purba perbudakan telah ada si seluruh Asia Barat Kuno. Perbudakan itu dan seluruh penghambaannya, dimanfaatkan terutama dalam kaitannya dengan faktor-faktor ekonomi.
b. Asal para budak.
1. Ditawan.
Khusus tawanan perang, umumnya dijadikan budak (Kejadian 14:21, seperti tuntutan Raja Sodom, Bilangan 31:9; Ulangan 20:14; Ulangan 21:10dab; Hakim 5:30; 1 Samuel 4:9; 2 Raja 5:2; 2 Tawarikh 28:8, 10 dab). Perbudakan sudah ada seperti ditujukan oleh data-data historis, yaitu pada kira-kira tahun 3000 sM, bahkan jauh sebelumnya (disinggung dalam 1 Mendelsohn, Slavery in the Ancient Near East, 1949, p 1-3).
2. Dibeli.
Budak dapat dibeli dari pemiliknya atau dari pdagang-pedagang budak(bandingkan dengan Keluaran 17:12,13,27; pengkotbah 2:7). Hukum Taurat mengizinkan orang Israel membeli budak bangsa asing dari orang asing, baik di Israel maupun di luar Israel (Imamat 25:44). Di zaman kuno, budak dijual bersama segala macam dagangan lainnya dari satu negeri ke negeri yang lainnya. Demikianlah pedagang Midian dan pedagang Ismael menjual Yusuf kepada seorang pegawai tinggi Mesir(Kejadian 37:36; Kejadian 39:1). Di kota Tirus di Fenesia mengimpor budak dan barang-barang tembaga dari Asia Kecil (Yehezkiel 27:13), dan menjual orang Yahudi kepada orang Yunani. Ini menjadi ancaman terhadap bangsa sendiri akan diperlakukan yang sama (Yoel 3:4-8 ). Sebagai bukti tentang basarnya jumlah budak Sem yang dijual ke Mesir pada zaman Yusuf, dan yang barangkali terutama melalui perdagangan.
3. Lahir di rumah tuannya.
Anak-anak dari budak yang dilahirkan dari rumah tuan dari budak itu langsung menjadi budak dari sang tuan. Budak demikian disebut dalam Alkitab sejak zaman Bapak leluhur dan zaman berikutnya (Kejadian 15:3; Kejadian 17:12-13,27; Pengkotbah 2:7; Yesaya 2:14), juga oleh sumber-sumber Mesopotamia (Mendelsohn, p 57-58 ).
4. Sebagai ganti rugi.
Jika seorang terbukti mencuri, tapi tidak dapat membayar ganti rugi dan dendanya dan apa-apa yang dirusakkannya, maka uang untuk itu bisa didapat dengan menjual pencuri sebagai budak (Keluaran 22:3; bandingkan hal yang serupa dalam Kitab Undang-undang Hammurabi ps 53-54; dalam JB Pitchard, Ancient Near Eastern Texts, p 168 ).
5. Karena tak mampu membayar hutang.
penghutang yang pailit, sering dipaksa menjual anak-anak menjadi budak atau anak-anak penghutang itu disita oleh pemiutang menjadi budaknya (2 Raja 4:1; Nehemia 5:5,8 ). Penghutang yang tak mampu membayar utangnya, maupun istri dan anak-anaknya, adalah lazim menjadi budak dari pemiutang dan bekerja baginya selama 3 tahun untuk melunasi hutangnya itu, kemudian bebas, demikian dalam Kitab Undang-undang Hammurabi (pasal 117, ; dalam JB Pitchard, Ancient Near Eastern Texts, p 170-171).
Nampaknya inilah latar belakang hukum Taurat Musa (Keluaran 21:2-6 dan 7-11 dan Ulangan 15:12-18), disitu dikatakan budak Ibrani harus bekerja 6 tahun, mencolok “2X lipat” (Ulangan 15:18 ) dibandingkan dengan peraturan Hammurabi yang 3 tahun (bandingkan Mendelsohn, p 32-33); tapi pada saatnya ia dimerdekakan ia harus dibekali untuk memulai hidupnya sendirian lagi. Ketidak mampuan membayar utang termasuk penyebab utama seorang menjadi budak di Asia Barat pada saman Alkitab (Mendelsohn, p 23, 26-29).
6. Kemauan sendiri.
Merekalah sendiri menjadi budak, artinya menggantungkan diri kepada orang lain untuk menghindari kemelaratan, banyak terjadi (lihat Mendelsohn, p 14-19). Dalam Imamat 25:39-43 menyinggung hal ini, tapi menyediakan kelepasan pada (atau pada tuan orang asing, malahan bisa sebelum) tahun Yobel.
7. Penculikan.
Menculik seseorang, dan menyerahkan korban penculikan itu menjadi busak, adalah pelanggaran yang bisa dihukum mati, baik menurut hukum Hammurabi (pasal 14; ; dalam JB Pitchard, Ancient Near Eastern Texts, p 166) maupun dalam Taurat Musa (Keluaran 21:16; Ulangan 24:7). Kakak-kakak Yusuf melanggar hukum ini (lihat Kejadian 37:27-28 dan Keluaran 45:4), justru sangat ketakutan dan perlu diyakinkan supaya tidak cemas (Kejadian 45:3,5 bandingkan dengan Kejadian 50:15).
c. Harga Budak.
Harga Budak tidak sama. Tergantung pada keadaan, jenis kelamin, umur dan kesehatannya. Tapi dalam perjalanan sejarah, harga rata-rata seorang budak kian meningkat seperti barang dangannya lainnya. Budak perempuan usia “siap nikah” selalu lebih mahal dari budak laki-laki. Pada akhir millenium 3 sM di Mesopotamia (Akad dan Dinasti ke 3 Ur), harga rata-rata seorang budak adalah 10-15 syikal perak (reff Mendelsohn, p 117-155). Kira-kira tahun 1700 sM Yusuf dijual pada pedangan Ismael seharga 20 syikal perak (Kejadian 37:28 ), sesuai harga pada zaman bapak leluhur; waktu itu 1/3 uang mina sama dengan 20 syikal (Kita Undang-undang Hammurabi ps 116,214 dalam; dalam JB Pitchard, Ancient Near Eastern Texts, p 170-176).
Sekitar abad 15 sM harga rata-rata seorang budak adalah 30 syikal (Mendelsohn p 118-155). Pada abad 14-13 sM, yang sana dengan harga 30 syikal pada waktu itu dalam Keluaran 21:32. Dikemudian hari harga budak laki-laki terus meningkat, beturut-turut pada zaman Kerajaan Asyur, Babel dan persia, berkisar antara 50-60 syikal, 50 syikal dam 90-120 syikal (Mendelsohn, p 117, 118,155). Sejumlah 50 syikal pada zaman asyur, bandingkan dengan 2 Raja 15:20, harus dibayar oleh orang-orang terhormat Israel pada pemerintahan Menahem untuk dirinya sendiri sebagai budak, diduga sebagai temusan supaya jangan dibawa ke Asyur sebagai tawanan ( DJ Wiseman, Iraq 15, p 135). Kenaikan harga yang beruntun demikian, yang terdapat dalam catatan Alkitab maupun diluarnya, membuktikan bahwa catatan Alkitab itu langsung didasarkan pada bahan yang akurat, berasal dari zaman-zaman yang khusus dibicarakan, yaitu awal dan akhir millenium 2 sM dan awal millenium 1 sM.
d. Budak pribadi di Israel.
i. Budak Ibrani.
1. Undang-undang berusaha (seperti Kitab Undang-undang Hammurabi, 5 Abad lebih dahulu) menecgah seluruh rakyat digiring menjadi budak dan ‘sahayanda’ karena tekanan ekonomi terhadap petani-petani miskin, dengan membatasi lamanya penghambaan yang harus dijalani oleh penghutang-penghutang yang tak mampu membayar utangnya yaitu 6 tahun (Mitsvot 189). Dan pada waktunya mereka dibebaskan, mereka harus dibekali persediaan secukupnya untuk memulai hidup baru (Keluaran 21:2-6; Ulangan 15:12-18; Mitsvot No. 194 ). Laki-laki yang sudah berkeluarga sebelum terjerumus pada penghambaan, membawa serta istrinya ke kehidupan bebas. Tapi jika sebelumnya ia adalah lajang dan diberi istri oleh tuannya, istrinya dan anak-anaknya tetap tinggal milik tuannya. Karena itu, orang yang ingin tetap menghamba dan bersatud engan keluarganya, boleh terus menghambakan dirinya (Keluaran 21:6; Ulangan 15:16). Tapi pada tahun Yobel bagaimanapun juga ia harus dibebaskan (Imamat 25:40;Mitsvot 217-219) sehubungan dengan pemulihan hak atas warisan pada saat itu (Imamat 25:28 ), sekalipun ia pilih untuk tetap tinggal pada tuannya. Penghutang pailit yang masih dalam masa penghambaan seperti digambarkan pada Keluaran 21:2, barangkali adalah orang yang disebut dalam Keluaran 21:26-27.
Kehilangan salah-satu anggota tubuh dan menyebabkan cacat seumur hidup, sebagai akibat dari ulah sang tuan, membatalkan semua utang sekaligus mendampakkan kmerdekaan bagi budak yang menderita catat (Mendelsohn, 87-88 ).
Pada zaman Nabi yeremia, raja-raja dan orang-orang kaya menyalahgunakan secara keji hukum pempebasan tahun ke-7 itu, dengan membebaskan budak-budak mereka, tapi kemudian menangkap dan memperbudaknya kembali. Dengan tepat dalam Kitab Yeremia, TUHAN menghukum mereka karena perbuatan yang sangat keji itu(Yeremia 34:8-17).
2. Seorang Ibrani yang rela menghambakan dirinya untuk menghidari kemelaratan, harus melayani tuannya sampai tahun Yobel (Mitsvot 217-219), dan pada sat itu dia bebas (Imamat 25:39-43) dan menerima milik pusakanya kembali (Imamat 25:28 ). Tapi jika tuannya adalah orang asing, ia sewaktu-waktu boleh pilih membeli kebebasannya atau ditebus oleh sanak saudaranya, kendati tahun Yobel belum tiba (Imamat 25:47-55).
3. Budak perempuan menjadi subject hukum dan adat kebiasaan secara khusus. Pemimpin budak perempuan dari istri mandul seorang tuan, boleh melahirkan anak-anak untuk tuannya demi istri yang mandul itu. Hal ini tercatat baik dalam cerita tentang bapak-bapak leluhur, dan dalam dokumen-dokumen berhuruf paku dari zaman Ur ( DJ Wiseman, journal of the Transaction of the Victoria Institute, p 124).
Berdasarkan undang-undang, jika seorang perempuan Ibrani terjual sebagai budak (Keluaran 21:7-11), kedudukannya sebagai istri dilindungi dengan ketat, ia boleh kawin dengan tuannya (dan bisa dibebaskan jika ditolak), atau menjadi gundik yang kesejahteraannya dijamin, tapi ia akan menjadi bebas jika tuannya gagal menepati janjinya, yang manapun dari ketiga kemungkinan itu disepakati. Di Mesopotamia perjanjian seperti itu umumnya lebih ketat, sering tanpa perlindungan apapun (bandingkan Mendelson p 10 s.d 87).
ii. Budak bangsa asing
1. Tidak seperti budak Ibrani, budak yang asalnya dari bangsa asing, bisa diperbudak selamanya dan dapat diberikan kepada orang lain bersama segenap miliknya (Imamat 25:44-46). Tapi mereka terhisap dalam tata khas Israel sesuai teladan bapak leluhur (sunat, Kejadian 17:10-14,27) dan turut dalam pesa-pesta (Keluaran 20:10; Keluaran 23:12).
2. Seorang perempuan yang tertawan dalam perang bisa diambil menjadi istri sah oleh orang Israel, dan dengan demikian statusnya sebagai budak menjadi hilang. Bila kemudian ia diceraikan ia adalah orang merdeka, dan tidak menjadi budak kembali (Ulangan 21:10-14).
iii. Keadaan umum
1. Perlakuan terhadap budak tergantung langsung dari kepribadian tuannya. Bisa berbentuk hubungan saling mempercayai (bandingkan kejadian 24; Kejadian 39:1-6) dan kasih sayang (Ulangan 15:16). Tapi disiplinnya bisa keras, bahkan ganjarannya mematikan (bandingkan Keluaran 21:21), sekalipun membunuh budak diancam hukuman(Keluaran 21:20), yaitu hukuman mati (Imamat 24:17,22). Ada kemungkinan bahwa budak Ibrani,s eperti beberapa budak Babel, kadang-kadang mempunyai cap yang nyata terlihat untuk menandakan kebudakannya (Mendelsohn, p 49), walaupun hal ini belum bisa dipastikan. Dalam beberapa hal, budak-budak boleh menuntut keadilan(Ayub 31:13) atau pergi menghadap hakim (Mendelson, p 65, 70, 72) tapi – seperti orang Mesir dilindungi oleh Daud mungkin saja dibuang oleh si tua yang bengis bila ia sakit (1 Samuel 30:13). Pada zaman Bapak leluhur, tuan yang mandul bisa mengangkat budaknya menjadi ahli warisnya, seperti ihwal Abraham dan Eliezer sebelum Ismael dan Ishak lahir (Kejadian 15:3), dan beberapa orang lain dalam dokumen berhurf paku (Ur, bandingkan DJ Wiseman,journal of the Transaction of the Victoria Institute, p 124).
2. Dokumen-dokumen peninggalan sejarah purba melaporkan tentang banyaknya budak yang berusaha bebas dari perbudakan dengan jalan melarikan diri. Dan orang-orang yang menolong dan menghasut mereka dengan cara apapun bisa mendapatkan hukuman, terutama pada zaman purba yang lebih dini (Mendelson, p 58 dst). Tapi budak yang lari dari satu negeri ke negeri yang lain merupalkan masalah tersendiri. Kadang-kadang kerajaan-kerajaan itu mempunyai peraturan tertentu dalam halk ekstradisi; hal ini mungkin dapat memberi keterangan tentang betapa mudahnya Simei mendapatkan kembali 2 budaknya yang lari, dari Akhis raja Gat di Filistea (1 Raja 2:39-40, bandingkan dengan Wiseman, p 123). Namun, beberapa kerajaan kadang-kadang menetapkan, jika seseorang dari bangsanya menjadi budak di luar negeri dan kembali ke tanah air mereka, maka ia dimendekakan dan tidak akan diserahkan kembali. Peraturan ini ditetapkan oleh Hammurabi, Raja Babel (Kitab Undang-undang Hammurabi, Mendelsohn p 63-64, 75,77-78 ). Dan mungkin inilah arti dari Ulangan 23:15 dab (Mendelson, p 63-64).
iv. Pembebasan budak
Dalam hukum Israel, budak akibat hutang harus dibebaskan sesudah 6 tahun (Keluaran 21:2; Ulangan 15:12, 18;Mitsvot 189), atau sebagai imbalan dari cacat yang diderita (Keluaran 21:26-27), dan budak perempuan bisa ditebus atau dibebaskan jika ia tidak diperistri, atau jika syarat-syarat pelayanan tidak dihormati oleh sang tuan (Keluaran 21:8, 11). Orang Ibrani yang menjual dirinya menjadi budak harus dibebaskan pada tahun Yobel (Mitsvot 217-219), dan bila tuannya orang asing, ia bisa ditebus dengan uang setiap waktu (Imamat 25:39-43, 47-55). Mengenai Ulangan 23:15 dab, lihat bagian terdahulu. Perempuan yang tertawan bisa menjadi perempuan bebas melalui perkawinan(Ulangan 21:10-14).
Dalam 1 Tawarikh 2:34 dab, Seorang Ibrani bernama Sesan, tidak mempunyai anak laki-laki. Karena itu ia menikahkan putrinya dengan Yarha, budaknya – orang Mesir. Maksud Sesan adalah melanjutkan garis keturunannya; sangat mungkin dalam keadaan ini Yarha dimerdekakan (Mendelsohn, p 57), demikian juga Eliezer orang Damsyik (Kejadian 15:3), jika ia tidak diganti sebagai ahli waris Abraham oleh Ismael dan kemudian Ishak).
Dalam bahasa Ibrani, kata yang mengartikan seseorang adalah orang “merdeka”, maksudnya bukan (atau bukan lagi) budak (umpamanya dalam Keluaran 21:2,5, 26-27; Ulangan 15:12-13,18; Ayub 3:19; Yeremia 34:9-11,14,16) ialah KHOFSHI. Kata itu mempunyai sejarah yang panjang di Asia Barat Purba, muncul sebagai KHUPSHU dalam naskah berhuruf gaya paku dari abad 18-7 sM, dan biasanya menunjuk pada budak lelaki yang sudah dimerdekakan, inilah golongan yang harus dimasukinya: ia menjadi pemilik sebidang kecil tanah jika ia mendapat kembali milik pusakanya (seperti dalam tahun Yobel), atau penyewa tanah, atau buruh tani di suatu ladang milik orang lain. Mengenai pembebasan budak di Asia Barat Purba, lihat Mendelsohn, p 74-91, mengenai KHOFSHI.
e. Budak negara dan budak Bait Suci.
1. Budak negara di Israel
Budak negara di Israel ini dipraktekkan dalam kegiatan terbatas. Daud memerintahkan orang Amon yang ditaklukkannya melakukan kerja paksa (2 Samuel 12:31). Salomo mengharuskan keturunan orang Kanaan ang masih hidup menjadi MAS-’OVED, budak rodi yang emnetap. Tapi orang Israel tulen dibebaskan dari tugas demikian (1 Raja 9:15,21-22; kuli dan tukang pahat, ayat 15 dan 2 Tawarikh 2:18 ). Orang Israel pernah melakukan rodi sementara (mas) di Libanon dan secara bergantian (1 Raja 5:13 ). Sama sekali tidak ada pertentangan 1 Raja pasal 5 dengan pasal 9 mengenai rodi itu; (bandingkan M Haran, Vetus Testamentum 11, p 162-164; Mendelson, 96-98 ). Tambang tembaga dan penuangannya yang termasyur di Ezion-Geber sangat mungkin mengerahkan pekerja budak orang Kanaan dan Amon/Aedom (N Gluek, Buletin of the American School pf Oriental Research 79, p 4-5); mendelson, p 95; Haran, p 162). Mengerahkan tenaga tawanan perang seperti itu adalah biasa di seluruh Asia Barat. Dan di negeri-negeri lain di luar Israel, rakyat yang kurang beruntung dan budak-budak biasa, kadang-kadang bisa dimaafkan oleh negara (Mendelson, p 92-99).
2. Budak Bait Suci di Israel
Usai perang dengan Midian, Musa mengambil 1 dari setiap 500 jarahan yang menajdi bagian dari pasukan tempur Israel, dan satu dari 50 jarahan yang menjadi bagian masyarakat Israel, baik jarahan berupa manusia maupun hewan. Musa menyerahkannya kepada Imam Besar dan kepala Suku Lewi sebagai pelayan khusus Bait Suci (Bilangan 31:28, 30,47). Kemudian kepada pelayan khusus Bait Suci ini ditambahkan lagi orang-orang Gibeon yang dibiarkan hidup oleh Yoshua, dan mereka menjadi ‘tukang belah kayu dan tukang timba air’ di Bait Allah dan pada mezbah-Nya (Yosua 9:3-27). Artinya menajdi budak yang bertugas pada Kemah Suci. Demikian juga Daud dan pegawainya memakai orang-orang asing (Netinim) untuk pekerjaan serupa itu bersama orang Lewi yang melayani Bait Suci. Beberapa keturunan mereka kembali dari pembuangan bersama Ezra (Ezra 8:20); ke sini ditambahkan lagi “hamba Salomo” (Ezra 2:58 ). Nabi Yehezkiel mungkin menegur Israel(Yehezkiel 44:6-9) karena membiarkan pesuruh-pesuruh yang tak bersunat itu emmonopoli pelayanan didalam Bait Suci., padahal itu bukan hak mereka. Zaman Nehemia (Nehemia 3:16,31) beberapa dari mereka tinggal di Yerusalem dan membantu memperbaiki tembok-tembok kota itu.
Dalam 1 Tawarikh 9:2  serta Nehemia 11:3,orang-orang ini (Budak di Bait Allah) hanya disebut dalam Kitab Ezra dan Nehemia. Kita Ezra 2:43-58 mendaftarkan mereka diantara orang-orang yang kembali dari pembuangan, dan digolongkan dengan “keturunan para hamba Salomo”.
Sewaktu Ezra membawa pulang suatu kelompok baru, dia mengirim utusan ke suatu tempat yang bernama KASIFYA, untuk memperoleh orang-orang Lewi dan para budak Bait Allah (Ezra 8:17,20). Di Yerusalem mereka mempunyai tempat tinggal tertentu di daerah Ofel di dekat Bait Allah (Nehemia 3:26, 31; Nehemia 11:21). Tempat tersebut mungkin adalah pemondokan mereka apabila mereka bertugas, karena Ezra 2:70; Nehemia 7:73 telah menyebut nama kota-kota tempat tinggal mereka. Tetapi mungkin juga bahwa ayat-ayat ini berkaitan dengan masa sebelum pembangunan kembali Bait Allah itu.
Kata Ibrani NETINIM berarti “mereka yang diberikan”. Dan Ezra 8:20 mengatakan bahwa Daud dan para pembesar telah memberikan mereka untuk membantu pekerjaan orang Lewi. Ada anggapan bahwa mereka dan keturunan para hamba Salomo adalah keturunan dari orang-orang Kanaan dan keturunan tawanan bangsa lain, seperti orang-orang Gibeon dalam Yosua 9:27. Nama-nama asing dalam Ezra 2:42-58 dapat memperkuat pendapat ini.
Dalam 1 Esdras 5:29 dan Yosefus dalam bukunya Antiquities 11:128, mereka menamai “budak Bait Allah” ini dengan kata Yunani ”HIERODOULOI”. Ada pula anggapan bahwa kritikan Yehezkiel dalam Yehezkiel 44:6-8 adalah terhadap mereka. Tapi hampir tidak mungkin, bahwa para budak itu tinggal tidak disunat, dan masuknya mereka dalam daftar Ezra dan kedudukan yang diberikan kepada mereka dalam Kitab Ezra-Nehemia memperlihatkan, bahwa penulis Tawarikh yang agak keras itu tidak mempunyai keberatan terhadap mereka. Sama halnya, hunjukan kepada orang Kanaan dalam Rumah Tuhan pada Zakharia 14:21, adalah lebih mungkin berkenaan dengan pedagang-pedagang orang Kanaan, seperti dalam Amsal 31:24.
f. Kesimpulan : keadaan umum
Pada umumnya dalam seluruh hukum dan istiadat PL mengenai perbudakan, terdapat jiwa yang lebih manusiawi, seperti dilukiskan oleh pengulangan amanat dan nama Allah, supaya jangan bengis memerintah Israel – bangsa dan saudara sendiri (umpamanya di Imamat 25:43, 46, 53, 55; Ulangan 15:14).
Kendati hukum dan istiadat Israel mengenai budak ada yang mirip gaya Sem kuno, toh dalam Nama Allah memuat perhatian khas atas budak, yang oleh statusnya tidak termasuk rakyat, ihwal yang alpa dalam Kitab Undang-undang Babel dan Asyur. Harus pula diingat, bahwa umumnya perekonomian di Asia Barat Purba tidak pernah didasarkan atau diandalkan terutama pada sektor budak seperti yang terjadi pada zaman Yunani Purba dan zaman sesudahnya, juga seperti terjadi pada zaman Kerajaan Roma (bandingkan Mendelsohn, p 111-112, 116-117, 121). Dan Ayub (Ayub 31:13-15) mencanangkan kesamaan segenap mansuia dari lapisan manapun asalnya dihadapan Allah pencipta manusia.